Dewi Anggariani, Dewi
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Palpolas: The Symbolic Betting Arena of The Taba People Sahar, Santri; Anggariani, Dewi
Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam 2024: Proceeding International Conference on Islamic Challange in Metaverse Era (ICICME)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jumdpi.vi.53297

Abstract

Palpolas in Taba language means payment. The payment in question is the surrender of a sum of money made by members of the local community on the tenth day of the death ceremony because it costs up to hundreds of millions of rupiah. The results of observations and interviews at the research location using the Bourdieu Practical Theory guide show that Palpolas is basically a reciprocal in overcoming the costs of the death ritual, but the ritual owner tries to collect a source of capital, by displaying symbols of kinship clans in a sacred room when bathing the corpse. , burial and Tapin (ritual center), so that it appears a knot that the local community is one family so they voluntarily pay for the ritual. In practice, there was a gamble between the family of the ritual owner and the general public at the time of Palpolas. The owner of the ritual tries to show a symbol of social prestige by minimizing the public debt that must be paid off, while the public wants to show a symbol of dominance by depositing Palpolas money more than once
POLITIK KEKERABATAN Anggariani, Dewi
JPP (Jurnal Politik Profetik) Vol 1 No 2 (2013): Jurnal Politik Profetik
Publisher : Department of Political Science, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.754 KB) | DOI: 10.24252/profetik.v1i2a4

Abstract

Human being is ‘zoon politicon’ and human being lives to get involved in politics. This classic statement by Aristotles is still relevant to relate to the political system within the community today. Political structure was established to enhance and to fulfill all needs of human life. Due to this, political system may be applied to all walks of life. For common people, political structure is mainly based on family tree and bloodlines.
Tambang Pasir dan Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat di Pesisir Pantai Anggariani, Dewi; Sahar, Santri; Sayful, M.
SIGn Journal of Social Science Vol 1 No 1: Juni - November 2020
Publisher : CV. Social Politic Genius (SIGn)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.225 KB) | DOI: 10.37276/sjss.v1i1.96

Abstract

Secara umum, pembangunan infrastruktur dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun apabila mengabaikan aspek studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan, maka akan berpotensi menciptakan kerusakan ekologi maupun ekonomi dan sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan kebijakan, juga untuk mengetahui dampak sosial dan ekonomi dari keberadaan tambang pasir terhadap masyarakat Galesong. Penelitian ini menggunakan bentuk studi mikro demografi atau biasa disebut quasi anthropological. Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir pantai Galesong. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas penambangan pasir di wilayah pesisir pantai Galesong dimulai pada Tahun 2017 sehingga belum mengacu pada Perda Sulsel No. 2 Tahun 2019, dimana sebagai acuan untuk mengeluarkan izin lokasi dan izin pengelolaan pertambangan pasir di Sulawesi Selatan. Adapun dampak dari aktivitas penambangan pasir terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah pesisir pantai Galesong, antara lain hilangnya wilayah penangkapan ikan akibat pengerukan pasir laut, menyebabkan air menjadi keruh. Selain itu, terjadi perubahan sosial ekonomi, dimana para nelayan kecil harus meninggalkan aktifitasnya dan bergabung dengan para nelayan penangkap ikan di laut dalam dan menjadi sawi pada punggawa perahu-perahu besar. Dampak selanjutnya adalah adanya patroli polisi laut yang membuat para nelayan merasa tertekan dan tidak lagi memiliki kebebasan untuk melaut seperti dulu kala. Dengan dasar kesimpulan tersebut, diharapkan Pemerintah Daerah membuat model kebijakan dalam pengelolaan aktivitas penambangan pasir di wilayah pesisir pantai Galesong. Jika tidak, cepat atau lambat masalahnya akan semakin membesar.