Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Analisis Kurva S untuk Monitoring Pelaksanaan Proyek (Studi Kasus Proyek Rumah Tinggal di Jalan Cocak II nomer 3, Surakarta) Gunadi Ibnu Sutopo; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 2 No 1 (2022): Surakarta Civil Engineering Review
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.841 KB)

Abstract

Menganalisis factor-faktor masalah kinerja waktu keterlambatan merupakan bagian dari pengendalian proyek dimana hal tersebut merupakan langkah awal dari perjalanan proyek untuk menunjang kesuksesan proyek itu sendiri. Hal ini dapat dimengerti karena tingkat menganalisis faktor keterlambatan proyek akan dapat memepermudah dalam proses control kegiatan proyek yang beragam termasuk dalam urutan kegiatannya. Analisis ini dapat memfokuskan pekerjaan yang harus dilakukan dengan teliti ataupun pekerjaan yang memerlukan waktu lebih panjang.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan di proyek rumah tinggal di jalan cocak II nomer 3 sudah sesuai dengan rencana, dengan menggunakan analisis kurva S, selain itu juga untuk mengetahui factor- faktor apa saja yang mempengaruhi keterlambatan proyek dengan menggunakan AHP (Analysis Hierarchy Prosess).Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapat kesimpulan bahwa dari kurva S rencana dan kurva S aktual menunjukkan bahwa setiap minggu pekerjaan mengalami keterlambatan, hal ini dapat dilihat dari deviasi yang semakin meningkat setiap minggu. Faktor penyebab keterlambatan proyek menurut kuesioner yang diberikan kepada responden dan dilakukan analisis menggunakan AHP di peroleh hasil bahwa penyebab keterlambatan proyek prioritas pertama adalah gabar rencana yang berubah dengan bobot 2,19, prioritas kedua adalah faktor lingkungan dengan bobot 1,54 , prioritas ketiga yaitu keterbatasan pekerja dengan bobot 0,98, prioritas keempat yaitu pengadaan material dengan bobot 0,89, prioritas kelima yaitu peralatan yang terbatas dengan bobot 0,57 dan prioritas terakhir atau prioritas keenam yaitu finansial dengan bobot 0,46
4. ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA PELAKSANAAN PELAT BETON DENGAN METODE BONDEX DAN KONVENSIONAL Paryanto; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 1 No 1 (2021): Surakarta Civil Engineering Review
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.902 KB)

Abstract

Pembangunan dalam bidang konstruksi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang, baik dari segi desain maupun metode/sistem konstruksi yang dilakukan. Pekerjaan pelat lantai merupahkan salah satu bagian dari konstruksi yang membutuhkan waktu lama dan biaya besar dalam proses pembuatanya. Kemudahan yang umumnya menjadi tuntutan masyarakat adalah konstruksi bangunan yang murah, cepat dan mudah dilakukan tetapi tetap terjamin kekuatannya. Beberapa sistem tersebut antara lain sistemkonvensional dan bondek.Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan biaya pelaksanaan pelat beton dengan metode bondek dan konvensional pada pembangunan gedung kuliah UNISRI Surakarta. Metode yang dilakukan di proyek tersebut adalah sistem konvensional, kemudian direncanakan alternatif berupa metode bondek untuk perbandingan biaya. Data analisa yang diperlukan untuk perbandingan dua metode ini adalah data primer yaitu berupa RAB, gambar kerja, pengamatan dan survey lapangan. Sedangkan untuk perencanaan biayamenggunakan perhitungan analisa dari data lapangan, survey, maupun AHS Surakarta tahun 2020.Adapun analisis perbandingan biaya metode bondek dengan pelat konvensional didapatkan hasil untuk metode konvensional dengan biaya sebesar Rp 632.042.965,65 sedangkan untuk metode bondek sebesar Rp 504.001.741,13 dengan selisih biaya pelaksanaan sebesar Rp 128.041.224,52. Hasil ini menunjukan bahwa terdapat penghematan biaya sebesar 20,26 % dengan perbandingan biaya pelat bondek sebesar79,74 % terhadap biaya pelat konvensional
Analisis Koefisien Tenaga Pemasangan Bata Merah pada Ketinggian di Atas 2 Meter: (Studi Kasus Pembangunan Gedung Serba Guna Desa Sugihan, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang) Ahmad Wachid Ridwan; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 2 No 2 (2022): Surakarta Civil Engineering Review
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.117 KB)

Abstract

Pembangunan Gedung dengan ketinggian 8 meter tentunya tingkat kesulitan pengerjaannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemasangan dinding dengan ketinggian satu atau dua meter, sehingga hal tersebut mempengaruhi produktifitas dari tenaga kerja yang mengerjakan pemasangan dinding tersebut. Selain tingkat kesulitan yang tinggi dan produktifitas yang menurun tentunya hal tersebut berimbas kepada naik nya harga satuan pekerjaan pemasangan dinding bata merah. Pada Kenyataannya acuan dalam menentukan Harga Satuan Pekerjaan pemasangan dinding bata merah belum ada yang menyebutkan tentang pemasangan dinding bata merah pada ketinggian tertentu, hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadaptingkat keakuratan penyusunan RAB. RAB yang tidak akurat akan menyebabkan kerugian pada pihak pelaksana / kontraktor, maupun pihak – pihak yang terkait.Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui besar koefisien tenaga pemasangan dinding bata merah dengan ketinggian sampai dengan 2 meter, ketinggian sampai dengan 4 meter dan ketinggian sampai dengan 6 meter, dan berapa rasio perbandingan terhadap koefisien tenaga pemasangan bata merah dengan metode SNI. Dari hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Koefisien pekerja untuk ketinggian dinding 2 meter 0,2593, untuk ketinggian gedung 4 meter 0,3786, untuk ketinggian gedung 6 meter 0,5618 ; Koefisien tukang untuk ketinggian dinding 2 meter 0,1257, untuk ketinggian gedung 4 meter 0,1400, untuk ketinggian gedung 6 meter 0,1634; Koefisien kepala tukang untuk ketinggian dinding 2 meter 0,0055, untuk ketinggian gedung 4 meter 0,0094, untuk ketinggian gedung 6 meter 0,0149 ; Koefisien mandor untuk ketinggian dinding 2 meter 0,0065, untukketinggian gedung 4 meter 0,0065, untuk ketinggian gedung 6 meter 0,0144.Sedangkan untuk rasio perbandingan koefisien SNI dengan kondisi yang sebenarnya adalah untuk pekerja dengan ketinggian 2 meter 13,5790% ; dengan ketinggian 4 meter -26,2139% ; dengan ketinggian 6 meter -87,2580%; Rasio untuk tukang dengan ketinggian 2 meter -25,7382% ; dengan ketinggian 4 meter - 39,9891% ; dengan ketinggian 6 meter -63,3809%;Rasio untuk kepala tukang dengan ketinggian 2 meter 44,6351% ; dengan ketinggian 4 meter 5,6168% ; dengan ketinggian 6 meter -48,8954%; Rasio untuk mandor dengan ketinggian 2 meter 56,9248% ; dengan ketinggian 4 meter 56,9248% ; dengan ketinggian 6 meter 3,7963%.
