Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

LEGALISASI BHISAMA KESUCIAN PURA PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAERAH BALI Wibawa, I Putu Sastra
Jurnal Advokasi Vol 3, No 2 (2013): Jurnal Advokasi
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (40.588 KB)

Abstract

Bali adalah pulau yang kecil, namun memiliki keunggulan komparatif dari segi keunikan budaya dan keindahan alam, yang merupakan modal dasar bagi Bali dalam menyelenggarakan pembangunan wilayahnya.Di samping menjadi tujuan wisata dunia, Bali juga memenuhi harapan masyarakat daerah untuk memelihara nilai agama dan semangat umat hindu sebagai dasar filosofi masyarakat umat Hindu. Tidak dapat dipungkiri, kita dapat melihat semangat tersebut dari pola penataan dan pemanfaatan ruang di Bali, dimana Bali khususnya dalam peraturan pemerintah daerah mengenai penataan ruang dan wilayah Bali (UU No. 16 Tahun 2009) tertuang secara langsung dalam Bhisama.Bagaimanapun perdebatan yang ada, karena Bali adalah bagian dari Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, tentunya tidak ada lagi Prinsip dari Negara Hukum di Indonesia selain Pancasila, ini adalah studi mengenai legalisasi Bhisama PHDI yang ada dalam Peraturan Daerah Bali dari perspektif Politik Hukum. Adapun masalah yang akan didiskusikan antaralain : 1) Norma Bhisama yang terkandung dalam Pasal yang ada dalam Undang-Undang RTRW Bali, 2) Politik Hukum dalam Norma Bhisama PHDI.
Reconstruction of the Spatial Law of the Sacred Area in Bali Based on Local Wisdom and Pancasila Wibawa, I Putu Sastra
Law Research Review Quarterly Vol 2 No 1 (2016): L. Research Rev. Q. (February 2016) "Pancasila and Global Ideology: Challenges an
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/snh.v2i01.21403

Abstract

This study aims to find out the reasons for the spatial planning law of the holy sites in Bali and need to be reconstructed and 2) the process of reconstructing the spatial planning law in Bali based on local wisdom and Pancasila. The discussion uses the constructivist paradigm with a socio-legal approach. As a knife in analyzing the discussion using theories and concepts of the rule of law, legal hermeneutics, legal system theory, legal pluralism, and progressive law. As for the results of the discussion, among others: First, the reason for the need for reconstruction of the spatial planning law of the holy sites in Bali based on several factors, including: factors, politics, law, culture, economics and ideology. Second, there are several stages of reconstruction, including: the preliminary, the formation, the conflict, and the development that will result in the regulation of the spatial structure of the shrine area which is not rigid, adjusted to the conditions and characteristics of each region in accordance with the principles of local wisdom based on the ideology values ​​of Pancasila.
LEGAL BUDAYA MASYARAKAT HINDU DESA ADAT WANGAYA GEDE MENCEGAH DEFORESTASI Wibawa, I Putu Sastra
Jurnal Hukum Agama Hindu Widya Kerta Vol 1 No 1 (2018)
Publisher : Prodi Hukum Agama Hindu Jurusan Dharma Sastra STAHN Gde Pudja Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Preventive measures to prevent deforestation are made through the establishment of the rule of law and enforcement. However, this is not considered effective enough in maintaining the forest. Required improvement of legal culture of the community, especially about the legal awareness of Hindu communities around the forest area of Mount Batukaru in the management and protection. Protection of forest sustainability is inadequate. There is only the role of law enforcement and good rule of law, but also requires the role of a good legal culture so that the law can be effective to implement. This research is qualitative with approach of socio-legal research with descriptive analysis.
POLITIK HUKUM HUBUNGAN INKUSIF ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM BINGKAI NEGARA PERSATUAN INDONESIA Wibawa, I Putu Sastra; Partyani, I Ketut Caturyani Maharni
Jurnal Hukum Agama Hindu Widya Kerta Vol 2 No 1 (2019)
Publisher : Prodi Hukum Agama Hindu Jurusan Dharma Sastra STAHN Gde Pudja Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keragaman agama, di satu sisi memberikan kontribusi positif untuk pembangunan bangsa. Namun di sisi lain keragaman agama dapat juga berpotensi sumber konflik. Kerukunan antar umat beragama di Indonesia masih banyak menyisakan masalah. Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntut adanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yang antisipatif, terutama dari segi yuridis. Langkah antisipatif secara yuridis dimana diperlukan peran negara untuk membentuk kebijakan hukum yang mengatur hubungan antar umat beragama di Indonesia demi tercapainya kedamaian kehidupan umat beragama di Indonesia. Politik hukum kerukunan antar umat beragama yang dibentuk oleh pemerintah di Indonesia tidak akan mampu ditegakkan dengan baik dalam implementasinya jika tidak adanya campur tangan langsung oleh masyarakat. Masyarakat tidak boleh berhenti membicarakan dan mengupayakan pemeliharaan hubungan inklusif antar umat beragama untuk mencapai kerukunan umat beragama di Indonesia yang dilandasi toleransi dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Efektivitas Hukum Pelestarian Bangunan Dan Lingkungan Cagar Budaya Di Kota Denpasar I Putu Sastra Wibawa; Mahrus Ali
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 27 No. 3: SEPTEMBER 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol27.iss3.art9

