Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

MODEL INTEGRASI ILMU DAN PENGEMBANGANNYA DI FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN AR-RANIRY BANDA ACEH DAN UIN SUMATERA UTARA Tarmizi M Jakfar; Fuad Ramly; Maimun Fuadi; Jabbar Sabil
Islam Futura Vol 18, No 2 (2019): Jurnal Ilmiah Islam Futura
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jiif.v18i2.3765

Abstract

Integration of science is a central issue in the arena of the State Islamic University (UIN) in Indonesia, including UIN Ar-Raniry and UIN North Sumatra. One of the main problems that is increasingly discourse is the model of the integration of knowledge that is put in place and the development efforts implemented. Although UIN Ar-Raniry has an integration model of "Frikatifisasi Ilmu" and UIN North Sumatra with the "Integrative Transdisciplinary" model, the Syari'ah Faculty academics and the second Law of the UIN generally do not understand it definitively, so that the integration model does not play an effective role in the process integration of sciences. Therefore, constructive evaluation, comprehensive socialization, and a more intensive development strategy involve all related components. The expected goal of this study is to present a description of the integration model of science that is valid and understood in the second FSH of the UIN, along with its implementation and development in the present. As a qualitative study, this study uses descriptive, interpretative, and comparative analysis methods / techniques. The data analyzed mainly comes from the results of interviews with lecturers and FGDs with students of the School of Comparative Study Program and the FSH State Law Study Program, in addition to other related data.
DINAMIKA TEORI MAQASID Jabbar Sabil
Islam Futura Vol 10, No 2 (2011): Jurnal Ilmiah Islam Futura
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jiif.v10i2.44

Abstract

Teori Maqasid merupakan salah satu konsep yang ditawarkan untuk menjawab anomali yang dihadapi ilmu usul al-fiqh. Dalam perkembangannya, teori maqasid telah berevolusi dari sekedar sub pembahasan qiyas dalam masalik al-'illah, lalu menjadi pembahasan tersendiri dalam satu kitab khusus, dan terakhir dijadikan sebagai ilmu yang mandiri. Dari perspektif filsafat ilmu, perkembangan ini hanya dimungkinkan terjadi dengan adanya pergeseran paradigma (paradigm shift). Hal inilah yang menjadi konsentrasi tulisan ini, sehingga dinamika perkembangan teori maqasid dapat dipahami sebagai fenomena yang utuh. Pada akhirnya, kajian ini diharapkan memberi kontribusi bagi para pihak yang sedang berusaha menemukan paradigma alternatif, atau setidaknya dapat menjadi objek diskusi menarik yang berimplikasi bagi usaha penentuan sikap di tengah tuntutan perubahan sekarang ini.
MASALAH ONTOLOGI DALAM KAJIAN KEISLAMAN Jabbar Sabil
Islam Futura Vol 13, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Islam Futura
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jiif.v13i2.67

Abstract

Some muslim scholars offer the project of Islamization of Knowledge in order to undertake the development of Islamic studies. However, this offer was rejected by some others on the grounds that it is closely related problem of the ontological foundation of science, which is the basic assumption of the material object. As a result of Islamization science project is considered insignificant by Islamic parties offering Islamization of science. This problem might have been solved by answering the problems on the ontology in Islamic studies in order to obtain a moderate perspective. This paper discuses it by using the philosophical approach of critical rationalism (metaphysical realism), and use deductive method to do falsification test. This study found that ontology is the reality of Islamic studies in the form of text: 1) the physical reality of the text of the Quran; 2) the metaphysical reality of the Quranic texts. The value of both texts reality applied into the pure science so it is integrated with Islamic studies. Then the findings of pure intellect sciences are accepted as a source of knowledge to understand the text, so that the study of Islamic sciences will be connected to pure science.
Pengawasan Pelaksanaan ‘Uqũbah Cambuk Jabbar Jabbar; Zulfa Hanum
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v7i2.3975

