Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Akta Jual Beli Berdasarkan Akta Kuasa Mutlak Sebagai Pengikat Perjanjian Hutang Piutang Ghina Ghina Putri; Ismala Dewi; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.508 KB)

Abstract

Kuasa mutlak dalam pemindahan hak atas tanah adalah dilarang, hal ini berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Penggunaan kuasa mutlak merupakan suatu penyelundupan hukum penguasaaan atas tanah. Salah satu kasus penggunaan kuasa mulak yaitu kuasa mutlak digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang yang kemudian dijadikan dasar pembuatan akta jual beli, hal ini terjadi di Purwokerto. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pembuatan akta jual beli dengan dasar kuasa mutlak dan pertanggungjawaban PPAT terkait akta jual beli yang didasari kuasa mutlak perlindungan terhadap pihak yang kehilangan hak atas tanahnya akibat dari peralihan hak atas tanah dengan dasar kuasa mutlak. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi dokumen atau studi kepustakaan yang didapat dari berbagai sumber pengaturan yang berlaku di Indonesia. Bagian akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa kuasa mutlak yang digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang merupakan suatu penyelundupan hukum dan penyalahgunaan keadaan, hal ini karena pemindahan hak atas tanah dengan kuasa mutlak adalah dilarang dan kedudukan debitur lebih rendah daripada kreditur, dimana debitur akan menuruti permintaan kreditur menandatangani kuasa mutlak tersebut. PPAT yang membuat akta jual-beli dengan dasar kuasa mutlak tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara administrasi maupun perdata Kata kunci: kuasa jual, kuasa mutlak, akta jual-beli
Keberlakuan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 Berdasarkan Teori Perundang-Undangan Grace Monika Harijanto; Yuli Indrawati; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.098 KB)

Abstract

Artikel ini membahas mengenai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik yang mulai diberlakukan pada tahun 2020 dan menjadi landasan penyelenggaraan hak tanggungan elektronik. Penyelenggaraan hak tanggungan elektronik saat ini masih belum sempurna dan regulasi yang tersedia masih belum konsisten. Permasalahan di dalam penelitian adalah mengenai pengaturan Hak Tanggungan Elektronik dalam Peraturan Menteri ATR/KBPN No 5 Tahun 2020 ditinjau berdasarkan teori peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian ini adalah keberadaan Peraturan Menteri ATR/KBPN No 5 Tahun 2020 kurang memadai dan tidak sesuai dengan teori peraturan perundang-undangan dan pemberlakuannya kurang tepat karena mengalami konflik hukum dengan UUHT sebagai peraturan perundang-undangan yang melandasi hukum jaminan mengenai hak tanggungan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang perlu mempertimbangkan produk hukum yang lebih pasti yaitu peraturan pemerintah agar tidak terjadi inkonsistensi hukum. Pihak yang merasa terdampak dan dirugikan dengan ditetapkan peraturan menteri tersebut dapat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung atau juga dengan mediasi kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kata Kunci : Hak Tanggungan Elektronik, Teori Perundang-undangan
Pewarisan Hak Prioritas Atas Hak Guna Bangunan Yang Sudah Habis Jangka Waktunya (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1771 K/Pdt/2019) Salsabila .; Arsin Lukman; Akhmad Budi Cahyono
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.333 KB)

