Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Analisis Pandangan Masyarakat Giriroto Tentang Keluarga Berencana Di Tinjau Dari Fiqih Islam M.A. Nurfaizi Al Uzma; Khoirul Ahsan
MAQASID Vol 12 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/mqsd.v12i1.17852

Abstract

Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu, kehidupan agamis identik dengan indonesia, baik di dalam pikiran, sikap, ataupun tindakan. Setiap ragam persoalan nasional sedikit banyak terkait dengan agama. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hukum keluarga berencana dalam fiqih islam, untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian pendapat masyarakat Giriroto dengan fiqih islam. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami pada suatu konteks khusus yang alami dan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Hasil penelitiannya adalah KB di desa Giriroto merupakan sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik di bidang agama, kesehatan, pendidikan, keturunan, dan ekonomi. Konsep tersebut sesuai dengan tujuan ḥifẓ al-mujtama’ atau ḥifẓ al-ummah dalam rangka melindungi hak warga yang berkaitan dengan ḥifẓ al-dīn ḥifẓ al-nafs, ḥifẓ al-aql, ḥifẓ al-nasl, dan ḥifẓ al-māl. Pandangan Masyarakat Giriroto tentang Keluarga Berencana dengan Fikih Islam” adalah bahwa Masyarakat WUS (Wanita Usia Subur) di desa Giriroto banyak melakukan KB, dengan alasan beberapa hal diantaranya; 1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, 2. Mendorong kecukupan ASI dan pola asuh yang baik bagi anak, 3. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan, 4. Mencegah penyakit menular seksual, 5. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi, 6. Membentuk keluarga yang berkualitas.
KAJIAN FIKIH TERHADAP PASAL 415 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERZINAAN Muhammad Sibghotulloh L A; Khoirul Ahsan
JURNAL HAKAM Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Nurul Jadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33650/jhi.v7i1.5759

Abstract

Merebaknya fenomena perzinaan sudah diisyaratkan oleh nabi Muhammad ﷺ sejak dahulu, bahwa tanda-tanda hari akhir itu nyata adanya. Maraknya praktik perzinaan ini memang harus mendapat perhatian ekstra baik dari pemerintah, ulama dan masyarakat. Apalagi, nampaknya perzinaan sudah menjadi tren kebiasaan. Padahal Allah Ta’ala telah memberi peringatan keras bagi pelaku zina. Bahkan mendekatinya saja sudah adalah keharaman. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan diperoleh dari literatur dianalisis melalui metode perbandingan hukum, kemudian diambil kesimpulannya. menurut KUHP pasal 415 zina adalah Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya. Sedangkan perzinaan menurut fiqih islam adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan yang sah dan halal, yaitu memasukan alat kelamin laki-laki kedalam kelamin perempuan minimal sampai batas kepala zakar. Sedangkan menurut Para Ulama mazhab fiqih dalam memberikan definisi zina dalam kata yang berbeda, namun memiliki arti kata yang hampir sama Zina dalam hukum islam terbagi menjadi dua macam yaitu zina muhsan dan zina ghairu muhsan. Zina muhsan adalah zina yang dilakukan laki-laki atau wanita dengan status perkawinan sah, hukumannya adalah rajam sampai mati. Sedangkan zina ghairu muhsan adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak terikat perkawinan, hukumannya adalah cambuk seratus kali dan pengasingan setahun disuatu kawasan. Sedangkan zina dalam KUHP tidak ada kategori tertentu dan tidak ada perbedaan hukuman yang akan diterima oleh pelaku. Terdapat persamaan dan perbedaan tentang masalah pezinaan pada fiqih islam dan KUHP diantaranya adalah kriteria pelaku zina, jumlah saksi, jenis hukuman dan tujuan dari pelarangan tindakan zina tersebut.Kata Kunci : Perzinaan, Fiqih Islam, KUHP
Managemen Konflik Pembagian Waris Dalam Keluarga Poligami (Studi Kasus Keluarga Poligami di Desa Lopait, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang) Khoirul Ahsan; Isa Muhammad Shofwan
RIO LAW JURNAL Vol 4, No 1 (2023): Februari-Juli
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/rlj.v4i1.1063