Abstract

Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat di antaranya mengatur tentang pelaksanaan putusan Mahkamah yang diatur pada bab XIX. Dalam bab tersebut terdapat Pasal 262 ayat (2) yang menjelaskan tentang pelaksanaan ‘uqũbah cambuk tidak boleh dihadiri oleh anak-anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun. Akan tetapi di dalam praktiknya berbeda dengan ketentuan yang diatur di dalam Hukum Acara Jinayat. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bentuk pengawasan pelaksanaan ‘uqũbah cambuk di Kota Banda Aceh dan faktor penghambat pengawasan pelaksanaan ‘uqũbah cambuk. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research) juga penelitian kepustakaan (library research) berdasarkan metode pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang menghasilkan paparan di lapangan dan kemudian gambaran tersebut akan dianalisa dari segi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pengawasan pelaksanaan ‘uqũbah cambuk di Kota Banda Aceh adalah kehadiran Hakim Pengawas di lokasi pencambukan pada saat pelaksanaan <em>‘uqũbah</em> cambuk untuk mengawasi agar pelaksanaan ‘uqũbah cambuk berjalan sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam ketentuan Qanun Hukum Acara Jinayat. Dan adanya himbauan (pengumuman) di lokasi pencambukan yang dilakukan berulang-ulang dengan tujuan agar setiap masyarakat yang hadir menyaksikan ‘uqũbah cambuk mengetahui dan mendengar serta menaati himbauan tersebut. Adapun upaya yang dilakukan oleh aparatur hukum untuk mengantisipasi hadirnya anak-anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun menyaksikan proses pencambukan yaitu dengan cara pelaksanaan ‘uqũbah cambuk tidak dilaksanakan pada hari libur. Karena kegiatan anak-anak pada selain hari libur sibuk melanjutkan pendidikannya di sekolah walaupun masih ada anak-anak yang menyaksikan proses pencambukan tetapi tidak berada di garda terdepan. Faktor penghambat pengawasan pelaksanaan ‘uqubat cambuk adalah aparatur hukum tidak patuh hukum, kurangnya pemahaman aparatur hukum terhadap Hukum Acara Jinayat, dan aparat penegak hukum lebih mementingkan keinginan masyarakat dari pada menegakkan Pasal 262 ayat (2) Qanun Hukum Acara Jinayat.
Menggagas Tafsir Ayat Hukum Dalam Kerangka Fiqh Al-Ikhtilaf Jabbar Sabil
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 18, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v18i2.2983

Abstract

Opinion differences in the interpretation of verses regarding jurisprudence might create an impression that there is a disharmony among the teachings of the Qur'an. In fact, verse 82 of Surah An-Nisa emphasize that there is no contradiction in the Qur'an. However, jurisprudence studies do not accommodate this issue. The differences are perceived only as problems of furukiyah. This difference indeed emerges on the fundamental issues of Islamic teaching. Unfortunately, interpretation studies do not address this issue either as its orientation focuses more on the discovery of meaning. Therefore, this paper offers a theoretical framework of fiqh al-ikhtilaf in order for the interpretation not to see differences in jurisprudence verses as a contradiction but see it as a form of diversities (al-ta'addud al-tanawwu'). By combining deductive interpretation and critical analysis method, this paper studies the philosophical basis in the interpretation of jurisprudence verses. The philosophical foundations include basic assumptions, paradigms, and theoretical framework. Furthermore, using a philosophical approach, this study concludes that the theoretical framework of fiqh al-iktilaf is appropriate to address the differences in the interpretation of the jurisprudence verses.
THE EXISTENCE OF BITCOIN IN THE PERSPECTIVE OF MAQASID AL-SYAR‘IYAH Dara Lidia; Jabbar Sabil; Syarifuddin Usman
PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH Vol 3 No 2 (2018)
Publisher : LKKI Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4101.534 KB) | DOI: 10.22373/petita.v3i2.45

