Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Microbiological And Organoleptic Quality Of Yellow Fin tuna (Thunnus albacores) Fillet During Cold Storage Christian Derwin Sorongan; Joyce Valencia Palenewen; Hens Onibala; Henny Adeleida Dien; Engel Pandey; Feny Mentang
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS Vol. 11 No. 2 (2022): EDISI MEY-AGUSTUS 2022
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jpkt.12.1.2021.42573

Abstract

 Fish fillet is a piece of fish meat obtained by slicing whole fish, along the spine starting from the head to near the tail. Generally, fish fillet processors store fish fillet products in cold storage to extend shelf life. Vacuum packaging of the product will prevent contamination and increase the shelf life of the product. This study aims to analyze the quality of yellowfin tuna fillets and changes during cold storage. And with the given treatment, the fish fillet products were packaged in vacuum and without vacuum with a storage period of 0 days, 3 days 6 days and 9 days. The parameters tested in this study were the organoleptic test, pH test, and Total Plate Number (ALT). The results showed that vacuum-packed tuna fillets were of better quality than those packaged without vacuum. With organoleptic results, the appearance value was 8, the smell was 7.8, and the texture was 8.2 and the ALT value was 2.9 x 104 cfu/gram.Keywords: fish fillet, organoleptic, ph , ALT. ABSTRAKFillet ikan adalah bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan utuh, sepanjang tulang belakang dimulai dari kepala hingga mendekati ekor. Umumnya pengolah fillet ikan meyimpan produk fillet ikan pada penyimpanan suhu dingin untuk memperpanjang masa simpan. Pengemasan vakum pada produk akan mencegah kontaminasi dan menambah lama masa simpan produk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mutu fillet ikan tuna sirip kuning dan perubahan selama penyimpanan suhu dingin. Dan dengan perlakuan yang diberikan yaitu, produk fillet ikan dikemas vakum dan tanpa vakum dengan lama penyimpanan 0 hari, 3 hari  6 hari dan 9hari. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah uji organoleptic uji ph,  dan Angka Lempeng Total (ALT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fillet ikan tuna yang dikemas vakum mendapatkan mutu lebih baik dari pada yang dikemas tanpa vakum. Dengan hasil organoleptic nilai kenampakan 8, bau 7,8, dan tekstur 8.2 dan nilai ALT 2.9 x 104 cfu/gram. Kata Kunci : fillet ikan, organoleptik, ph , ALT.  
Quality Characteristics Of Wood Fish (Katsuobushi) Katsuo Arakamebushi And Katsuo Arahonbushi Benedictus Christian Pontoh; Roike Iwan Montolalu; Hanny W. Mewengkang; Hens Onibala; Jenki Pongoh; Feny Mentang
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS Vol. 11 No. 3 (2022): EDISI ESPTEMBER-DESEMBER 2022
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jpkt.v11i3.44481