5. Perbandingan Indeks Pemasangan Pondasi Batu Kali dengan Menggunakan Analisa Harga Satuan Pekerjaan dan Kondisi Aktual: (Studi Kasus Pembangunan Kantor Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali) Wiroso; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 3 No 1 (2023): Surakarta Civil Engineering Review
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam penyusunan RAB memerlukan acuan dalam menentukan harga satuan pekerjaan. Acuan ini yang dikenal dengan sebutan Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP). Analisa Harga Satuan Pekerjaan ini diatur dan ditetapkan olehPeraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) no.28 tahun 2016, Tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Analisa Harga Satuan ini menjadi sangat penting karena harga satuan merupakan salah satu bagian yang terdapat di dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat no.28 tahun 2016 tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum ini masih bersifat umum dan pada pelaksanaanya akan berbeda-beda penerapannya sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Hal ini yang mendasari dilakukan penelitian untuk membandingkan antara pedoman umum dengan kondisi di lapangan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar koefisien Analisis Harga satuan Upah, bahan dan peralatan untuk pekerjaan pasangan pondasi antara Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Permen PUPR no 28 tahun 2016 dengan Analisa sesuai kondisi nyata pada kondisi nyata, sehingga akan diketahui selisi koefisiennya serta diketahui rasio perbandingan antara AHSP dengan kondisi nyata.Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan didapat hasi nilai koefisien kondisi nyata pekerjaan pondasi pasangan batu kali dengan perbandingan campuran 1:6 adalah pekerja 0,948; tukang 0,463; kepala tukang 0,097; dan mandor 0,099 sedangkan untuk koefisien bahan adalah batu belah 1,121; semen 2,736 dan pasir 0,544. Selisih antara koefisien AHSP dengan koefien nyata adalah pekerja 0,552 ; tukang 0,287 ; kepala tukang -0,022; mandor -0,024; batu belah 0,079; semen 0,189 dan pasir -0,042. Rasio perbandingan koefisien AHSP dengan kondisi nyata adalah pekerja 36,8%; tukang 38,267%; kepala tukang -29,333%; mandor 32,000%; batu belah 6,583% semen 6,462% dan pasir -7,721%. Kata kunci : AHSP, Kondisi Nyata, Harga Satuan Pekerjaan
Ketahanan Usaha melalui Pengembangan Diversifikasi Mandiri terhadap Peternak Itik di Kabupaten Karanganyar Wijoyo Wijoyo; Lely Hendarti
Prosiding Seminar Nasional Unimus Vol 1 (2018): Hilirisasi & Komersialisasi Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat untuk Indonesia
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dusun Demalang dan Dusun Sawahan merupakan wilayah di Desa Kudu, Kecamatan Baki, KabupatenSukoharjo yang saling berdekatan (1,5 km) serta mempunyai bentuk topografi dan geografi banyak kemiripanterdiri atas dataran sedang, dengan berbagai potensi yang sudah dikembangkan seperti pertanian persawahandan perkebunan, peternakan, perikanan, pertokoan serta perdagangan. Pada profesi peternak warga tersebutbanyak yang memilih ternak itik (bebek). Tetapi akhir-akhir ini para peternak mengeluh utamanya tentangnaiknya harga anak itik (DOD) yang cukup signifikan. Semula harganya Rp. 3.000,00-Rp. 3.500,00/ekormenjadi Rp. 4.000,00-Rp. 4.500,00/ekor (usia 3-7 hari). Tujuan pengabdian masyarakat ini memberikan solusikepada pengusaha kecil (UKM peternak itik) untuk mandiri menyelesaikan masalah ketergantungan pengadaananak itik yang mahal.. Tahapan langkah dimulai dengan melakukan inventarisasi jumlah kebutuhan anak itik,penyiapan materi pelatihan, pengadaan bahan alat, pembuatan dan penyerahan alat penetas, pelatihan penetasantelor dan strategi pemasaran anak itik modern. Hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini telah dilakukan denganterpenuhinya target terhadap mitra melalui pelatihan dan bantuan mesin penetas kapasitas 500 mampu menekankebutuhan anak itik hingga 50%. Apabila mitra usaha membutuhkan 2000 ekor anak itik x Rp. 4.000,00 = Rp.8.000.000,00. Setelah peternak menetaskan telor bibit sendiri dapat dirasakan jauh lebih murah, dimana 1 butirtelur bibit Rp. 2.000,00 maka jika kebutuhan 1000 ekor, peternak cukup menyediakan dana Rp. 4.000.000,00.Jika pengeluaran lain-lain (listrik, jasa) Rp. 1.000.000,00 untuk sekali proses penetasan, maka selisihpengeluaran bisa ditekan hingga Rp. 3.000.000,00. Hasil analisa ini telah menjawab permasalahan peternaksecara praktis, untuk mengedepankan usaha mandiri yang ekonomis.Kata kunci : Diversifikasi, ternak itik, mandiri
