Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmu Lingkungan

Air dan Konflik: Studi Kasus Kabupaten Timor Tengah Selatan Hary Jocom; Daniel D Kameo; Intiyas Utami; A. Ign. Kristijanto
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 14, No 1 (2016): April 2016
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (894.061 KB) | DOI: 10.14710/jil.14.1.51-61

Abstract

ABSTRAK Secara perhitungan teknis, antara ketersediaan air dan kebutuhan air per kapita mencukupi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur, namun permasalahan aksesibilitas yang menyebabkan terjadinya kekeringan dibeberapa wilayah. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kolbano dan Kualin, Kab. TTS bertujuan pembuktian teori Homer-Dixon dan Gleick tentang konflik berbasis sumber daya alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwapertama, ketidakadilan akses terhadap sumber daya air tidak menimbulkan konflik antar masyarakat, dan kedua, tidak terjadi migrasi besar dari wilayah langka air ke wilayah lain. Faktor yang melandasiadalah adanyanilai-nilai budaya yang masih dipercaya dan dijaga, sehingga mampumenciptakan harmoni sosial. Temuan empirik ini menjadi sebuah penemuan teori baru dari pengembangan teori Homer-Dixon dan Gleick yang menyatakan bahwa kelangkaan sumber daya alam/air menimbulkan konflik, namun tidak terjadi dalam konteks masyarakat di Kec. Kolbano dan Kualin, dan wilayah lain di Kab. TTS.   Kata kunci: Kelangkaan air, konflik, sumberdaya air, sumber daya alam ABSTRACT In technical calculations, between water availability and water demand per capita is sufficient in Timor Tengah Selatan (TTS) East Nusa Tenggara province, but the problem of accessibility caused drought in some areas. This research was conducted in the District Kolbano and Kualin, Kab. TTS aims at proving the theory Homer-Dixon and Gleick about natural resource-based conflicts. The results showed that the first, inequality in access to water resources does not generate conflicts between communities, and second, there was no major migration of water-scarce region to region. Factors underlying is their cultural values ​​are still believed and guarded, so as to create social harmony. These empirical findings into a discovery of a new theory of the development of the theory of Homer-Dixon and Gleick stating that the scarcity of natural resources / water conflict, but did not occur in the context of the community in the district Kolbano and Kualin, and other areas in the district TTS.   Keywords: Conflict, natural resources, water resources, water scarcity Cara sitasi: Jocom, H., Kameo, D.D., Utami, I., dan Kristijanto, A.I. (2016). Air dan Konflik: Studi Kasus Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan. 14(1),51-61, doi:10.14710/jil.14.1.51-61
Analisa Kesesuaian Bintan Mangrove sebagai Obyek Wisata dan Model Tata Kelola Ekowisata Mangrove Berkelanjutan Hary Jocom; Minarni Anita Gultom
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 22, No 6 (2024): November 2024
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.22.6.1644-1651

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesesuaian sumber daya yang ada di Bintan Mangrove yang dikelola oleh perusahaan swasta, untuk tujuan ekowisata mangrove, dan identifikasi model pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan dengan mendasarkan pada kelestarian lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran indeks kesesuaian wisata dengan lima parameter yaitu ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan biota. Tahap selanjutnya melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber kunci dari stakeholders. Hasil pengukuran IKW menunjukkan angka 2,88 dari total skor 3,0 yang berarti Bintan Mangrove sangat sesuai dimanfaatkan sebagai obyek ekowisata. Dari lima parameter tersebut, pasang surut air laut memiliki skor terendah yaitu 2 dengan rata-rata 1,5 meter. Capaian ini tidak terlepas dari tata kelola dan kebijakan dari perusahaan yang menaruh salah satu prioritas pada isu lingkungan hidup, tidak sekedar berorientasi pada keuntungan semata. Pengelola kawasan Bintan Mangrove secara sistematis dan terencana menetapkan kebijakan operasional ekowisata mangrove secara detail, dengan memperhatikan seluruh aspek bagi keberlangsungan masa mendatang. Inilah bentuk komitmen, tanggungjawab serta kontribusi perusahaan swasta bagi pelestarian lingkungan hidup yang terinternalisasi dalam prioritas dan program kerja. Praktek ini dapat menjadi model bagaimana peran sektor bisnis mampu menjadi bagian dalam pariwisata berkelanjutan.