Ida Bagus Alit Yoga Maheswara
Universitas Hindu Indonesia Denpasar

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Aspek Legalitas Hukum Pidana Dengan Hukum Adat Alit Yoga Maheswara, Ida Bagus
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7, No 2 (2021): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v7i2.39324

Abstract

Keberagaman budaya dan latar belakang masyarakat Republik Indonesia menciptakan suatu perkumpulan adat dimana masyarakatnya hidup dengan kebiasaan – kebiasaan tertentu yang berlaku di wilayah masyarakatnya masing – masing. Perkumpulan ini disebut sebagai masyarakat adat yang tunduk kepada aturan yang kebanyakan non tertulis disebut sebagai “hukum adat” . Biarpun dengan keadaan tanpa “kenormatifan” dari Negara, hukum adat sampai saat ini hidup dan tumbuh bersama masyarakat adatnya ( living law ). Undang – undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 telah dengan jelas mengatur mengenai pengakuan dan eksistensi masyarakat Hukum Adat dalam Pasal 18b, Pasal 28i Ayat (3) dan Pasal 32 Ayat (1) dan (2). Menandakan bahwa biarpun sudah melewati proses justifikasi oleh pemerintah, tidak mengubah kekuatan maupun pengaruh hukum adat itu untuk tetap diakui oleh masyarakat. Sifat fleksibel dan bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat hukum adatnya tersebutlah yang menjadikan hukum adat dapat mengambil tindakan menghukum / mengadili masyarakat adatnya tanpa adanya hukum tertulis dari pemerintah, padahal dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : “Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya. Andi Hamzah dalam bukunya memberikan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pasal tersebut. Pertama, jika suatu perintah maupun larangan ingin dibuat menjadi sesuatu yang dapat dipaksakan dan dapat diancam dengan pidana, maka larangan atau perintah tersebut harus dicantumkan dalam undang-undang pidana. Kedua, hukum tersebut tidak boleh berlaku surut (Hamzah, 2008: 40). Lalu bagaimana keadaannya dengan hukum adat ? apakah masyarakat diberikan pilihan untuk menggunakan hukum adat atau hukum pidana ? atau apakah terdapat eksklusifitas dalam hal penerapan antara hukum pidana dengan hukum adat ?
Synchronization between Indonesia and Balinese Village Law (A Community Social Service at Peninjoan Village, Tembuku Districts, Bangli Regency, Bali) I Putu Sastra Wibawa; Ida Bagus Alit Yoga Maheswara; I Made Dwija Suastana; Made Gede Artadana; Komang Indra Apsaridewi
Law Doctoral Community Service Journal Vol. 1 No. 2 (2022): Law Doctoral Community Service Journal
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.216 KB) | DOI: 10.55637/ldcsj.1.2.5680.115-123

Abstract

In the legal system of the unitary state of the Republic of Indonesia, there is a hierarchy of laws and regulations that must be obeyed by all citizens. Since Indonesia’s independence in 1945, efforts have been made to promulgate various legal regulations down to the lowest level, namely in the villages. It must be admitted, these efforts are still being carried out by the government to this day. Scholars through their tri dharma program, namely community social service, also participate in assisting the government in providing enlightenment in the field of legislation to rural communities. Traditional village governance and traditional villages have existed long before Indonesia’s independence. For this reason, continuous efforts are needed to synchronize the various existing regulatory instruments in order to create harmony in law and government in Indonesia. This is an imperative action taken by the scholars in order to strengthen the participation of the communities in the law enforcements administratevily to achieve the goal of practical sustainable law enforcement. The approach method used in this research is the statute approach, the comparative approach, and the analytical and concept approach. The aims of this research is to synchronize national regulations with regulations at the village level, especially in Peninjoan Village.
Konstruksi Hukum Dalam Rangka Penguatan LPD Sebagai Lembaga Keuangan Milik Desa Adat di Provinsi Bali Ida Bagus Alit Yogamaheswara; I Made Dwija Suastana; Ni Luh Made Elida Rani; Agung Rio Swandisara; Kadek Virra Melyana Dewi
KERTHA WICAKSANA Vol. 17 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.17.1.2023.50-58