Abstract

HGB yang sudah kedaluwarsa seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai objek warisan. Namun dalam beberapa putusan pengadilan, seperti contohnya dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 1771 K/Pdt/2019, Majelis Hakim justru menetapkan objek sengketa, yang merupakan tanah bersertipikat HGB kedaluwarsa, sebagai harta warisan bersama yang belum dibagi di antara para ahli waris. Keputusan tersebut diambil karena hukum tanah nasional kita mengenal adanya hak prioritas, yakni hak untuk didahulukan dalam mengajukan permohonan hak atas tanah baru ke Kantor Pertanahan. Selama tanah masih dibutuhkan, hak itu melekat pada bekas pemegang haknya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai ketentuan pewarisan hak prioritas; serta prosedur peralihan hak prioritas tersebut beserta derivatifnya kepada para ahli waris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Tipologi penelitiannya merupakan penelitian problem-identification. Hasil penelitian yang didapat adalah ketentuan mengenai hak prioritas ini didasarkan pada Pasal 5 KEPPRES 32/1979. Dari Pasal tersebut diketahui bahwa urutan penerima hak prioritas adalah 1) bekas pemegang hak dan apabila tidak ada, maka diberikan kepada 2) rakyat yang menduduki. Pada dasarnya hak prioritas tidak dapat beralih atau dialihkan dengan cara apa pun termasuk pewarisan. Namun dalam praktiknya, apabila pemegang hak meninggal dunia, Pemerintah melalui Kantor Pertanahan dapat memberikan hak prioritas kepada ahli warisnya, dengan syarat para ahli waris tersebut sudah menguasai tanah sejak lama dan sungguh-sungguh menginginkan tanah tersebut. Prosedur yang dilakukan oleh ahli waris adalah permohonan hak atas tanah. Supaya dapat timbul kepastian hukum bagi masyarakat, Pemerintah diharapkan dapat membuat aturan secara eksplisit mengenai ketentuan hak prioritas ini.Kata kunci: HGB, Kedaluwarsa, Hak Prioritas
Pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pembuatan Akta Hibah Yang Sebelumnya Telah Dihibahkan Berdasarkan Hukum Adat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 3/PDT.G/2020/PN.Bla) Gista Latersia; R. Ismala Dewi; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 4, No 1 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.428 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 3/Pdt.G/2020/PN.Bla terkait penghibahan atas tanah dari Almarhum Tuan RU kepada anak-anaknya, diantaranya Nyonya SU dan Tuan SR, yang dilakukan tanpa di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melainkan secara adat di hadapan kepala desa.  Selain itu, PPAT EE kemudian membuat akta hibah dari Almarhum Tuan RU yang dalam kondisi stroke kepada Nyonya SU atas tanah milik Tuan SR yang telah dihibahkan ayahnya kepada Tuan SR secara adat berdasarkan permintaan Nyonya SU. Pokok permasalahannya yaitu (i) mengenai keabsahan pembuatan akta hibah dan pelaksanaannya; dan (ii) mengenai pertanggungjawaban PPAT dalam pembuatan dan pelaksanaan akta hibah. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan yaitu yuridis normatif. Data yang digunakan yaitu data sekunder. Hasil penelitian adalah (i) pemberian hibah berdasarkan hukum adat adalah sah apabila memenuhi persyaratan bahwa penyerahannya harus terang dan tunai; (ii) pertanggungjawaban PPAT atas akta hibah yang keberlakuannya dibatalkan oleh pengadilan yaitu secara (a) pidana jika terbukti melakukan pemalsuan akta otentik; (b) perdata karena PPAT tidak memberikan keterangan tentang suatu hukum tertentu yang relevan dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak merasa dirugikan; (c) administratif karena PPAT melanggar aspek formal pembuatan akta PPAT. Sosialisasi kepada masyarakat atas pentingnya peran PPAT dalam hibah tanah dan pendaftaran atas perubahan data perlu dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. PPAT diharapkan (i) meminta surat pernyataan dari penghibah bahwa tanah tidak pernah dialihkan sebelumnya; dan (ii) meminta penetapan pengadilan terkait hibah yang akan dilakukan jika penghibah tidak cakap untuk membuat akta hibah guna menimalisir terjadinya permasalahan. Kata Kunci: pejabat pembuat akta tanah, hibah, adat 
Ratio Decidendi Kasus Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Yang Tidak Dibacakan Oleh Ppat Karena Berdasarkan Blangko Kosong (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2721 K/PDT/2017) Fasya Yustisia; Arsin Lukman; Abdul Salam
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.906 KB)

Abstract

Praktek pembuatan akta jual beli tanah menggunakan blangko kosong merupakan kelalaian PPAT karena berkaitan dengan tidak dibacakannya akta tersebut oleh PPAT kepada para pihak. Kasus tersebut dapat menyeret PPAT sebagai pihak pembuat akta ke dalam Pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Penelitian ini membahas mengenai permasalahan pertimbangan hakim dalam memberikan putusan terhadap pertanggungjawaban PPAT dalam membuat akta jual beli tanah berdasar blangko kosong karena PPAT sebagai pejabat pembuat akta autentik erat kaitannya dengan Notaris padahal kewenangan keduanya berbeda sehingga hakim harus menggunakan dasar hukum peraturan yang tepat serta membahas mengenai pertanggungjawaban PPAT yang membuat akta jual beli tanah menggunakan blangko kosong tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam memutuskan perkara mengenai akta jual beli menggunakan blangko kosong pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2721K/Pdt/2017, Mahkamah Agung secara garis besar hanya menguatkan putusan-putusan sebelumnya, tidak melakukan perbaikan terhadap dasar hukum yang digunakan padahal pada kasus ini Pengadilan Negeri kurang tepat menggunakan dasar hukumnya yakni UUJN karena pembuatan akta jual beli tanah merupakan kewenangan dari PPAT bukanlah Notaris. Tanggung jawab yang dapat dikenakan pada PPAT atas perbuatannya adalah tanggung jawab secara perdata dalam bentuk ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum dan juga pertanggungjawabannya secara administratif dan pidana. Kata kunci: akta jual beli tanah, blangko kosong, ratio decidendi.
Arrangement of Marriage Agreements Outside of Marital Treasure in Keeping the Household Sekar Ayu Garindya; Arsin Lukman
Awang Long Law Review Vol. 4 No. 2 (2022): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1010.05 KB) | DOI: 10.56301/awl.v4i2.376