Abstract

The Regional Regulation on Cultural Heritage of Denpasar City has been in effect for 5 years, it is very important to assess its effectiveness. There are two problems raised in this study. First, how effective is the Denpasar City Cultural Heritage Regional Regulation? Second, what is the strategy to achieve the effectiveness of the Denpasar City Cultural Heritage Regional Regulation? Data analysis was carried out both from primary data from the results of interview data, and analysis of secondary data in the form of primary and secondary legal materials. Therefore, this research can be called a research that uses mixed methods or is categorized as a socio-legal research. The results of the study conclude, firstly, regarding the effectiveness of the Regional Regulation on Cultural Heritage of Denpasar City, it can be reviewed from three sides, namely the role of regional officials, the rule of law, and legal awareness of the community. Second, the Regional Regulation on Cultural Heritage of Denpasar City is still not effective in regulating and implementing it in supporting the preservation and management of cultural heritage in Denpasar City. To achieve the legal effectiveness of the Denpasar City Cultural Heritage Regional Regulation, several strategies can be pursued, among others, the legal aspect strategy, the institutional aspect strategy, the physical aspect strategy and the financial aspect strategy.
Penyuluhan Hukum Perkawinan Hindu Sebagai Strategi Menuju Desa Sadar Hukum I Putu Gelgel; I Putu Sastra Wibawa
JURNAL SEWAKA BHAKTI Vol 1 No 1 (2018): Sewaka Bhakti
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.593 KB) | DOI: 10.32795/jsb.v1i1.16

Abstract

Legal awareness of Hindu marriage law that has not been maximal is a problem for the community in Tista Village, Busung Biu Subdistrict, Buleleng Regency. One of the strategies to increase the legal awareness of Tista Village community especially in understanding Hindu marriage law through legal education is done to achieve maximal legal awareness of the community. The Community Service Team succeeded in providing an understanding to the public about the importance of knowing the law of Hindu marriage. Hindu marriage counseling activities by combining lecture and case-case models can be a model of future counseling by no longer doing legal counseling with lecture models only.
Pada Gelahang Marriage: A Legal Pluralism Perspective I Putu Sastra Wibawa; I Putu Gelgel; I Putu Sarjana
International Journal of Interreligious and Intercultural Studies Vol 2 No 1 (2019): Interreligious and Intercultural Studies
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.642 KB) | DOI: 10.32795/ijiis.vol2.iss1.2019.312

Abstract

Presently, pada gelahang marriages are still controversial within Balinese society in terms of their implementation and the implications. A certain percentage of Balinese approve of pada gelahang marriages, while a certain percentage of people disagree for various reasons. These pros and cons are not tolerated. In fact, the phenomenon of pada gelahang marriages is often confounding to the Hindu community in Bali. Hence, solutions are required. While pada gelahang marriages can be found in many districts and regions in Bali, however, many doubts and problems still arise in their philosophical and juridical foundations. Therefore, research on pada gelahang marriages from the perspective of legal pluralism needs to be done. This research is a qualitative research with a legal sociology approach. Primary data is derived from field data from observations and from the results of interviews of related parties, while secondary data is obtained from literature books using the theory of legal pluralism as a guiding theory in the discussion of research. The results of the study indicate that the pada gelahang marriage has a philosophical foundation, juridical foundation and sociological basis for the creation of values of justice, legal certainty and the benefit of law in the framework of legal pluralism that provides a way to meet Hindu religious law, traditional village customary law and state law to set pada gelahang marriages
Legal Politics of Interreligious Relations within the Pluralism Framework in Indonesia I Putu Sastra Wibawa
International Journal of Interreligious and Intercultural Studies Vol 3 No 1 (2020): Interreligious and Intercultural Studies
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.539 KB) | DOI: 10.32795/ijiis.vol3.iss1.2020.687