Abstract

Katsuobushi is a type of wood fish that has long been known to have a good flavor quality, usually used in traditional Japanese cuisine. Wood fish can also experience the process of damage, but when compared to other products the damage occurs more slowly as it is known that the low water content of the product can inhibit microbial activity. Basically, wood fish with good quality includes several processing processes including acceptance, boiling, extraction, bone, drying, and smoking. The selection of samples was taken randomly as many as 6 pieces of wooden fish products, the samples taken will be shaved and then will be in a blender and the prepared samples will be tested including analysis of water content, microbes, and organoleptic tests. The results obtained from the study were, skipjack tuna with sample code B2 had the best value in organoleptic color, loin shape, aroma, and texture by 15 semi-trained panelists. The moisture content of wooden skipjack tuna produced at PT. Celebes Minapratama meets the standards set by SNI. The results of the ALT study all samples of wood fish met the requirements because they did not exceed the specified limit. Keywords: Wood Fish, Smoking, Preservation. Abstrak Katsuobushi adalah jenis ikan kayu yang lama telah dikenal memiliki mutu flavor yang baik, biasanya digunakan dalam masakan tradisional jepang. Ikan kayu dapat juga mengalami proses kerusakan, namun bila dibandingkan dengan produk lain kerusakan yang terjadi lebih lambat seperti diketahui bahwa kadar air produk yang rendah dapat menghambat aktivitas mikroba. Pada dasarnya ikan kayu dengan kualitas baik yaitu meliputi beberapa proses pengolahan diantaranya penerimaan, perebusan, pencabutan, tulang, pengeringan dan pengasapan. Pemilihan sampel diambil secara acak sebanyak 6 potong produk ikan kayu, Sampel yang diambil akan di serut kemudian akan di blender dan sampel yang sudah disiapkan akan dilakukan pengujian diantarnya analisa kadar air, mikroba dan uji organoleptik. Hasil yang didapatkan dari penelitian yaitu, Ikan cakalang kayu dengan kode sampel B2 memiliki nilai terbaik dalam organoleptik warna, bentuk loin, aroma dan tekstur oleh 15 panelis semi terlatih. Kadar air ikan cakalang kayu yang diproduksi di PT. Celebes Minapratama memenuhi standar yang ditetapkan SNI. hasil penelitian ALT semua sampel ikan kayu memenuhi syarat karena tidak melewati batas yang ditentukan. Kata Kunci: Ikan Kayu, Pengasapan, Pengawetan
Testing Frozen Tuna Histamine As Raw Material For Canned Fish In Pt. Sinar Pure Foods International Bitung City Rizky Ryan Wengke; Feny Mentang; Albert Royke Reo; Hens Onibala; Nurmeilita Taher; Jenki Pongoh
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS Vol. 11 No. 3 (2022): EDISI ESPTEMBER-DESEMBER 2022
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jpkt.v11i3.44591