Abstract

ABSTRACT Provisions regarding inheritance in Islam are one of the provisions that have been explained clearly and in detail. This research aims to find out how to be able to manage inheritance distribution conflicts in polygamous families in the people of Lopait Village, Tuntang District, Semarang Regency so as not to have conflicts between the first wife and other wives, manage them by deliberating or visiting religious leaders or to religious courts. This field research is research on the sociology of Islamic law. Information was collected through interviews, observation, documentation, and taking several views of Islamic law regarding inheritance. After the information is collected, it is then analyzed using data collection methods, data presentation, and conclusions, and analyzed using Islamic law. The results of this research are that there are several factors that might be the cause of delays in the distribution of inheritance in polygamous families, and how to manage this conflict. This matter has clear instructions both in the Qur'an and As-Sunnah, namely the traditions of the Prophet shallallaahu alaihi wa sallam and in Article 174 KHI.Keywords: Mawaris Law; Inheritance in polygamous families; Inheritance. ABSTRAK Ketentuan tentang kewarisan dalam Islam ialah salah satu ketentuan yang sudah dijabarkan secara jelas dan rinci. Riset ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara agar bisa memanagemen konflik pembagian waris dalam keluarga poligami pada masyarakat Desa Lopait Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang agar tidak menuai konflik antara istri pertama dengan istri lainnya, memanagemen dengan cara bermusyawarah maupun datang ke pemuka agama atau ke pengadilan agama. Riset lapangan ini ialah riset sosiologi hukum Islam. Informasi dikumpulkan melalui metode wawancara, observasi, dokumentasi, serta mengambil beberapa tinjauan dari hukum Islam tentang pembagian waris. Setelah informasi terkumpul kemudian dianalisis memakai metode pengumpulan data, penyajian data, dan kesimpulan, serta dianalisi menggunakan hukum Islam. Hasil riset ini yakni ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab terhambatnya pembagian waris dalam keluarga poligami, dan bagaimana cara agar bisa memanagemen konflik tersebut.  Perihal tersebut sudah jelas perintahnya baik di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah yaitu hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan dalam Pasal 174 KHI.Kata Kunci: Hukum Mawaris; Waris dalam keluarga Poligami; Harta Warisan.
ANALISIS PENGUSAHA MENINGGALKAN MUAMALAH YANG HARAM: (Studi Fenomologi Pengusaha di Sumbersari Jember) Misbahuzzulam; Abd.Muthalib; Khoirul Ahsan
Al-Majaalis : Jurnal Dirasat Islamiyah Vol 10 No 2 (2023): AL-MAJAALIS : JURNAL DIRASAT ISLAMIYAH
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/amj.v10i2.305

Abstract

Business/entrepreneurship is one of the muamalah practices that the community often engages in, but unfortunately many of them are still involved with the problem of usury for capital. Besides aiming to find out someone's life experience in business. This research was also carried out to explore the causes, namely starting a business, starting capital, constraints when running a business using usury money and the benefits of leaving usury. The research focused on small-scale businesses in Sumbersari, Jember Regency using a qualitative approach. This research uses a type of case study research. A case study is a process of examining, understanding, explaining and testing comprehensively, intensively and in detail about a natural setting of individuals, groups, organizations, institutions, certain cultures, parties, events, certain documents, and so on. Keywords: muamalah; unclean; usury.
Pelanggaran Hak Asasi dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Keluarga Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Positif Indonesia Maajid Alfariszi; Khoirul Ahsan
Shar-E : Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah Vol. 10 No. 2 (2024): Shar-E: Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/shar-e.v10i2.2881

Abstract

This study aims to analyze violations of human rights within the household from the perspectives of Islamic family law and the Positive Law of Indonesia. The research methodology employed is a descriptive-analytical approach, involving data collection from various sources such as literature, legal documents, and case studies. The findings indicate that violations of human rights within the household often occur in various forms, including physical, psychological, and sexual violence, and neglect. In the context of Islamic family law, principles of justice, equality, and family welfare serve as guidelines for addressing cases of human rights violations within the household. On the other hand, the Positive Law of Indonesia provides a strong legal framework for protecting individual rights within the household, although its implementation may require further improvement. Therefore, collaborative efforts among legal institutions, civil society, and religious organizations are necessary to enhance awareness, protection, and enforcement of human rights within the context of the household.
Peran Mediator Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi kasus di Pengadilan Agama Banyuwangi) Abidin, Jainal; Ahsan, Khoirul
Rayah Al-Islam Vol 7 No 3 (2023): Rayah Al Islam Desember 2023
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab Ar Raayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37274/rais.v7i3.774