Penurunan Kehilangan Air Pada Wilayah Layanan Perumda Air Minum Kota Surakarta Hartono; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 3 No 2 (2023): Surakarta Civil Engineering Review (SCER)
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Perusahaan Daerah Air Minum Toya Wening merupakan perusahaan milik Pemerintah Kota Surakarta yang berdiri sejak tahun 1927 dengan wilayah pelayanan meliputi 56 Kalurahan di Kota Surakarta dan beberapa kelurahan lain di di luar wilayah Kota Surakarta, dengan wilayah pelayanan yang cukup luas dengan jumlah pelanggan yang cukup besar infrastruktur system penyediaan air minum di Perumda Toya Wening masih sangat terbatas. Laporan Kinerja Perumda Air Minum Toya Wening tahun 2021 menyebutkan bahwa untuk akses air minum perpipaan di Kota Surakarta baru sekitas 34,63%, hal trsebut masih jauh dari target Perumda untuk dapat mencapai target 100%, sehingga perlu upaya untuk bisa mencapai target tersebut. Tingkat kebocoran air perpipaan di wilayah pelayanan kota Surakarta sangat tinggi, dari hasil laporan kinerja Perumda menyebutkan bahwa tingkat kebocoran di wilayah ini mencapai 44, 16%, angka ini masih jauh diatas standar toleransi angka kehilangan air bersih PDAM secara nasional yaitu 20%. Penyebab utama terjadinya kehilangan air yang sangat tinggi ini karena usia pipa jaringan yang cukup tua yaitu pipa yang dipasang pada tahun 1928. Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui berapa besar kerugian yang ditenggung Perumda Air Minum dengan adanya kebocoran pipa dan untuk mengetahui berapa biaya yang digunakan untuk merehabilitasi pipa dengan menggunakan pipa HDPE, dan untuk mencapai tujuan tersebut maka langkah yang harus dilakukan adalah penggambilan data, baik itu data primer maupun sekunder yang didapat dengan melakukan survei dan pengamatan di lapangan, meliputi data Panjang pipa transmisi, survei harga bahan dan upah untuk kemudian dihitung dengan mengacu pada Permen PUPR no 28 tahun 2016. Kerugian yang ditanggung Perumda pada tahun 2021 adalah sebesar 11.221.539,45 m3 air atau setara dengan Rp 31.420.310.460,- ; untuk tahun 2022 adalah sebesar 10.259.913,12 m3 air atau setara dengan Rp 28.727.756.733,93 dan untuk tahun 2023 dalam 2 bulan ( Januari – Februari) sudah mengalami kerugian sebesar 1.717.011,94 m3 air atau setara dengan Rp 4.802.033.426,24 sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk mengganti Pipa HDPE sepanjang 12.352 meter secara open laying dan 980 meter secara HDD adalah sebesar Rp 54.881.022.000,- ( terbilang Lima Puluh Empat Milyar Dua Belas Juta Tujuh ratus Empat Puluh Dua Ribu Rupiah ). Kata kunci : pipa HDPE, penurunan kehilangan air, open laying, HDD ABSTRACT The Toya Wening Regional Drinking Water Company is a company owned by the Surakarta City Government which was founded in 1927 with a service area covering 56 sub-districts in Surakarta City and several other sub-districts outside the Surakarta City area, with a fairly wide service area with a fairly large number of customers and infrastructure. The drinking water supply system at Perumda Toya Wening is still very limited. Toya Wening's Perumda Drinking Water Performance Report for 2021 states that access to piped drinking water in Surakarta City is only around 34.63%, this is still far from Perumda's target of achieving the 100% target, so efforts are needed to achieve this target. The level of piped water leaks in the Surakarta city service area is very high, from the results of the Perumda performance report, it is stated that the leakage rate in this area reached 44.16%, this figure is still far above the national PDAM clean water loss tolerance standard of 20%. The main cause of this very high water loss is because the network pipes are quite old, namely the pipes that were installed in 1928. The purpose of writing this final assignment is to find out how much loss Perumda Air Minum suffers from pipe leaks and to find out how much it costs to rehabilitate pipes using HDPE pipes, and to achieve this goal, the steps that must be taken are data collection, both This is primary and secondary data obtained by conducting surveys and observations in the field, including data on the length of transmission pipes, material price surveys and wages which are then calculated using PUPR Ministerial Regulation No. 28 of 2016. The losses borne by Perumda in 2021 are 11,221,539.45 m3 of water or the equivalent of IDR 31,420,310,460; for 2022 it is 10,259,913.12 m3 of water or the equivalent of IDR 28,727,756,733.93 and for 2023 in 2 months (January – February) we have experienced a loss of 1,717,011.94 m3 of water or the equivalent of IDR 4,802. 