Abstract

Bitung City is known as an industrial city, one of the fishing industries that is currently developing. There is a canned fish industry using tuna as raw material, which is export-oriented because the market potential of canned tuna is so large and spread in various countries in the world, becoming an export opportunity for canned tuna exporters in Indonesia, especially the canned tuna industry in Bitung city. Considering that developed countries are very sensitive in terms of the quality and safety of their products, so that the standards set are often not in line with some industries, so that it can lead to rejection of Indonesian fishery products in importing countries. The purpose of this study was to determine the histamine content in canned tuna raw materials at PT. Sinar Pure Foods International. Histmain value values from 2 samples of yellowfin tuna (Thunnus allbacares), and 1 sample of bigeye tuna (Thunnus obeseus) after passing the histamine testing process. Bigeye tuna (Thunnus obesus) with a size of 1kg, on the tail (RA), abdomen (RB), and head (RC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in the 1 kg large eye tuna (Thunnus obesus) sample was located in the abdomen (RB). While the lowest histamine content is located in the tail (RA). This proves that the fastest increase in histamine occurs in the stomach area (RB) which results can be considered very low because it is in the range of numbers below 4 ppm. yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) with a size of 1.4 kg, on the tail (MA), stomach (MB), and head (MC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) samples measuring 1.4 kg was located in the abdomen (MB). While the lowest histamine content is located in the tail (MA). This proves that the fastest increase in histamine occurred in the abdominal area (MB) of 1.4 kg yellowfin tuna. yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) with a size of 1.8 kg, on the tail (EA), stomach (EB), and head (EC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) samples measuring 1.8 kg was located in the abdomen (EB). While the lowest histamine content is located in the tail (EA). This proves that the fastest increase in histamine occurred in the abdominal area (EB) of 1.8 kg yellowfin tuna. This is in line with the standards set at the company, the standard for frozen tuna raw materials is 30 ppm and for canned fish 50 ppm, the increase in histamine content of the 3 samples studied, namely bigeye tuna 1kg, yellowfin tuna 1.4kg, and 1.8 kg yellowfin tuna has the same pattern, namely, histmin content is very easily formed in the belly of the fish Keywords: Tuna, Histamine, Canning Abstrak Kota Bitung dikenal sebagai kota industri salah satu industri perikanan yang saat ini sedang berkembang. Terdapat industri ikan kaleng menggunakan bahan baku ikan tuna, yang berorientasi pada ekspor karena potensi pasar ikan tuna kaleng yang begitu besar dan tersebar di berbagai negara di dunia menjadi sebuah peluang ekspor bagi eksportir ikan tuna kaleng di Indonesia khususnya industri ikan tuna kaleng di kota Bitung. Mengingat negara maju sangat peka dalam hal mutu dan keamanan produknya, sehingga standar yang ditetapkan sering tidak sejalan dengan beberapa industri, sehingga dapat menyebabkan penolakan produk perikanan Indonesia di negara importir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan histamin pada bahan baku ikan tuna kaleng di PT. Sinar Pure Foods International. Nilai kadar histmain dari 2 sampel ikan tuna madidihang (Thunnus allbacares), dan 1 sampel ikan tuna mata besar (Thunnus obeseus) setelah melewati proses pengujian histamin. Tuna mata besar (Thunnus obesus) dengan ukuran 1kg, pada bagian ekor (RA), perut (RB), dan kepala (RC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) ukuran 1kg terletak pada bagian perut (RB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (RA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (RB) hasil yang di dapat terbilang sangat rendah karna berada di kisaran angka dibawah 4 ppm. tuna madidihang (Thunnus Allbacares) dengan ukuran 1,4kg, pada bagian ekor (MA), perut (MB), dan kepala (MC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna madidihang (Thunnus Allbacares) ukuran 1,4kg terletak pada bagian perut (MB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (MA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (MB) dari ikan tuna madidihang ukuran 1,4kg. tuna madidihang (Thunnus Allbacares) dengan ukuran 1,8kg, pada bagian ekor (EA), perut (EB), dan kepala (EC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna madidihang (Thunnus Allbacares) ukuran 1,8kg terletak pada bagian perut (EB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (EA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (EB) dari ikan tuna madidihang ukuran 1,8kg. Hal ini sejalan dengan standar yang di tetapkan pada perusahan tersebut, standar untuk bahan baku ikan tuna frozen 30 ppm dan untuk ikan kaleng 50 ppm, kenaikan kandungan histamin dari 3 sampel yang di teliti yaitu tuna mata besar 1kg, tuna madidihang 1,4kg, dan tuna madidihang 1,8kg memiliki pola yang sama yaitu, kandungan histmin sangat mudah terbentuk pada bagian perut ikan. Kata Kunci : Ikan Tuna, Histamin, Pengalengan
Extraction of Eucheuma Spinosum Seaweed into Seaweed Powder Using Subcritical Water Diksen Takalingang; Hens Onibala; Lena J. Damongilala; Nurmeilita Taher; Djuhria Wonggo; Grace Sanger
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS Vol. 12 No. 1 (2023): EDISI JANUARI-APRIL2023
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jpkt.v12i1.50414

