Corry Corvianawatie, Corry
1 Research Group for Oceanography, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia 2 Technical Implementation Unit for Oceanographic Human Resources Development, Research Center for Oceanography, Indonesian Institute of Scienc

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Variability of Sea Surface Temperature and Sea Surface Salinity in the Ambon Bay and its Relation to ENSO/IOD and Monsoon Corvianawatie, Corry; Rachmat Putri, Mutiara; Yudawati Cahyarini, Sri; Merpy Tatipatta, Willem
Indonesian Journal of Geospatial Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Indonesian Journal of Geospatial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.056 KB)

Abstract

Sea Surface Temperature (SST) and Sea Surface Salinity (SSS) are the most important oceanographic parameter. In this research we study local oceanographic condition in the Ambon Bay (3o40’S and 128o10’E); the variability of SST and SSS due to climatic events El Niño Southern Oscillation (ENSO), Indonesian Ocean Dipole (IOD), and Monsoon. SST data used from Extended Reconstructed Sea Surface Temperature version 3b (ERSST v3b) and SSS data from Simple Ocean Data Assimilation (SODA 2.2.4). Oceanic Nino Index 3.4 (ONI 3.4) and Dipole Mode Index (DMI) datasets are used to identify the effect of ENSO/IOD on the SST and SSS in the Ambon Bay. We used monthly datasets in 2000-2008 periods. Monsoonal variation dominants in monthly mean time scale. The maximum SST is occurred during the Northwest Monsoon (i.e. in December) and the minimum SST is occurred during the Southeast Monsoon (i.e. in August). While the maximum SSS is occurred in July and minimum SSS is occurred in April. Statistical analysis results there is high correlation between SST and wind speed r=-0.842 (n=108, p<0.05), SSS and wind speed r=0.493 (p<0.05).  However, there is very small correlation between SST/SSS anomaly and ONI/DMI. Correlation coefficient of SST anomaly with DMI is r=-0.365 (n=108, p<0.05), and with ONI 3.4 is r=-0.071 (n=108, p>0.05). The correlation coefficient of SSS anomaly with DMI is r=0.112 (n=108, p>0.05), and with ONI 3.4 is r=0.191 (n=108, p<0.05). Based on these reviews summarized that in the seasonal variation of SST and SSS in the Ambon Bay is dominated by the monsoonal effect rather than the ENSO and IOD events.
DINAMIKA MASSA AIR DI SEKITAR PULAU-PULAU KECIL TERLUAR (PPKT) PERAIRAN UTARA PAPUA Surinati, Dewi; Corvianawatie, Corry
OLDI (Oseanologi dan Limnologi di Indonesia) Vol 4, No 3 (2019)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/oldi.2019.v4i3.251