Abstract

Historically, the means of payment has evolved from time to time. The current phenomenon is Bitcoin, claimed by its users as a means of future payments, that have been the major attention of many people, from people in business to students. The research question in this study was how the existence of Bitcoin as a medium of exchange is, and how its existence as a medium of exchange is viewed based on the maqāṣid al-syar 'īyah. This used the literature research method and the maqāṣidī approach by applying the tarjih maslahat method. The existence of Bitcoin as a medium of exchange is considered valid because of the 'urf recognition. However, it requires a legal status from the government because it is related to al-maslahat al-mmāmmah, the mafsadat (damage) value of Bitcoin is higher than its maslahat (benefit) value. Hence, it is concluded that Bitcoin is valid as a medium of exchange. Still, its use must be limited due to the mafsadat (harm) probability that is more dominant at the ḍarūriyyāt (primary needs) level, following the principle of "rejecting the harm is prioritized than realizing the benefit." Abstrak: Berdasarkan sejarah, alat pembayaran dari masa ke masa telah mengalami evolusi, pada saat ini terdapat sebuah fenomena yaitu fenomena Bitcoin yang diklaim oleh para penggunanya sebagai alat pembayaran masa depan yang telah banyak menyita perhatian orang mulai dari kalangan pengusaha hingga mahasiswa. Bitcoin memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat pembayaran yang biasa digunakan, di antaranya yaitu sifatnya yang desentralisasi sehingga tidak ada pengendali pusat yang akan ikut campur di dalamnya. Sedangkan pada kebiasaannya, alat pembayaran di suatu wilayah berada di bawah pengawasan pemerintah karena alat pembayaran tergolong kepada kebutuhan primer yang menyangkut kesejahteraan umum. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana eksistensi Bitcoin sebagai alat tukar dan bagaimana keberadaan Bitcoin sebagai alat tukar berdasarkan maqāṣid al-syar‘īyah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan pendekatan maqāṣidī dengan menerapkan metode tarjih maslahat. Keberadaan Bitoin sebagai alat tukar dianggap sah karena terdapat pengakuan secara ‘urf. Akan tetapi status sah tersebut perlu mendapatkan pengesahan pemerintah karena terkait dengan al- maslahat al-‘āmmah, nilai mafsadat pada Bitcoin lebih dominan jika dibandingkan dengan nilai maslahatnya. Dari paparan di atas disimpulkan bahwa keberadaan Bitcoin sah sebagai alat tukar, namun penggunaannya merupakan sesuatu yang harus dibatasi karena probabilitas mafsadatnya lebih dominan yang berada pada tingkat ḍarūriyyāt.. Hal ini sesuai dengan kaidah “menolak mafsadat di dahulukan dari pada mewujudkan maslahat.” Kata Kunci: Eksistensi, Bitcoin, Maqāṣid al-Syar‘īyah.
Pengaruh Pernikahan Orangtua yang Kedua terhadap Keharmonisan Keluarga: Studi Kasus di Desa Ladang Tuha Kecamatan Pasie Raja Jabbar Sabil; Syafrizal Syafrizal
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 2 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i2.7638

Abstract

Pernikahan dilakukan untuk meraih keharmonisan rumah tangga. Namun, tidak semua orang yang melakukan pernikahan dapat merasakan kebahagian atau harmonis dalam keluarga namun ada juga menyebabkan Disharmoni hingga sampai mengalami pertengkaran yang terjadi disebabkan karena selisih paham dalam menyelesaikan persoalan lika-liku kehidupan, sehingga menuju sampai kejenjang perceraian, fenemona itu sangat disayangkan karena perbuatan perceraian tersebut merupakan suatu hal yang sangat dibenci oleh Allah, penulis sangat heran jika di daerah desa Ladng Tuha khususnya  dan di daerah Aceh umumnya yang kita ketahui orangnya sangat taat dengan agama dan patuh pada syari’at yang berlaku namun angka kasus perceraian tiap tahunnya semakin meningkat dari tahun 2017 ada 4.917 kasus dan tahun 2018 meningkat menjadi 5.562 diseluruh kabupaten/kota se aceh semua itu sudah diputuskan di Mahkamah Syar’iyah se-wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh. Oleh sebab itu, Artikel ini membahas tentang poblematika yang terjadi dalam keluarga. Dalam menulis ini penulis  melakukan metode penelitian dengan cara kualitatif.
Pengawasan Internal Perspektif Maqāṣid Al-Syarīʻah (Analisis Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) Jabbar Sabil; Rizkaul Hasanah; Arifin Abdullah
Media Syari'ah Vol 20, No 2 (2018)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v20i2.6518