033,426.24, while the cost required to replace 12,352 meters of HDPE pipe by open laying and 980 meters by HDD is Rp. 54,881,022,000,- (saying Fifty Four Billion Twelve Million Seven Hundred Forty Two Thousand Rupiah). Keywords: HDPE pipe, reduced water loss, open laying, HDD
Analisis Pengaruh Admixture Silica Fume Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton Hilman Galih Santosa; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 4 No 2 (2024): Surakarta Civil Engineering Review (SCER)
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Dalam pembuatan beton, penggunaan bahan tambahan pada campuran beton bertujuan untuk mengubah, memperbaiki sifat-sifat beton, serta meningkatkan kuat tekan beton. Salah satu bahan tambah pada campuran beton adalah silica fume. Silica fume adalah bahan pozzolan berukuran sangat halus yang digunakan sebagai pengisi dalam campuran beton untuk meningkatkan densitas dan kekuatan komposit beton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan silica fume sebagai bahan tambah (admixture) terhadap sifat mekanis beton, khususnya kuat tekan dan kuat lentur. Penelitian dilakukan dengan pendekatan eksperimental di mana variabel eksperimen adalah konsentrasi silica fume sebesar 10% dari berat semen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton meningkat dari 24,26 MPa tanpa admixture menjadi 27,04 MPa dengan penambahan silica fume 10%. Hal ini menunjukkan peningkatan sebesar 11,52% dalam kuat tekan beton akibat penggunaan silica fume. Selain itu, kuat lentur beton juga mengalami peningkatan yang signifikan, dari 2,86 MPa tanpa admixture menjadi 3,22 MPa dengan penambahan silica fume, menunjukkan kenaikan sebesar 12,58%. Hasil ini mengindikasikan bahwa penambahan silica fume secara positif mempengaruhi sifat mekanis beton, dengan meningkatkan baik kuat tekan maupun kuat lentur.Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami potensi silica fume sebagai bahan tambah untuk meningkatkan performa beton dalam aplikasi konstruksi.Kata Kunci: Beton, Admixture, Silica fume, Kuat Tekan, Kuat Lentur ABSTRACT In concrete production, the use of additives in concrete mixtures aims to alter and improve concrete properties, as well as enhance its compressive strength. One such additive is silica fume, a finely divided pozzolan material used as a filler in concrete mixtures to increase density and composite strength. This study aims to investigate the influence of adding silica fume as anadmixture on the mechanical properties of concrete, particularly compressive and flexural strength. The research was conducted using an experimental approach, with the experimental variable being a silica fume concentration of 10% by weight of cement.The test results indicate that the compressive strength of concrete increased from 24.26 MPa without the admixture to 27.04 MPa with the addition of 10% silica fume. This represents an increase of 11.52% in compressive strength due to the use of silica fume. Furthermore, the flexural strength of concrete also showed a significant increase, from 2.86 MPa without the admixture to 3.22 MPa with silica fume addition, indicating an increase of 12.58%. These results indicate that theaddition of silica fume positively affects the mechanical properties of concrete, enhancing both compressive and flexural strength. This research contributes significantly to understanding the potential of silica fume as an additive to improve concrete performance in construction applications. Keywords: concrete, admixture, silica fume, compressive strength, flexural strength
Analisis Biaya Dan Waktu Proyek dengan Menggunakan Metode Earned Value Sari Listianto; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 4 No 1 (2024): Surakarta Civil Engineering Review (SCER)