Abstract

Kabupaten Banyuwangi menempati angka perceraian yang tinggi setelah Malang dan Jember, Sehingga perlu adanya penangan yang tepat untuk mengurangi angka tersebut dengan perantara mediasi yang akan ditengahi oleh mediator. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer melalui wawancara dan sumber data skunder dari kajian pustaka, dan akan dikaji secara naratif. Penulis meneliti di Pengadilan Agama Banyuwangi tentang kebenaran fenomena perceraian yang terjadi, prosedur mediasi yang telah berjalan dan peran-peran mediator dalam menjalankan mediasi di Pengadilan Agama Banyuwangi dalam menekan angka perceraian. Setelah dilakukan penelitian terlihat fenomena perceraian yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi sangat banyak, yaitu mencapai 5.684 kasus perceraian di tahun 2020, 5.974 kasus pada tahun 2021 dan 6005 kasus perceraian di tahun 2022. Prosedur mediasi yang telah terlaksana di Pengadilan Agama Banyuwangi telah sesuai dengan PERMA no. 1 tahun 2016. Mediator memiliki peran yang amat penting dalam mencapai kesepakatan para pihak. Mediator haruslah memiliki sertifikat mediator. Ada beberapa hal yang menghambat jalanya mediasi seperti emosi dan para pihak yang sejak awal tidak ingin dimediasi. Keberhasilan mediasi tidak selamanya diukur dengan pencabutan perkara, namun satu kesepakatan saja sudah bisa menjadi ukuran mediasi berhasil dan sebaliknya apabila tidak ada kesepakatan yang terjadi maka mediasi bisa dikatakan gagal. Banyuwangi Regency has a high divorce rate after Malang and Jember, so there needs to be an appropriate handling to reduce this rate with mediation that will be mediated by a mediator. This research uses a qualitative method with primary data sources through interviews and secondary data sources from literature review, and will be reviewed narratively. The author examines the Banyuwangi Religious Court about the truth of the phenomenon of divorce that occurs, the mediation procedures that have been running and the roles of mediators in carrying out mediation at the Banyuwangi Religious Court in reducing the divorce rate. After the research was conducted, it was seen that the phenomenon of divorce that occurred in Banyuwangi Regency was very large, reaching 5,684 divorce cases in 2020, 5,974 cases in 2021 and 6005 divorce cases in 2022. The mediation procedure that has been carried out at the Banyuwangi Religious Court is in accordance with PERMA no. 1 of 2016. The mediator has a very important role in reaching an agreement between the parties. The mediator must be a certified mediator. There are several things that hinder mediation, such as emotions and parties who do not want to be mediated in the first place. The success of mediation is not always measured by the withdrawal of the case, but one agreement can be a measure of successful mediation and vice versa if no agreement occurs then the mediation can be said to have failed.
Cerai Gugat Suami Gila Dalam Perspektif Maqoshid Syari’ah (Studi Analisis Putusan Hakim PA Pekalongan No. 0078/pdt.G/2015/PA.PKL Ahsan, Khoirul; Nurkholil Yasin, Muhammad Fandi
Rayah Al-Islam Vol 7 No 3 (2023): Rayah Al Islam Desember 2023
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab Ar Raayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37274/rais.v7i3.783

