Mario Agritama S W Madjid
Universitas Gadjah Mada

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

POLITIK HUKUM PEMBATASAN HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PEMBENTUKAN KEMENTERIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA: Politics of Law of Limitation of The President's Prerogative in the Formation of Ministries Based on The State Ministry Law Mario Agritama S W Madjid
Constitution Journal Vol. 1 No. 2 (2022): Constitution Journal December 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.816 KB) | DOI: 10.35719/constitution.v1i2.31

Abstract

The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia mandates that it is necessary to have Ministers to assist the President in carrying out his executive duties. The logical consequence is that the President has the prerogative to determine the formation of the structure of Ministers in their cabinet. Historically, the President’s prerogative has problems such as the uncertainty of the number and type of Ministries which resulted in the cabinet being unable to run effectively and efficiently in carrying out the functions. The State Ministry Law exists to regulate how the formation, change, and dissolution of State Ministries, so that there are limits to the President’s power to determine the structure of Ministries in the cabinet in order to support the effectiveness of the running of government. This study intend to examine how the legal politics of the existence of restriction on the President’s prerogative in determining the structure of their cabinet based on The State Ministry Law. The type of research used in this study is normative juridical with the library research method. The data source used is secondary data which includes primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this study is describe that The State Ministry Law has a responsive character because of the process of forming The State Ministry Law occurs through a democratic political configuration. Regarding the legal politics, the limitation of President’s prerogative in forming Ministries is aimed at strengthening the mechanism of checks and balances and strengthening the presidential system. Keywords: Politics of Law, Prerogatives, President, Ministry UUD 1945 mengamanatkan bahwa perlunya keberadaan Menteri untuk membantu Presiden dalam melaksanakan fungsinya di ranah ekesekutif. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah adanya hak prerogatif dari presiden untuk menentukan pembentukan struktur kementerian dalam kabinetnya. Dalam praktiknya hak prerogatif Presiden tersebut menuai problem, seperti tidak menentunya jumlah dan jenis kementerian yang berakibat pada tidak dapatnya berjalan efektif dan efisien suatu kabinet dalam menjalankan fungsinya. UU Kementerian Negara hadir sebagai upaya untuk mengatur bagaimana pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara, sehingga terdapat batasan terhadap kekuasaan presiden untuk menentukan struktur kementerian dalam kabinet dalam rangka menunjang efektifitas jalannya pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana politik hukum dari adanya pembatasan hak prerogatif Presiden dalam menentukan struktur kabinetnya berdasarkan UU Kementerian Negara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yuridis normatif dengan dengan menggunakan pendekatan konstitusional dan peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menguraikan bahwa UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara memiliki karakter yang responsif karena proses pembentukan UU a quo terjadi melalui konfigurasi politik yang demokrasi. Terhadap politik hukum pembatasan hak prerogatif presiden dalam pembentukan kementerian adalah bertujuan untuk memperkuat mekanisme check and balances dan memperkuat sistem presidensial. Kata Kunci : Politik Hukum, Hak Prerogatif, Presiden, Kementerian
Tinjauan Prinsip Konstitusionalisme dalam Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen dan Wacana Perubahannya Mario Agritama S W Madjid; Muh. Ilham Akbar
Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains Vol 2 No 03 (2023): Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jhhws.v2i03.239

Abstract

Upaya untuk meneguhkan prinsip-prinsip pembatasan kekuasaan negara di dalam UUD 1945 mengalami dinamika yang begitu 101problem. Tujuan dari konstitusi untuk membatasi kekuasaan negara cenderung disalahgunakan dan jauh menyimpang dari tujuan keberadaan konstitusi. Sadar akan berbagai kelemahan yang terdapat dalam rumusan UUD 1945 sebelum amandemen, pada tahun 1999 MPR mulai melakukan amandemen terhadap UUD hingga tahun 2002 sebanyak 4 kali. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana perwujudan dari paham konstitusionalisme dari hasil amandemen UUD 1945 serta berbagai wacana amandemen UUD 1945 dalam beberapa waktu belakangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yuridis normatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar prinsip konstitusionalisme sudah tertuang dalam UUD 1945 hasil amandemen, namun belum sepenuhnya sempurna. Sedangkan, wacana amandemen konstitusi yang mengemuka di publik belakangan ini secara seimbang mengarah pada penguatan dan pelemahan prinsip konstitusionalisme.
POLITIK HUKUM PEMBATASAN HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PEMBENTUKAN KEMENTERIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA: Politics of Law of Limitation of The President's Prerogative in the Formation of Ministries Based on The State Ministry Law Mario Agritama S W Madjid
Constitution Journal Vol. 1 No. 2 (2022): Constitution Journal December 2022
Publisher : UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/constitution.v1i2.31

Abstract

The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia mandates that it is necessary to have Ministers to assist the President in carrying out his executive duties. The logical consequence is that the President has the prerogative to determine the formation of the structure of Ministers in their cabinet. Historically, the President’s prerogative has problems such as the uncertainty of the number and type of Ministries which resulted in the cabinet being unable to run effectively and efficiently in carrying out the functions. The State Ministry Law exists to regulate how the formation, change, and dissolution of State Ministries, so that there are limits to the President’s power to determine the structure of Ministries in the cabinet in order to support the effectiveness of the running of government. This study intend to examine how the legal politics of the existence of restriction on the President’s prerogative in determining the structure of their cabinet based on The State Ministry Law. The type of research used in this study is normative juridical with the library research method. The data source used is secondary data which includes primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this study is describe that The State Ministry Law has a responsive character because of the process of forming The State Ministry Law occurs through a democratic political configuration. Regarding the legal politics, the limitation of President’s prerogative in forming Ministries is aimed at strengthening the mechanism of checks and balances and strengthening the presidential system. Keywords: Politics of Law, Prerogatives, President, Ministry UUD 1945 mengamanatkan bahwa perlunya keberadaan Menteri untuk membantu Presiden dalam melaksanakan fungsinya di ranah ekesekutif. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah adanya hak prerogatif dari presiden untuk menentukan pembentukan struktur kementerian dalam kabinetnya. Dalam praktiknya hak prerogatif Presiden tersebut menuai problem, seperti tidak menentunya jumlah dan jenis kementerian yang berakibat pada tidak dapatnya berjalan efektif dan efisien suatu kabinet dalam menjalankan fungsinya. UU Kementerian Negara hadir sebagai upaya untuk mengatur bagaimana pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara, sehingga terdapat batasan terhadap kekuasaan presiden untuk menentukan struktur kementerian dalam kabinet dalam rangka menunjang efektifitas jalannya pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana politik hukum dari adanya pembatasan hak prerogatif Presiden dalam menentukan struktur kabinetnya berdasarkan UU Kementerian Negara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yuridis normatif dengan dengan menggunakan pendekatan konstitusional dan peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menguraikan bahwa UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara memiliki karakter yang responsif karena proses pembentukan UU a quo terjadi melalui konfigurasi politik yang demokrasi. Terhadap politik hukum pembatasan hak prerogatif presiden dalam pembentukan kementerian adalah bertujuan untuk memperkuat mekanisme check and balances dan memperkuat sistem presidensial. Kata Kunci : Politik Hukum, Hak Prerogatif, Presiden, Kementerian