Abstract

Perairan sekitar Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) di Utara Papua memiliki potensi sumber daya laut yang tinggi dan perlu dikelola secara berkelanjutan. Agar proses konservasi, rehabilitasi, pemanfaatan, dan pengayaannya berjalan dengan baik maka perlu suatu kajian daya dukung lingkungan yang melibatkan analisis dinamika oseanografi di perairan sekitar PPKT. Area penelitian ini mencakup perairan pesisir dan lepas pantai Pulau Jiew, Budd, Fani, Bras dan Fanildo. Pengukuran karakteristik massa air dan arus laut dilakukan untuk mengetahui pengaruh dinamika oseanografi regional terhadap kondisi oseanografi di pesisir PPKT. Hasil penelitian menunjukkan adanya dominasi oleh New Guinea Coastal Current (NGCC) di lapisan permukaan, pengaruh arus lintas Indonesia (Arlindo) di kedalaman 100 ? 150m, dan arus balik ke arah timur laut yang diduga merupakan perpanjangan New Guinea Costal Under Current (NGUGC) dan Equatorial Under Current (EUC). Sistem arus ini membawa massa air South Pacific Subtropical Water (SPSW) yang ditandai dengan salinitas maksimum sebesar ~35,4 PSU pada kedalaman 150 m. Variabilitas spasial ketebalan mixed layer dan kemiringan pada kurva T-S teridentifikasi di sisi barat dan timur area penelitian yang diduga disebabkan oleh percampuran isopiknal. Namun, suhu permukaan laut (SPL) di area ini relatif hangat sepanjang tahun karena adanya Western Pacific Warm Water Pool. Dengan adanya variasi SPL tahunan yang kecil, arus laut, dan percampuran massa air yang cukup kuat di beberapa lokasi, area ini memiliki potensi untuk pengembangan ekosistem kelautan.
KECENDERUNGAN NAIKNYA SUHU PERMUKAAN LAUT DAN RESILIENSI KARANG SETELAH KEJADIAN PEMUTIHAN KARANG 2010 DAN 2016 DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH, PADANG, SUMATRA BARAT Wouthuyzen, Sam; Abrar, Muhammad; Corvianawatie, Corry; Kusumo, Suryo; Yanuar, Yogi; Darmawan, Darmawan; Yennafri, Yennafri; Salatalohi, Abu; Hanif, Andriyatno; Permana, Syeprianto; Arafat, M. Y.
OLDI (Oseanologi dan Limnologi di Indonesia) Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/oldi.2020.v5i1.236

Abstract

Kejadian pemutihan karang (coral bleaching) telah melanda hampir seluruh perairan Indonesia sedikitnya empat kali antara tahun 1982-2016. Dua kejadian terbaru (2010 dan 2016) telah dibahas mendalam, namun belum ada kajian rinci pada suatu lokasi yang spesifik, seperti di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh, perairan Padang, Sumatra Barat yang dipengaruhi oleh massa air Samudra Hindia.  Tulisan ini bertujuan mengkaji kecenderungan naiknya suhu permukaan laut (SPL) pada kejadian pemutihan karang 2010 dan 2016 dan resiliensi karang setelah kejadian tersebut. Pada kajian ini data SPL jangka panjang hasil pemindaian citra satelit Aqua MODIS digunakan secara intensif. Hasil kajian menunjukkan bahwa SPL rata-rata bulanan tertinggi (MMM) yang dapat ditolerir oleh karang di TWP ini adalah 29,6oC, lebih tinggi daripada seluruh perairan Indonesia (29,1 oC). Selisih antara SPL Anomali dan SPL normal (MMM) atau disebut Hot Spot (HS) rata-rata telah melampaui MMM pada kejadian pemutihan tahun 2010 sekitar 0,4-0,5oC dengan puncaknya di bulan April dan tingkat keparahan alert-1 (DHW < 8oC-minggu; karang mengalami pemutihan sebagian). Tahun 2016 HS rata-rata meningkat 0,5~1,0oC dengan puncak di bulan Jan-Feb dan Mei-Juni dan tingkat keparahan Alert-2 (DHW ? 8oC-minggu, karang mengalami pemutihan berat, luas dan sebagian mati). Satu tahun sebelumnya (2015) terlihat juga HS rata-rata sebesar 0,3-0,8 oC dan DHW ~ 4oC-minggu.  Hal ini menunjukkan bahwa kejadian pemutihan karang di TWP Pulau Pieh berulang-ulang dan panjang. Kecenderungan peningkatan SPL di TWP ini adalah 0,23oC/dekade lebih rendah dari seluruh perairan Indonesia (0,36oC/dekade). Kecenderungan ini menunjukkan bahwa terumbu karang di perairan Indonesia, termasuk TWP Pulau Pieh memiliki resiliensi tinggi untuk memulihkan dirinya, karena kecenderungan peningkatan SPL < 1,0oC/dekade. Dari 11 faktor kunci resiliensi karang, faktor positif yang menunjang resiliensi karang adalah rendahnya polusi, nutrien, sedimentasi, dan rendahnya aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, sedangkan yang paling negatif adalah meledaknya populasi hewan laut Bulu Seribu, Acanthaster planci, disamping penyakit karang.