Abstract

Pernikahan merupakan sebuah ikatan antara dua jenis kelamin yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang sebelumnya diharamkan dan bertujuan untuk membangun rumah tangga dan menempuh hidup yang lebih baik menjadi pasangan suami istri. Namun dalam kehidupan sebuah pasangan pasti ada cobaan atau permasalahan sehingga terjadi perselisihan. Salah satu alasan menarik untuk dibahas yaitu gugatan cerai seorang istri terhadap suaminya yang mengalami gangguan jiwa sehingga suami tidak bisa menunaikan hak-haknya. Penelitian ini membahas tentang pandangan maqoshid syari’ah dalam putusan hakim pengadilan agama pekalongan No.0078/pdt.G/2015/PA.PKL terkait gugatan cerai suami gila. Penelitian ini merupakan jenis penelitian telaah pustaka yang bersifat kualitatif yang datanya diperoleh dari bedah pustaka yang berkaitan dengan pembahasan. Hasil dari penelitian ini pandangan maqoshid syariah terkait putusan hakim PA pekalongan No. .0078/pdt.G/2015/PA.PKL belum sesuai, karena melihat dari maslahat yang akan terjadi apabila dikabulkan gugatan cerainya. Dalam berita acara perkara ini istri sudah terpenuhi alasan untuk bercerai, dan di dalamnya istri sering mengalami gangguan. Mereka juga sudah tidak tinggal bersama lagi sejak istri mengandung anak pertamanya. sehingga suami tidak bisa menunaikan hak-haknya, dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Marriage is a bond between two different sexes namely a man and a woman which was previously forbidden and aims to build a household and lead a better life as a married couple. But in the life of a couple there must be trials or problems so that disputes occur. One interesting reason to discuss is a wife's divorce lawsuit against her husband who has a mental disorder so that the husband cannot fulfill his rights. This study discusses the views of maqoshid shari'ah in the decision of the judge of the Pekalongan Religious Court No.0078 / pdt. G/2015/PA. PKL related to the divorce lawsuit of a crazy husband. This research is a type of qualitative literature review research whose data is obtained from literature review related to the discussion. The results of this study are the views of maqoshid shari'ah related to the decision of the PA judge pekalongan No. . 0078/pdt. G/2015/PA. PKL is not yet appropriate, because it sees from the benefits that will occur if the divorce lawsuit is granted. In the minutes of this case the wife has fulfilled the reason for divorce, and in it the wife often experiences interference. They have also not lived together since his wife became pregnant with his first child. So that the husband cannot fulfill his rights, and provide for his family.
Hukum Penjatuhan Talak Dengan Bahasa Kiasan Dalam Prespektif Madzhab Syafi’i dan Hukum Positif Zidan Hanafi, Aqsol; Ahsan, Khoirul
Rayah Al-Islam Vol 8 No 3 (2024): Rayah Al Islam Agustus 2024
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab Ar Raayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37274/rais.v8i3.1088

Abstract

Penjatuhan talak menjadi salah satu dari penyebab perceraian. Ungkapan talak yang menggunakan kalimat yang jelas atau shorih dan niat suami untuk mentalak istrinya menjadi dua syarat agar talak itu menjadi sah. Peneliti kali ini membahas tentang hukum sah atau tidaknya penjatuhan talak dalam bahasa kiasan dari prespektif Madzhab Syafi’i dan Hukum positif Indonesia. Metodologi penelitian yang digunakan adalah Studi Pustaka (library search) dengan cara memanfaatkan informasi-informasi dan karya-karya ilmiah yang sudah ada yang berkaitan dengan penelitian ini untuk memperoleh data yang relevan. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Madzhab Syafi’i sudah diambil suatu hukum tentang seorang suami yang menjatuhi talak istrinya dengan bahasa kiasan dihukumi sah. Sebab diambilnya hukum itu melihat pada niat seorang suami. Sah hukumnya talak menggunakan bahasa kiasan jika pada suami sterdapat niat untuk mentalak istri. Sedangkan dari sisi Hukum Positif Indonesia, tidak membedakan antara penjatuhan talak menggunakan kalimat yang jelas atau shorih dan menggunakan bahasa kiasan. Yang mana itu menunjukkan bahwa talak yang diucapkan seorang suami kepada istrinya dalam bentuk apapun akan dianggap tidak sah atau tidak terhitung jika tidak diajukan dan tidak dilakukan didepan Pengadilan Agama. The use of the divorce sentence is one of the causes of divorce. The expression of divorce using clear sentences or shorih and the husband's intention to divorce his wife are two conditions for the divorce to be valid. This time the researcher discusses whether or not divorce is valid using figurative language from the perspective of the Syafi'i Madzhab and Indonesian positive law. The research methodology used is library search by utilizing existing information and scientific works related to this research to obtain relevant data. The results of this research reveal that the Syafi'i Madzhab has adopted a law regarding a husband who divorces his wife using figurative language and is legally punished. Because the law is taken looking at a husband's intentions. It is legal to divorce using figurative language if the husband has the intention to divorce his wife. Meanwhile, from the perspective of Indonesian Positive Law, there is no distinction between giving divorce using clear sentences or sharih and using figurative language. Which shows that divorce pronounced by a husband to his wife in any form will be considered invalid or uncountable if it is not submitted and is not carried out before a Religious Court
INKONSISTENSI WASIAT WAJIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM: Menurut Perspektif Fikih Islam Muhammad Yassir; Akhmad Husaini; Khoirul Ahsan
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2023): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di antara hal-hal yang memerlukan kajian dalam era sekarang adalah masalah wasiat wajibah yang dari awal kemunculannya sebagai positif law dianggap sebagai penemuan dan ijtihad masa sekarang. Mesir melalui Undang-undang Nomor 71 tahun 1946 memberlakukan wasiat wajibah terhadap cucu dan atau ibunya telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Undang-undang tersebut menentukan bahwa cucu tidak mendapat warisan jika bersamanya ada anak laki-laki, dan kedudukan cucu di sini adalah sebagai z|awi al-arham. Sedangkan di Indonesia, materi Kompilasi Hukum Islam adalah tentang pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat dan orang tua angkat yang telah disebutkan di dalam pasal 209. Pasal 209 KHI membuat terobosan hukum dalam konteks keindonesiaan yang mengakui adanya hak harta bagi anak maupun orang tua angkat. Sehingga KHI telah memodifikasi wasiat wajibah yang asalnya diperuntukkan bagi kerabat yang memang mempunyai hubungan darah dengan mayit menjadi bercakupan luas kepada yang bukan ahli waris. Wasiat wajibah dari sudut pandang KHI merupakan hasil pertemuan dari dua sistem hukum yakni hukum Islam yang sama sekali tidak mengenal anak angkat dan hukum adat yang memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wasiat wajibah versi KHI dinilai menabrak syariat dikarenakan memberi warisan kepada anak angkat yang notabene bukan ahli waris yang ditentukan dalam Islam. Solusi yang ditawarkan dalam hal ini adalah; wasiat ikhtiyariyyah, hibah, sedekah, takharuj, ijazat al-waratsah, dan rodkh. Ini semua berupaya untuk menjadikan hukum lebih tersegarkan dengan sentuhan solutif yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Kata kunci: Inkosistensi wasiat wajibah, warisan anak angkat, wasiat wajibah KHI
CERAI GUGAT (KHULU’) KARENA SUAMI HILANG (MAFQUD) PERSPEKTIF FIKIH HAMBALI (Analisis Putusan Pengadilan Agama Sorong Nomor 57/Pdt.G/2018/PA.Srog) Jundulloh, Abdurrohman Muhammad; Ahsan, Khoirul
AS-SALAM Vol 13 No 02 (2024): PENDIDIKAN DAN HUKUM: TANTANGAN, SOLUSI
Publisher : LPPM STAI DARUSSALAM LAMPUNG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51226/assalam.v13i02.712