Abstract

LPD as an institution that has the authority to collect public funds for the welfare of traditional villages has many problems today. The root of the problem can be seen from: 1). The void of norms that explains LPD as a legal entity within the framework of legal norms but has operated like other financial institutions; 2). The lack of clarity in the supervision of the LPD has resulted in many problems and even cases of corruption. This void of legal norms creates doubts from the perspective of criminal law with customary law because the LPD is predicted to be an institution belonging to the traditional village but the traditional village does not have adequate tools to solve the problems that exist within the LPD, privately or publicly. Meanwhile, from a criminal law perspective, the Prosecutors and Police consider that the misappropriation of funds by the LPD is a criminal act of corruption and both cannot provide a solution to the problems desired by the community. This paper was written with the aim of providing a new understanding in legal standing of the LPD using the legal construction reasoning method in order to strengthen the status of the LPD as an institution under the customary village using the main legal sources where the expected result is that armed with an understanding of the legal construction, it can be used as a reference for traditional practitioners and law enforcers will be able to formulate good problem solving and fulfill a sense of justice in society. The method used for this research is normative legal research with primary, secondary and tertiary legal materials where what is being researched is to answer the void of norms in the LPD’s position as legal subjects where with clear LPD legal standing there will be a legal discovery to make it easier for the government to formulate regulations.from the authority, supervision and law that is applied in the event of a legal problem.
Aspek Legalitas Hukum Pidana Dengan Hukum Adat Alit Yoga Maheswara, Ida Bagus
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7 No 2 (2021): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v7i2.39324