Abstract

The goal of this study was to evaluate the Eucheuma spinosum seaweed flour's quality as well as the importance of water content, pH, and minerals (Mg and Zn). In this study, the extraction temperatures were 115°C and 125°C, while the extraction times were 15, 20, and 25 minutes. The results of the study's investigation into water content showed that it rose to a value of 11.33% in the 15-minute extraction time treatment at a temperature of 115°C and that it fell to 7.89 in the 20-minute extraction time treatment at a temperature of 125°C. The pH stability values obtained were 6.12 to 8.73, and the magnesium (Mg) mineral values ranged from 2.1710 to 4.0324. Keywords: Seaweed flour, Subcritical Water, Mineral, Eucheuma spinosum. Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui mutu dari tepung rumput laut Eucheuma spinosum yang diekstrak dengan metode air subkrits dan nilai kadar air, pH dan mineral (Mg dan Zn). Pada penlitian ini digunakan perlakuan lama waktu ekstraksi 15menit, 20 menit, 25 menit dan suhu ekstraksi 115oC dan 125oC. Hasil penelitian kadar air dalam penelitian diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan lama ekstraksi 15 menit dengan suhu 115oC sebesar 11.33% dan kadar air ternedah diperoleh pada perlakuan lama waktu ekstraksi 20 menit dengan suhu 125oC sebesar 7.89. nilai stabilitas pH diperoleh 6.12 – 8.73, dan nilai mineral Magnesium (Mg) berkisar 2.1710 – 4.0324, nilai mineral Zinc (Zn) berkisar 3.7330 – 75601. Kata kunci: Tepung Rumput Laut, Air Subkritis, Mineral dan Eucheuma spinosum.
Initial Handling Of Tuna As Raw Material For Canned Fish Handri Badoa; Jenki Pongoh; Hens Onibala; Eunike L. Mongi; Josefa Tety Kaparang; Daisy Monica Makapedua
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS Vol. 12 No. 1 (2023): EDISI JANUARI-APRIL2023
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jpkt.v12i1.50727

Abstract

This study aims to determine histamine levels and organoleptic results from fresh tuna and frozen tuna. The data obtained are presented in the form of histograms and tables are then discussed. The results showed that histamine levels in 3 fresh tuna samples, namely S1, S2, and S3 samples, were below 30 ppm. 3 samples of frozen tuna, namely samples B1, B2, and B3, are also below 30 ppm which is the standard set by the company. This shows that samples from fresh tuna have a lower amount of histamine levels than frozen tuna, so they still meet the export standards of the Food and Drugs Administration (FDA) which is 50 ppm (FDA, 2011) and meet the Indonesian National Standard, SNI 2729: 2013 (BSN, 2013) which is a maximum of 100 ppm. For organoleptic results on 3 samples of fresh tuna and frozen tuna, namely samples 1, 2, and 3 showed organoleptic results from the appearance of the eyes, gills, appearance of body surface mucus, organoleptic results of meat, organ results of odor, organoleptic results of texture have a good value . This shows that samples from fresh tuna and frozen tuna are of good quality and still meet the Indonesian National Standard (SNI 2729:2013) regarding sensory criteria in fish. Keywords: Fresh Tuna, Frozen Tuna, Histamine, Sensory Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui kadar histamin dan hasil organoleptik dari ikan tuna segar dan ikan tuna beku. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk histogram dan tabel kemudian dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar histamin pada 3 sampel ikan tuna segar yaitu sampel S1, S2, dan S3 dibawah 30 ppm. 3 sampel ikan tuna beku yaitu sampel B1, B2, dan B3 juga dibawah 30 ppm yang merupakan standar yang ditetapkan perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa sampel dari ikan tuna segar memiliki jumlah kadar histamin yang lebih rendah dari pada ikan tuna beku, sehingga masih memenuhi standar ekspor dari Food and Drugs Administration (FDA) yaitu 50 ppm (FDA, 2011) dan memenuhi Standar Nasional Indonesia, SNI 2729:2013 (BSN, 2013) yaitu maksimal 100 ppm. Untuk hasil organoleptik pada 3 sampel ikan tuna segar dan ikan tuna beku yaitu sampel 1, 2, dan 3 menunjukan hasil organoleptik dari kenampakan mata, insang, kenampakan lendir permukaan badan, hasil organoleptik daging, hasil organoleptik bau, hasil organoleptik tekstur memiliki nilai yang baik. Hal ini menunjukan bahwa sampel dari ikan tuna segar dan ikan tuna beku memiliki kualitas baik dan masih memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 2729:2013) tentang kriteria sensori pada ikan. Kata Kunci: Tuna Segar, Tuna Beku, Histamin, Sensori