Abstract

A concrete law is needed to protect and guarantee the rights and obligations of husbands, wives, and children in fostering a household. Because it regulates agreements related to treasure matters and other important matters, this concrete law aims to achieve the purpose of marriage under the applicable laws and regulations, such as a marriage agreement. Many people are unaware that the marriage agreement regulates marital treasure and outside treasure if both parties agree and it does not conflict with the law, morality, or public order.
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Perumahan (Studi Kasus PT. X di Kabupaten Bekasi) Samhan, Alysha Azalia; Arsin Lukman
Jurnal Hukum Lex Generalis Vol 6 No 9 (2025): Tema Hukum Agraria dan Pertanahan
Publisher : CV Rewang Rencang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56370/jhlg.v6i4.817

Abstract

A house is a necessity for everyone. This study discusses how the procedures for land acquisition for housing and what obstacles are faced by PT. X in the acquisition of land for Y Housing. This study uses a non-doctrinal descriptive research method and the type of data uses primary and secondary data using primary legal materials and secondary legal materials and is analyzed qualitatively and conclusions are drawn deductively. The discussion of the study shows that the procedure for land acquisition used for the construction of Y housing is through the release of rights, this is in accordance with the Decree of the Minister of State for Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 21 of 1994. The obstacles and solutions in land acquisition here are the limited land, the land owner asks for a high compensation price, the involvement of a third party, and the amount of time and costs required in the licensing process. Efforts that can be made are to convert land, consult with the land owner for gradual payments to the land owner with a longer period of time, seek information and obtain land history, and issue Economic Policy Package (PKE) XIII.
PENYALAHGUNAAN WEWENANG JABATAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH (STUDI PUTUSAN NOMOR: 37/Pidsus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst) Teuku Mulkan; Arsin Lukman
Media Bina Ilmiah Vol. 19 No. 12: Juli 2025
Publisher : LPSDI Bina Patria

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Notaris yang seringkali dipanggil menjadi saksi ke Pengadilan karena suatu kasus tertentu, misalnya untuk menerangkan akta yang telah dibuatnya, atau terlebih lagi jika sempat terlibat menjadi pelaku atau terdakwa dalam perkara pidana, jelas merusak kredibilitas notaris tersebut di mata masyarakat. Notaris harus bersikap profesional artinya notaris harus mempunyai keahlian/kemahiran teknis yang bermutu tinggi, disertai rasa tanggung jawab, menjamin kepastian hukum, bekerja tanpa pamrih dengan menjauhkan kepentingan pribadinya serta bersikap adil bagi kliennya. Notaris yang bekerja secara profesional harus mematuhi etika profesi atau jabatan notaris, dengan kata lain seorang notaris dalam melakukan pekerjaan profesinya harus mampu menunjukkan perilaku yang etis. Seorang notaris dalam memberikan pelayanan harus mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati Nurani. Didalam melakukan penelitian ini jenis yang dipakai adalah penelitian yuridis empiris yang dengan cara lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan/atau disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam fakta hukum atau kenyataannya yang ada di Masyarakat. Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah tepat dalam memberikan pertimbangan dan putusannya yaitu Notaris VH melanggar pasal 17, pasal 18, pasal 19 UUJN. Notaris VH secara garis besar telah bersalah dan lalai atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya sebagai Notaris yaitu: 1)Tidak Melakukan Verifikasi Atas Keabsahan Dokumen Kepemilikan Tanah Dan Tidak Mengecek Kondisi Fisik Tanah, 2)Membuat Akta Autentik Di Luar Wilayah Jabatannya;3)Menerima Pembayaran Atas Peralihan Hak Atas Tanah. Lalu, Notaris VH juga tidak memperhatikan Permenkumham No. 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris.