Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEDUDUKAN ADILLAH ISTI’NASIYYAH DALAM PENGUATAN HUKUM FIKIH NORMATIF Akhmad Husaini; Fathan Jihadul Islam; Deni Irawan
Al-Majaalis : Jurnal Dirasat Islamiyah Vol 9 No 2 (2022): AL-MAJAALIS : JURNAL DIRASAT ISLAMIYAH
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/almajaalis.v9i2.204

Abstract

In Islamic jurisprudence issues, sometimes problems are found for which there are no valid, clear, and firm evidences, whether from the agreed upon evidence or not. There is also issue that has evidences but there are other things that also strengthen the basis. This is not in the context of arguing, but is sometimes used to further solidify the outlook and action. The evidence is called adillah isti’nasiyyah. There are eleven adillah isti’nasiyyah found in this discussion. Two of them deserve to be promoted to adillah mukhtalaf fihi status. The two which went up in status were al-akhzu bi aqalli maqiila and al-istiqra’. The others are al-akhzu bil akhaff, al-akhzu bil aktsar, al-akhzu bil asyaq, al-akhzu bil wasth, dalalatus siyaq, dalalatul iqtiran, weak but has authentic eaning hadiths, al-ihtiyat, al-ilham. Discussions about the adillah isti’nasiyyah separately and comprehensively have not been found and discussed, although they still exist. Of course, it is necessary to elaborate further on this issue in order to add to the body of scientific knowledge. In discussing an Islamic jurisprudence issue, etc., scholars sometimes use this term in order to increase the basis for argumentation, even though in essence the evidences presented are sufficient.
GUGATAN CERAI ISTRI TERHADAP SUAMI YANG MENGIDAP PENYAKIT BERBAHAYA (Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Tulungagung No. 2846/Pdt.G/2021/PA.TA) Muhammad Indra Munandar; Akhmad Husaini
JURNAL HAKAM Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Nurul Jadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33650/jhi.v7i1.5757

Abstract

Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah yang berkedudukan penting dan sakral dalam Islam. Manusia diberikan sebuah wadah untuk berketurunan sekaligus beribadah dengan cara melaksanakan perkawinan sesuai tuntutan agama. Dalam hidup bersama antara suami dan istri sering terjadi persoalan-persoalan yang adalah duri-duri tajam, muncul dari masing-masing pasangan suami istri, ada kesalah pahaman, ketidakcocokan, ada ketidakpuasan karena hal sepele, ada ketidaknyamanan, oleh karena masing-masing orang mempertahankan egonya. Tidak semua perkawinan tujuannya dapat tercapai, perceraian adalah jalan terakhir untuk melepaskan hubungan perkawinan, di tambah penjelasan umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ditemukan asas hukum perkawinan, yang salah satunya adalah asas mempersulit proses hukum perceraian. Salah satu contoh alasan terjadinya perceraian adalah salah satu pihak mendapat penyakit berbahaya berupa gangguan jiwa atau stress akut yang sering kambuh, yang mana berakibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri. Penelitian ini merupakan library research, dan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum dan akibat hukum dari cerai gugat terhadap suami yang mengalami penyakit berbahaya berupa gangguan jiwa atau stress akut yang sering kambuh, dan mengetahui bagaimana proses persidangannya sampai pada Putusan akhir Majelis Hakim.Kata Kunci: Perkawinan, gugat cerai, Hukum fiqih islam.  Marriage is a type of worship that is important and sacred in Islam, humans are given a place to worship as well as worship by carrying out marriage according to religious demands. In living together between husband and wife there are often problems that are sharp thorns, arise from each married couple, there is misunderstanding, incompatibility, there is dissatisfaction because of trivial matters, there is discomfort, because each person maintains his ego. Not all marriage goals can be achieved, divorce is the last resort to let go of marital relations. General explanation of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. There are found principles of marriage law, one of which is the principle of complicating the legal process of divorce. One example of the reason for divorce is that one of the parties gets a dangerous disease in the form of mental disorders or acute stress that often recurs, which results in not being able to carry out their obligations as a husband and wife. This research is a research library, and the data analysis technique in this study is content analysis. This study aims to find out the legal considerations and legal consequences of divorce against husbands who experience dangerous diseases in the form of mental disorders or acute stress that often recur, and find out how the trial process comes to the final decision of the Panel of Judges.Keywords : Marriage, Divorce suit, Islamic fiqh law.
PENGGUNAAN HARTA WAKAF UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI (STUDI KASUS DI MASJID JAMI’ AL-KHIDMAH KECAMATAN GONDANGREJO KARANGANYAR) Ruwaifi Ruwaifi; Akhmad Husaini
JURNAL HAKAM Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Nurul Jadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33650/jhi.v7i1.5758