Abstract

Abstract Mafqud, according to the Hambali madzhab, is someone who has disappeared from his place of residence and his whereabouts and news are unknown, whether he is alive or dead. Mafqud is one of the reasons for the permissibility of divorce (khulu') or faskh. The purpose of this study is to provide an understanding of the Hambali fiqh perspective on this issue and slightly analyze whether the court's decision is in accordance with the Hambali fiqh perspective. This research uses literature review. The method used is qualitative analysis. The results of this study are: In the case of mafqud who is dhamically safe, the wife must wait up to 90 years from the birth of the person. Meanwhile, if the mafqud who is not physically safe, then after the lapse of 4 years from the disappearance of the husband is considered dead. After that, the wife can have an iddah period of four months and ten days. The decision of the Sorong Religious Court Number 57/Pdt.G/2018/PA.Srog in this discussion according to the author is in accordance with the perspective of Hambali fiqh. Keywords: Divorce, Mafqud, Hambali Fiqh. Abstrak Tujuan dari studi ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang perspektif fikih Hambali dalam masalah ini dan sedikit menganalisis apakah putusan pengadilan tersebut sudah sesuai dengan perspektif fikih Hambali. Mafqud, menurut madzhab Hambali adalah seseorang yang hilang dari tempat tinggalnya dan tidak diketahui keberadaan serta kabarnya apakah masih hidup atau sudah mati. Mafqud merupakan salah satu alasan diperbolehkannya cerai gugat (khulu’) ataupun faskh. Penelitian ini menggunakan kajian studi pustaka. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah: Apabila mafqud yang secara dzahirnya selamat, maka istri harus menunggu hingga 90 tahun sejak kelahiran orang tersebut. Sedangkan jika mafqud yang secara dzahirnya tidak selamat, maka setelah lewat 4 tahun dari hilangnya suami dianggap sudah mati. Setelah itu, istri bisa bermasa iddah selama empat bulan sepuluh hari. Adapun putusan Pengadilan Agama Sorong Nomor 57/Pdt.G/2018/PA.Srog dalam pembahasan ini menurut penulis sudah sesuai dengan perspektif fikih Hambali. Kata Kunci: Cerai Gugat, Mafqud, Fikih Hambali.