Abstract

Keberagaman budaya dan latar belakang masyarakat Republik Indonesia menciptakan suatu perkumpulan adat dimana masyarakatnya hidup dengan kebiasaan – kebiasaan tertentu yang berlaku di wilayah masyarakatnya masing – masing. Perkumpulan ini disebut sebagai masyarakat adat yang tunduk kepada aturan yang kebanyakan non tertulis disebut sebagai “hukum adat” . Biarpun dengan keadaan tanpa “kenormatifan” dari Negara, hukum adat sampai saat ini hidup dan tumbuh bersama masyarakat adatnya ( living law ). Undang – undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 telah dengan jelas mengatur mengenai pengakuan dan eksistensi masyarakat Hukum Adat dalam Pasal 18b, Pasal 28i Ayat (3) dan Pasal 32 Ayat (1) dan (2). Menandakan bahwa biarpun sudah melewati proses justifikasi oleh pemerintah, tidak mengubah kekuatan maupun pengaruh hukum adat itu untuk tetap diakui oleh masyarakat. Sifat fleksibel dan bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat hukum adatnya tersebutlah yang menjadikan hukum adat dapat mengambil tindakan menghukum / mengadili masyarakat adatnya tanpa adanya hukum tertulis dari pemerintah, padahal dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : “Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya. Andi Hamzah dalam bukunya memberikan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pasal tersebut. Pertama, jika suatu perintah maupun larangan ingin dibuat menjadi sesuatu yang dapat dipaksakan dan dapat diancam dengan pidana, maka larangan atau perintah tersebut harus dicantumkan dalam undang-undang pidana. Kedua, hukum tersebut tidak boleh berlaku surut (Hamzah, 2008: 40). Lalu bagaimana keadaannya dengan hukum adat ? apakah masyarakat diberikan pilihan untuk menggunakan hukum adat atau hukum pidana ? atau apakah terdapat eksklusifitas dalam hal penerapan antara hukum pidana dengan hukum adat ?
ASPEK LEGALITAS HUKUM PIDANA DENGAN HUKUM ADAT Alit Yoga Maheswara, Ida Bagus; Gede Arthadana, Made; Indra Apsaridewi, Komang
Hukum dan Kebudayaan Vol. 1 No. 2 November (2020): Hukum dan Kebudayaan
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberagaman budaya dan latar belakang masyarakat Republik Indonesia menciptakan suatu perkumpulan adat dimana masyarakatnya hidup dengan kebiasaan – kebiasaan tertentu yang berlaku di wilayah masyarakatnya masing – masing. Perkumpulan ini disebut sebagai masyarakat adat yang tunduk kepada aturan yang kebanyakan non tertulis disebut sebagai “hukum adat”. Biarpun dengan keadaan tanpa “kenormatifan” dari Negara, hukum adat sampai saat ini hidup dan tumbuh bersama masyarakat adatnya (living law). Undang – undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 telah dengan jelas mengatur mengenai pengakuan dan eksistensi masyarakat Hukum Adat dalam Pasal 18b, Pasal 28i Ayat (3) dan Pasal 32 Ayat (1) dan (2). Menandakan bahwa biarpun sudah melewati proses justifikasi oleh pemerintah, tidak mengubah kekuatan maupun pengaruh hukum adat itu untuk tetap diakui oleh masyarakat. Sifat fleksibel dan bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat hukum adatnya tersebutlah yang menjadikan hukum adat dapat mengambil tindakan menghukum / mengadili masyarakat adatnya tanpa adanya hukum tertulis dari pemerintah, padahal dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : “Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya. Lalu bagaimana keadaannya dengan hukum adat?. Apakah masyarakat diberikan pilihan untuk menggunakan hukum adat atau hukum pidana?. Atau apakah terdapat eksklusifitas dalam hal penerapan antara hukum pidana dengan hukum adat?
KASUS PENENDANG SESAJEN DI GUNUNG SEMERU DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Alit Yoga Maheswara, Ida Bagus
Hukum dan Kebudayaan Vol. 1 No. 4 November (2021): Hukum dan Kebudayaan
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebebasan beragama yang diberikan oleh warga Negara Indonesia dijamin oleh kemerdekaan yang dituangkan dalam UUD 1945 Pasal 29. Ini menandakan bahwa Negara Indonesia mengakui dan menhormati keberadaan masyarakat keagamaan dan praktik adat istiadat berdasarkan hukum adat dari kelompok masyarakat adat yang masih ada sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semua jaminan kebebasan ini dilindungi oleh Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Akibat dari kebebasan dan pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah, permasalahan penistaan dan penodaan yang ditujukan terhadap golongan tertentu menjadi perhatian serius dimana setiap perbuatan pelanggaran tersebut dikatakan sebagai pelanggaran hukum dan akan ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap kasus penendangan sesajen yang terjadi kemarin sangat menarik untuk dikaji berdasarkan beberapa hal: yang pertama, bahwa kejadian penistaan dan penodaan terhadap golongan tertentu sudah sangat sering terjadi; kedua, sebagian besar pelaku datang dari golongan (pemeluk Agama) mayoritas di Indonesia dan ketiga, bahwa kebanyakan dari kasus ini berkahir dengan perdamaian dan tidak sampai di meja hijau, dan yang terakhir, bagaimana peran Negara dan pemerintah dalam penanganan kasus tersebut karena di satu sisi Negara harus menjaga keharmonisan dalam perbedaan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya sedangkan nilai-nilai keadilan, kepastian dan kemanfaatan harus bisa diraih untuk menjamin kepercayaan masyarakat kepada hukum dan Negara dapat berlangsung secara konsisten. Tulisan ini memakai metode penelitian deskriptif kualitatif, dimana penulis akan menggunakan pendekatan kasus, literatur, perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep hukum. Pendekatan kasus tersebut dikaji melalui bahan-bahan hukum primer dan sekunder dari literatur dan peraturan perundang-undangan dan analisa konsep hukum agar menghasilkan kesimpulan yang deskriptif sistematis.