Abstract

Di antara syari’at Allah yang telah ditetapkan adalah wakaf. Wakaf merupakan suatu bentuk derma dengan memberikan sebagian harta kekayaannya secara sukarela dilakukan dengan tujuan mengharapkan pahala dan rida Allah. Sedangkan tujuan dari wakaf itu sendiri adalah memberikan manfaat harta yang diwakafkan untuk kemaslahatan umat. Oleh karenanya wakaf harus dikelola dengan bijak dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya berdasarkan dengan ketentuan syari’at agama Islam. Jenis penelitian ini menggunakan metode penilitian lapangan yang meliputi masyarakat penduduk sekitar yang terdiri dari jama’ah dan pengurus masjid. Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data, yaitu data primer dan sekunder. Masjid Jami’ Al Khidmah memiliki berbagai jenis inventaris, sebagian barang-barang tersebut jarang digunakan oleh masjid, hal tersebut dapat memicu kerusakan pada barang yang tidak terpelihara dengan baik. Maka dengan kondisi tersebut tidak jarang harta wakaf tersebut digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan, namun penggunaan tersebut hanya bersifat sementara, ada juga yang membelinya. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik yang dilakukan pengurus dan masyarakat sekitar Masjid Jami’ Al-Khidmah tidak sesuai dengan undang-undang di Indonesia yang melarang praktik tersebut, namun apabila statusnya meminjam karena kebutuhan mendesak maka masih diperbolehkan. Pemanfa’atan harta wakaf yang sudah tidak terpakai di masjid tersebut dihukumi menggunakan metode maslahah murasalah karena adanya maslahat yang lebih besar apabila dimanfaatkan dengan baik, dan apabila dibiarkan rusak akan menimbulkan kemudaratan.Kata Kunci:Wakaf, Harta Wakaf Yang Tidak Terpakai, Maslahah Murasalah.
Tinjauan Maqasid Syariah Prespektif Ibnu Taimiyyah terhadap Fatwa Majlis Ulama No. 02/MUNAS-VIII/MUI/2020 Tentang Nikah Wisata Abdullah Abdurrahman Bahmid; Akhmad Husaini
Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya Vol 6 No 3 (2023): Islam and Local Culture
Publisher : LPPM Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31538/almada.v6i3.3580

Abstract

Pernikahan adalah institusi sosial yang penting di hampir semua budaya dan agama di seluruh dunia. Pernikahan diartikan sebagai ikatan antara dua orang yang sah secara hukum dan agama untuk hidup bersama dalam suatu hubungan yang diakui oleh masyarakat. Pernikahan memiliki peran penting dalam membentuk keluarga dan kestabilan sosial, serta sebagai media untuk memenuhi kebutuhan emosional, spiritual, dan fisik dari pasangan yang menikah. Mengenai perkawinan di Indonesia, masih ditemukan praktik pernikahan yang tidak selaras dengan tujuan asal dari sebuah pernikahan. Yang kerap mereka sebut dengan nikah wisata (misyar). Hal ini yang melatarbelakangi untuk menganalisis praktik pernikahan wisata dalam tinjauan maqasid syariah Ibnu Taimiyyah. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji fatwa MUI No. 02/MUNAS- VIII/MUI/ 2020 tentang nikah wisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, dan sifatnya menggunakan metode berpikir deduktif untuk analisis deskriptif. Dan hasil dari penelitian ini adalah bahwasanya nikah wisata tidak selaras dengan tujuan maqasid syariah pada level dharuriyyah, yang menjadikan praktik pernikahan seperti ini menjadi haram.
TINJAUAN MAQASID SYAR’IYYAH PRESPEKTIF IBNU TAIMIYYAH TERHADAP FATWA MAJLIS ULAMA NO. 02/MUNAS-VIII/MUI/2020 TENTANG NIKAH WISATA Abdullah Abdurrahman Bahmid; Akhmad Husaini
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 3 (2023): EDISI BULAN SEPTEMBER
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i3.3483

Abstract

Pernikahan adalah institusi sosial yang penting di hampir semua budaya dan agama di seluruh dunia. Pernikahan diartikan sebagai ikatan antara dua orang yang sah secara hukum dan agama untuk hidup bersama dalam suatu hubungan yang diakui oleh masyarakat. Pernikahan memiliki peran penting dalam membentuk keluarga dan kestabilan sosial, serta sebagai media untuk memenuhi kebutuhan emosional, spiritual, dan fisik dari pasangan yang menikah. Mengenai perkawinan di Indonesia, masih ditemukan praktik pernikahan yang tidak selaras dengan tujuan asal dari sebuah pernikahan. Yang kerap mereka sebut dengan nikah wisata (misyar). Hal ini yang melatarbelakangi untuk menganalisis praktik pernikahan wisata dalam tinjauan maqasid syariah Ibnu Taimiyyah. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji fatwa MUI No. 02/MUNAS- VIII/MUI/ 2020 tentang nikah wisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, dan sifatnya menggunakan metode berpikir deduktif untuk analisis deskriptif. Dan hasil dari penelitian ini adalah bahwasanya nikah wisata tidak selaras dengan tujuan maqasid syariah pada level dharuriyyah, yang menjadikan praktik pernikahan seperti ini menjadi haram.
INKONSISTENSI WASIAT WAJIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM: Menurut Perspektif Fikih Islam Muhammad Yassir; Akhmad Husaini; Khoirul Ahsan
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2023): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di antara hal-hal yang memerlukan kajian dalam era sekarang adalah masalah wasiat wajibah yang dari awal kemunculannya sebagai positif law dianggap sebagai penemuan dan ijtihad masa sekarang. Mesir melalui Undang-undang Nomor 71 tahun 1946 memberlakukan wasiat wajibah terhadap cucu dan atau ibunya telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Undang-undang tersebut menentukan bahwa cucu tidak mendapat warisan jika bersamanya ada anak laki-laki, dan kedudukan cucu di sini adalah sebagai z|awi al-arham. Sedangkan di Indonesia, materi Kompilasi Hukum Islam adalah tentang pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat dan orang tua angkat yang telah disebutkan di dalam pasal 209. Pasal 209 KHI membuat terobosan hukum dalam konteks keindonesiaan yang mengakui adanya hak harta bagi anak maupun orang tua angkat. Sehingga KHI telah memodifikasi wasiat wajibah yang asalnya diperuntukkan bagi kerabat yang memang mempunyai hubungan darah dengan mayit menjadi bercakupan luas kepada yang bukan ahli waris. Wasiat wajibah dari sudut pandang KHI merupakan hasil pertemuan dari dua sistem hukum yakni hukum Islam yang sama sekali tidak mengenal anak angkat dan hukum adat yang memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wasiat wajibah versi KHI dinilai menabrak syariat dikarenakan memberi warisan kepada anak angkat yang notabene bukan ahli waris yang ditentukan dalam Islam. Solusi yang ditawarkan dalam hal ini adalah; wasiat ikhtiyariyyah, hibah, sedekah, takharuj, ijazat al-waratsah, dan rodkh. Ini semua berupaya untuk menjadikan hukum lebih tersegarkan dengan sentuhan solutif yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Kata kunci: Inkosistensi wasiat wajibah, warisan anak angkat, wasiat wajibah KHI
أثر المباحث اللغوية على اختلاف الفقهاء في باب النكاح من كتاب بداية المجتهد لابن رشد (جمعا ودراسة) Hafid Mahmudi; Yusdi Haq; Akhmad Husaini
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 1 (2024): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ملخص البحث لقد اختلف العلماء  في تعيين الحكم لبعض الظروف اختلافا مستمرا، وسبب ذلك أن اللغوية لها تأثير عظيم فاختلفوا  في تعيين الحكم. والمنهج الذي سلكه الباحث في انجاز هذه الدراسة الحالية هو المنهج الوصفي التحليلي القائم على طريقة التحليل باللجوء والرجوع إلى كتاب بداية المجتهد لابن الرشد. والهدف من هذا البحث لمعرفة أثر المباحث اللغوية على اختلاف الفقهاء في باب النكاح من كتاب بداية المجتهد لابن رشد (جمعا ودراسة)، فتأثير  اللغوية عند عبد الوهاب عبد السلام ينقسم إلى ثلاثة أقسام أولا: الاشتراك، وجد الباحث سبع مسائل  منها الثُّيُوبَةِ الَّتِي تَرْفَعُ الْإِجْبَارَ وَتُوجِبُ النُّطْقَ بِالرِّضَا،  حال اليتيم مشهود من جهة اللغة أو الشرع، الشهادة السر هل تسمى الشهادة أم لا في اللغة، تنوع لفظ المسيس من جهة المعنى في اللغة يكون محورا في اثبات الصداق، لفظ (العفو)  في الأية  يتعلق بإسقاط  المهر أو العطاء الطوعي للمهر الكامل في حالة الطلاق، إعادة الضمير، حال المحرم في الرضاع  بطريقة  الوجور واللدود. ثانيا: الحقيقة والمجاز، وجد الباحث مسألة واحدة في الحقيقة والمجاز وهي على أن لفظ النكاح من جهة الحقيقة بمعنى الوطء أو بمعنى العقد. ثالثا: حروف المعاني، وجد الباحث مسألة واحدة في حروف المعاني وهي على أن الاستثناء يحتمل أن يعود لأقرب مذكور أم لا فى مسئلة تزويج أخة الزوجة.كلمات مفتاحية: اللغوية، اختٗلف الفقهاء، النكاح.