Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ratio legis yang terkandung dalam asas nebis in idem dan akibat hukum penerapannya terhadap perkara hukum inkracht melalui putusan Praperadilan Nomor 3/Pid.Prap/2017/PN.KDI. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ratio legis yang terkandung dalam asas nebis in idem secara yuridis diatur dalam Pasal 76 KUHP bahwa orang tidak boleh dituntut atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau lebih, yang oleh Hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Penerapannya bertujuan untuk terciptanya kepastian hukum (rechtszekerheid). Sehingga penerapan asas nebis in idem oleh Hakim dalam praperadilan melalui putusan nomor 3/Pid.Prap/2017/PN.KDI tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku karena praperadilan tidak berhubungan dengan pemeriksaan pokok perkara. Akibat hukum penerapan asas nebis in idem, maka yang perlu dicermati adalah pasal dakwaan, objek dakwaan, subjeknya (tersangka atau terdakwa), yang menjadi korban dalam tindak pidana tersebut serta substansi perkaranya. Oleh Penuntut Umum dalam penelitiannya mengabaikan Putusan Praperadilan dan melanggar asas res judicata pro veritate habetur yaitu apa yang diputuskan oleh hakim harus dianggap benar.