Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DAN MURID DIFABEL DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA SIMPANG 4 KUTACANE ACEH TENGGARA Iriana Putri Anisa; Achiriah Achiriah; Aulia Kamal
SIBATIK JOURNAL: Jurnal Ilmiah Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi, dan Pendidikan Vol. 2 No. 3 (2023): February
Publisher : Lafadz Jaya Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/sibatik.v2i3.690

Abstract

Komunikasi interpersonal adalah pertukaran informasi antara dua orang dengan beberapa efek dan umpan balik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi interpersonal yang dilakukan guru terhadap murid difabel serta untuk mengetahui kendala dalam komunikasi interpersonal antara guru dan murid di Sekolah Dasar Luar Biasa Simpang Empat, Kutacane, Aceh Tenggara. Dalam peneltian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, proses komunikasi secara komunikasi interpersonal yang dilakukan dalam dua bentuk, yaitu bentuk komunikasi diadik dan bentuk komunikasi total. Kedua, kendala dalam komunikasi interpersonal yang terjadi adalah sebagai berikut: (1) jumlah guru yang sedikit sehingga proses pembelajaran di dalam kelas harus dilakukan dengan satu guru meskipun memiliki permasalahan anak difabel yang berbeda-beda. Kedua, anak difabel SDLB Simpang Empat Kutacane terkadang susah memahami kalimat panjang. Ketiga, ada beberapa bahasa atau kata yang terkadang sulit untuk dijelaskan dengan bahasa isyarat. Keempat, terkadang menjumpai murid difabel yang moodnya selalu berubah-ubah.
Konseptualisasi Agama dan Implikasinya di Indonesia Aulia Kamal
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 25, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v25i1.16944

Abstract

This article discusses how the concept of "religion" is conceptualized in Indonesia and its implications. Through literature review, data was collected and analyzed descriptively, and it was found that: First, the term "religion" is conceptually constructed academically based on the World Religion Paradigm (WRP) with Islam as the model and monotheism as the main feature. Politically, the WRP is increasingly hegemonic through Pancasila, and is constructed in accordance with the policy of religious life from the colonial era to the orde New Order (Orde Baru). Thus, the definition and categorization of religion are stricter and more political. Second, this construction has implications for: (1) Monotheism becoming the standard feature of "recognized religion", making it exclusive and discriminatory. (2) In order to be recognized by the state, Hinduism, Buddhism, and Confucianism are forced to monotheize their theological concepts and submit to Pancasila. (3) The government hastily reduces various local practices to "belief systems". (4) Religion becomes the main identity in citizenship, leading to discrimination and stigmatization of believers of faiths. (5) Academically, the WRP also influences the paradigm in the study of religion. This article recommends the need for a re-identification of religious categories academically, outside of political interests. In addition, it is necessary to distinguish native religions from belief systems because even though they are not identical to world religions, they are not as simple as spiritual practices. Abstrak: Artikel ini mendiskusikan bagaimana kata "agama" dikonseptualisasi di Indonesia dan implikasinya. Melalui studi kepustakaan, data dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif, dan ditemukan bahwa: Pertama, kata “agama” secara konseptual dikonstruksi secara akademis berdasarkan paradigma agama dunia (WRP) dengan Islam sebagai model dan monoteistik sebagai fitur utama. Secara politis, WRP semakin hegemonik melalui Pancasila, lalu dikonstruksi seturut kebijakan kehidupan beragama dari masa kolonial hingga Orde Baru. Jadi definisi dan kategori agama lebih ketat dan politis. Kedua, konstruksi ini berimplikasi pada: (1) Monoteistik menjadi ciri standar pengakuan “agama”, sehingga eksklusif dan diskriminatif. (2) Agar diakui negara, Hindu, Budha, dan Konghucu dipaksa untuk memonoteistifikasi konsep teologinya, tunduk kepada Pancasila. (3) Pemerintah secara gegabah mereduksi berbagai praktik lokal ke dalam "aliran kepercayaan". (4) Agama menjadi identitas utama dalam kewarganegaraan, yang mengarah pada diskriminasi dan stigmatisasi penghayat kepercayaan. (5) Secara akademis, WRP juga mempengaruhi paradigma dalam studi agama. Artikel ini merekomendasikan perlunya identifikasi ulang kategori agama secara akademis, di luar kepentingan politik. Selain itu, perlu membedakan agama pribumi dari aliran kepercayaan karena meskipun tidak identik dengan agama dunia, namun ia tidak sesederhana sebagai praktik kebatinan.
Relasi Sosial Etnis Tionghoa-Melayu di Kota Tanjungbalai Pasca Konflik Tahun 2016 Raden Haitami Abduh; Aulia Kamal
Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya Vol 6 No 2 (2023): Islamic Culture
Publisher : LPPM Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31538/almada.v6i2.3395

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang relasi sosial antar etnis Melayu dan Tionghoa di Kota Tanjungbalai. Relasi sosial antara etnis Melayu dan Tionghoa di Tanjungbalai memiliki dinamika yang menarik pasca konflik 2016. Hampir seluruh konflik yang terjadi di kota Tanjungbalai pasca reformasi banyak melibatkan perselisihan antar etnis khususnya etnis Tionghoa dan Melayu, meskipun banyak konflik yang terjadi bukanlah sepenuhnya berawal dari permasalahan etnis. Studi ini berfokus pada soal bagaimana dinamika relasi sosial antara etnis Melayu dan Tionghoa, sebab pasca reformasi sentimen dan gesekan antar keduanya kerap terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriftif, data dikumpulkan melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan data melalui proses wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka, dan di analisa menggunakan teori Miles-Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak sekali perubahan yang terjadi dari setiap konflik pasca reformasi. Perubahan yang terlihat jelas adalah perubahan non-realistis, dengan adanya perubahan tersebut, sangat memungkinkan bahwa konflik yang baru dan menimbulkan perang antar etnis kembali terjadi. Apalagi kehidupan sosial antar kedua etnis ini sangatlah terkesan tertutup, artinya mereka bisa untuk tidak saling berkomunikasi, jikapun terjadi komunikasi antara mereka bisa di pastikan sebagian besar komunikasi yang terjadi adalah formalitas semata, karena banyak yang menilai ada eksklusifitas yang terjadi dalam sistem hubungan sosial antar kedua etnis tersebut.