Abstract

Religious diversity contributes to nation building positively. However, it can also be a potential source of conflict. The multi-religious communities in Indonesia face many conflicts that triggered by religion. This problem demands a strategic anticipation, especially in juridical view. Juridical anticipation means the state frames legal policies that regulate the relations between religious communities in Indonesia in order to achieve a harmonious life. The political law of interreligious harmony established by the government in Indonesia will unable to implement properly if indirectly intervene by the community. The public must keep discussing and seeking to maintain inclusive relations between religious communities to achieve religious harmony in Indonesia which is based on tolerance and cooperation in the life of society, nation and state.
SUBAK SEBAGAI KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT (KMHA): PERSPEKTIF KEMAJEMUKAN HUKUM IGA Ketut Artatik; Gede Jaya Kumara; I Putu Sastra Wibawa
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 2 No 2 (2019): Vidya Werta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.813 KB) | DOI: 10.32795/vw.v2i2.402

Abstract

Peraturan daerah tentang Subak yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Bali dapat dikatakan sebagai kebijakan politik untuk menunjukkan dan melindungi identitas lokal masyarakat Bali. Peraturan tentang Subak yang terdapat peran negara, agama, dan masyarakat lokal tersebut yang kaya nilai-nilai pluralisme hukum tentunya menarik untuk dikaji menggunakan pendekatan pluralisme hukum. Penelitian ini mengangkat dua topik bahasan yakni: Subak sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan Pengaturan Subak dalam bingkai Pluralisme Hukum. Analisis menggunakan teori Negara hukum dan pluralisme hukum dengan metode penelitian hukum normatif. Hasil pembahasan menunjukkan Subak sebagai organisasi tradisional yang mengatur pengairan di Bali tergolong dalam Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sehingga Negara (pemerintah Daerah) perlu mengatur dalam rangka melindungi dan mengayominya. Subak di atur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 yang khusus mengatur tentang Subak dilihat dari substansinya secara tertulis telah mengatur prinsip pluralisme hukum, dimana tertuang peran hukum Negara, hukum agama dan hukum adat di dalamnya.
MENAKAR KEWENANGAN DAN TATA HUBUNGAN KELEMBAGAAN ANTARA MAJELIS DESA ADAT DENGAN DESA ADAT DI BALI I Putu Sastra Wibawa; I Wayan Martha; I Komang Dedi Diana
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Vidya Werta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (590.834 KB) | DOI: 10.32795/vw.v3i1.671

Abstract

Terdapat pemberitaan bahwa Majelis Desa Adat dapat menjatuhkan sanksi kepada desa adat dalam bentuk sanksi administrasi, baik terkait surat menyurat, tidak menerima undangan rapat dan usulan kepada Gubernur untuk tidak mendapatkan bantuan pembinaan desa adat sejumlah Rp. 300 Juta jika tidak mendukung program pemerintah Provinsi khususnya terkait dengan penanganan Covid-19. Berdasarkan uraian tersebut terdapat beberapa pertanyaan yang dapat diajukan, antara lain, 1) Bagaimanakah pengaturan kewenangan dari Majelis Desa Adat di Bali dan 2) Bagaimanakah tata hubungan kelembagaan antara Majelis Desa Adat dengan desa adat di Bali. Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Analisa dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan analisis deskriptif. Perda Desa Adat di Bali tidak satu pun pasal yang memberikan payung hukum Majelis Desa Adat dapat memberikan sanksi kepada desa adat Secara umum tugas Majelis Desa Adat adalah mengayomi, membina, dan mengembangkan adat istiadat yang ada di Desa Adat. Usulan pemberian sanksi kepada desa adat oleh Majelis Desa Adat jika itu terjadi akan muncul kesewenang-wenangan atau disebut sebagai tindakan sewenang-wenang atau dalam bahasa administrasi negara disebut sebagai abuse de droit atau bahkan dapat disebut terjadi pelanggaran terhadap asas kepastian hukum, Tata hubungan antara desa adat dengan Majelis Desa Adat setidaknya ada 3 (tiga) tata hubungan yang dapat dilakukan yakni, otoritatif, koordinatif; dan/atau konsultatif. Sehingga tidak ada pengaturan hubungan secara hierarki antara desa adat dengan Majelis Desa Adat.