Abstract

Abstrak: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif maqāṣid al-syarīʻah terhadap pengawasan internal yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis-normatif yang dipadukan dengan pendekatan maqāṣidī. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan internal secara maqāṣid al-syarīʻah, dianggap sebagai bagian dari al-maṣlaḥah al-ḥājjiyyah, dan berfungsi sebagai wasā‟il (sarana). Pengawasan internal merupakan sarana untuk memudahkan penyelenggaraan pelayanan publik supaya dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah Allah tetapkan. Pengawasan internal merupakan bagian dari pemeliharaan agama dan harta dalam wujud pelaksanaan amar makruf nahi mungkar dan pertanggung  jawaban  terhadap  amanah  serta  pemeliharaan  atas  harta  umum  (public  fund). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum konsep pengawasan internal yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh syarak, hanya saja masih harus dilakukan penyempurnaan pada sistem pengawasannya agar apa yang diinginkan oleh syarak dapat terimplementasi dengan baik.Abstract: The aim of the research is to find out how the perspective of maqāṣid al-syarīʻah towards internal supervision contained in Government Regulation No. 60 of 2008 About the Government Internal Control System. The study was conducted with a literature research method with a juridical-normative approach combined with the maqāṣidī approach. The results showed that internal supervision by maqāṣid al-syarīʻah, was considered as part of al-maṣlaḥah al-jiājjiyyah, and functioned as wasā'il (means). Internal supervision is a means to facilitate the implementation of public services so that they can run according to the rules that God has set. Internal supervision is part of the maintenance of religion and assets in the form of the implementation of amar makruf nahi mungkar and accountability for the mandate and maintenance of public assets (public funds). So it can be concluded that in general the concept of internal supervision mandated in the Government Regulation is in accordance with what is desired by the sharak, only that improvements must be made to its monitoring system so that what is desired by the sharak can be implemented properly.
Pendekatan Sirkuler dalam Kajian Perbandingan Mazhab Jabbar Sabil
Media Syari'ah Vol 18, No 1 (2016)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v18i1.1837

Abstract

The study of Islamic law in the context of the comparative madhab is based on the plurality of truthful values. However, this study is frequently done with less appropriated approach, so that it is contradicted to the value. Therefore, this paper offers an approach that can objectify the value, namely the circular approach. In conducting this study, the philosophy as a method was used. As a philosophical fundamental structure, this paper refers to postmodern theory: that the knowledge is a prehension rather than an evidence. Therefore, the differences of opinion are considered as natural characters, as a result of geographical differences and human primordiality. In line with this matter, Fiqh is normally used to respond the legal issues in differences in allparts of the world. From systemic theory perspective, differences of opinion within the different mazhabs, therefore, become complementary. From this study, it is found that the circular approach can lead researchers to the awareness: the existence of mutual relations among the opinions of mazhab jurists.
Hadis Ahad Sebagai Sumber Hukum Islam (Pemikiran Imam al-Sarakhsi dan Imam Al-Ghazali, Pendekatan Epistemologi) Jabbar Sabil; Juliana Juliana
Media Syari'ah Vol 19, No 2 (2017)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v19i2.2024

Abstract

Ĥadīŝ aĥād is one of the sources of Islamic law. But in practice, the scholars set different conditions as seen in the thoughts of Imam al-Sarakhsī and Imam al-Ghazālī. Therefore, this study examines the nature of ĥadīŝ aĥād according to both Imams, and their views on the criteria for the use of ĥadīŝ aĥād as the source of Islamic law. This research is done by epistemology approach which is part of a study of philosophy science. The technique of completion of research data is done by library research with the method of data analysis, that is a research according to the contents of both Imam. The data analysis is done by the comparative descriptive method that is, to find the relation between thinking with the same thing with equation and difference which is related to ĥadīŝ aĥād as the source of Islamic law. So the author comes to the conclusion of both Imams mentioned that ĥadīŝ aĥād is obliged to be practiced but doesn’t produce knowledge.The opposite side of their opinion is on the terms of practice. Imam al-Sarakhsī presupposes the fakih narrator, while Imam al-Ghazālī doesn’t because according to him the condition of the transmigrants is not realistic and complicates the practice.The analysis of the metaphysical example of ĥadīŝ aĥād fi'liyyah about ĥadīŝ yellow in the morning prayers indicates that in the ĥadīŝ the metaphysical condition of the jurists doesn’t increase the probability to certainty, and the absence of the fakih narrator doesn’t diminish its worth. Thus, the practice of ĥadīŝ aĥād is sufficient at the level of probability, so the thought of Imam al-Sarakhsī and Imam al-Ghazālī being complementary is not a contradiction.