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Dalam pelaksanaan suatu proyek bisa saja mengalami keterlambatan, percepatan, ataupun tepat waktu sesuai jadwal rencana proyek. Dari segi biayabisa saja pelaksanaan dalam suatu proyek mengalami keuntungan ataupunkerugian. Dalam konsep Nilai Hasil (Earned Value) akan dibahas untukmeramalkan penyelesaian proyek apakah sudah sesuai dengan rencana awaljadwal proyek dalam setiap periode pelaporan dan besar keuntungan ataupunkerugian di akhir proyek.Konsep Nilai Hasil (Earned Value) merupakan suatu metode pengelolaanproyek yang digunakan untuk mengendalikan biaya dan waktu. Metode inimemberikan informasi tentang Varian Biaya (Cost Variant), Varian Jadwal(Schedule Varians), Indeks Kinerja Biaya (Cost Performance Index), IndeksKinerja Jadwal (Schedule Performance Index) proyek dalam periode pelaporan.Dari metode ini didapatkan juga informasi prediksi besaran biaya serta lamanyawaktu untuk terselesainya seluruh pekerjaan berdasarkan indikator kinerja saatpelaporan. Konsep earned value menyajikan tiga dimensi yaitu biaya aktual yangsudah dikeluarkan yang disebut dengan actual cost, penyelesaian fisik dari proyekyang mencerminkan rencana penyerapan biaya serta apa yang sudah dikeluarkanatau yang diseut earned value.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui biaya dan waktu pengerjaanproyek, apakah proyek tersebut dalam pelasanaannya sesuai dengan biaya danwaktu perencanaan dengan menggunakan metode Earned Value. Dari hasil analisadan pembahasan didapat hasil bahwa Nilai BCWS = 2.905.296.245,38, NilaiBCWP = 2.929.061.568,66, Nilai ACWP = 2.898.172.000,00 Perhitungan CVmenunjukkan angka positif hal ini berarti bahwa biaya untuk menyelesaikan proyeklebih kecil dari rencana, sedangkan Nilai SV pada awal pelaksanaan menunjukkanangka negative, akan tetapi di akhir pelaksanaan proyek menunjukkan angkapositif, hal ini berarti bahwa pelaksanaan lebih lambat di awal dari jadwal yangdirencanakan, dan di akhir proyek dapat mengejar keterlambatanHasil perhitunganCPI adalah sebesar 1,011.hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran lebih kecil darianggaran. Hasil Perhitungan SPI menunjuukan angka 1,008 hal ini menunjukkanbahwa di akhir proyek dapat mengejar keterlambatan Nilai. Kata Kunci: Earned Value, BCWS, ACWP, BCWS.
Analisis Penggunaan Tenaga Kerja Dengan Metode Resource Levelling Proyek Pembangunan Gedung Pelayanan Penunjang, Rawat Jalan, dan Bisnis Center Gedung A RSUD Kabupaten Karanganyar Amir Faturohman; Lely Hendarti
Surakarta Civil Engineering Review Vol 5 No 1 (2025): Surakarta Civil Engineering Review (SCER)
Publisher : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alokasi tenaga kerja yang tidak merata akan menimbulkan masalah bagi pelaksanaan proyek. Terkadang pada penjadwalan proyek alokasi tenaga kerja pada pelaksanaan proyek tidakmerata setiap minggunya. Pada minggu tertentu terjadi penumpukan tenaga kerja, sedangkan padaminggu-minggu yang lain terlihat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa penempatan atau alokasitenaga kerja pada proyek konstruksi belum dilakukan dengan baik. Hal tersebut akan berpengaruhterhadap efektifitas tenaga kerja dan efisiensi biaya proyek konstruksi. Salah satu metode untukmelakukan perataan sumber daya adalah metode Resource Levelling. Resource Levelling adalahmeratakan frekuensi alokasi sumber daya dengan tujuan memastikan jumlah atau jenis sumber dayadapat diketahui dari awal dan tersedia bila dibutuhkan.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yangmenggambarkan kondisi proyek dengan analisis data yang ada. Penelitian ini menggunakan bantuanaplikasi Microsoft Project 2019. Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah data jadwalrencana pekerjaan, hubungan antar pekerjaan, rencana kerja dan syarat,dan koefisien tenaga kerjaAHSP 2023.Jadwal rencana didapatkan rata – rata sumber daya manusia pekerja 55,254, tukang 23,557,kepala tukang 3,587, dan mandor 3,979, sedangkan pada analisis pemerataan sumber dayamanusia(resource levelling) didapatkan rata – rata sumber daya manusia pekerja 53,580, tukang23,344, kepala tukang 3,580, dan mandor 3,874 orang. Waktu yang dibutuhkan setelah dilakukananalisis perhitungan pemerataan sumber daya manusia(resource levelling) tidak menunjukanperubahan durasi proyek yaitu 210 hari.Kata Kunci : Tenaga Kerja, Resource Levelling