AbstractDeath is usually seen as the end of everything. So many people try and build an effort to run from death in so many ways, both conventional and modern, from the traditional one to the high technology usage. However, whatever we do, we finally face death. The fear of death sometimes makes humans run from it, make a tranquilization, an inauthentic attitude, or according to Heidegger “inauthenticity of being-toward-death”. Consequently, so many opportunities for a meaningful life are left behind. By using the qualitative method through literature research, this inquiry comes to a reflection of the meaning of life in the face of death in the frame of comparative study. This paper is based on Heidegger’s argument in his book Sein und Zeit (SZ). A new terminology he built, Sein-zum-Tode, stimulates various questions vis-a-vis the reality of life encountered by the entire society in today’s world. Are there any relevances of his argument on death to build a meaningful life here and now? To make a balance of reflection, this paper presents the theological perspective of Karl Rahner, Heidegger’s former student. By comparing these two thinkers, between a philosopher and a theologian, the author comes to a reflection that the mystery of death must be understood in relation to the creative and meaningful life in this worldAbstraksiKematian biasanya dipandang sebagai akhir dari segalanya. Begitu banyak orang mencoba dan membangun upaya lari dari kematian dengan berbagai cara, baik konvensional maupun modern, dari yang tradisional hingga penggunaan teknologi tinggi. Namun, apapun yang kita lakukan, kita akhirnya menghadapi kematian. Rasa takut akan kematian terkadang membuat manusia lari darinya, membuat suatu ketenangan, suatu sikap yang tidak autentik, atau menurut Heidegger “ketidakotentikan keberadaan menuju kematian”. Akibatnya, begitu banyak peluang untuk kehidupan yang bermakna tertinggal. Dengan menggunakan metode kualitatif melalui penelitian kepustakaan, penelitian ini sampai pada refleksi makna hidup menghadapi kematian dalam kerangka studi banding. Tulisan ini didasarkan pada argumen Heidegger dalam bukunya Sein und Zeit (SZ). Terminologi baru yang ia bangun, Sein-zum-Tode, merangsang berbagai pertanyaan vis-a-vis realitas kehidupan yang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia saat ini. Apakah ada relevansi argumennya tentang kematian untuk membangun kehidupan yang bermakna di sini dan sekarang? Untuk menyeimbangkan refleksi, makalah ini menyajikan perspektif teologis Karl Rahner, mantan murid Heidegger. Dengan membandingkan dua pemikir ini, antara seorang filsuf dan seorang teolog, penulis sampai pada refleksi bahwa misteri kematian harus dipahami dalam kaitannya dengan kehidupan yang kreatif dan bermakna di dunia ini.