Firdhan Aria Wijaya
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pattimura, Ambon, Indonesia

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

MENCIPTA RUANG, MENGGAPAI LANGIT: PENDIDIKAN PUBLIK KRITIS DAN RUANG ALTERNATIF MINORITAS DI YOGYAKARTA DAN BANDUNG Karolus, Meike Lusye; Wijaya, Firdhan Aria
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 22 No. 1 (2020)
Publisher : P2KK LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmb.v22i1.938

Abstract

Since 2016, there have been several cases in intolerance towards minority groups in Yogyakarta and Bandung. Those actions were triggered by conservative-extremist religious groups which are seemingly becoming powerful source for disintegration as well as threats to the freedom of expression and diversity. With the lack of protection from regional government apparatus, initiative grassroots movements tend to find alternative ways that open possibilities to create a space for minority groups. In Yogyakarta, there is Pemetik Buah Khuldi, a community which provides alternative critical public education related to diversity issues and democracy. Meanwhile in Bandung, there is Panggung Minoritas, an initiative that creates a safe space to gender and sexual minorities meet, share, learn and discuss about gender and sexuality topics. Both groups have similar purposes which cultivate awareness and support minorities rights through education, support groups, and creative activities. By examining both independent community?s activities through ethnographic approach, we analyze how these groups are becoming prevalent in the area of Java where have high numbers of intolerances and the reason why they prefer grassroots movement to government-approved groups to support minority groups. Furthermore, this article seeks to contribute a relevant perspective on recent situation of marginal groups and part of our critical reflection on responding of common project failure to recognise diversity. Keywords: grassroots, minority group, disintegration, intolerance Abstrak Sejak tahun 2016, intoleransi terhadap kelompok minoritas marak muncul di Yogyakarta dan Bandung. Tindakan-tindakan itu dipicu oleh sederet kelompok agama tertentu yang konservatif nan ekstremis. Kelompok-kelompok tersebut berpotensi menjadi sumber kuat untuk disintegrasi bangsa dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan keberagaman. Dengan kurangnya perlindungan dari aparat pemerintah daerah, inisiatif gerakan akar rumput cenderung menempuh cara-cara alternatif untuk menciptakan ruang bagi kelompok-kelompok minoritas. Di Yogyakarta, terdapat Pemetik Buah Khuldi, sebuah komunitas yang menyediakan alternatif pendidikan publik kritis terkait dengan isu keberagaman dan demokrasi. Sementara itu, di Bandung, terdapat Panggung Minoritas, sebuah komunitas yang berinisiatif menciptakan ruang yang aman bagi minoritas gender dan seksual untuk bertemu, berbagi, belajar, dan mendiskusikan topik gender dan seksualitas. Kedua kelompok tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menumbuhkan kesadaran dan mendukung minoritas melalui dialog, kepedulian kolektif, dan kegiatan kreatif. Dengan menelusuri aktivitas kedua komunitas tersebut melalui pendekatan etnografi, kami menganalisis bagaimana keduanya hadir di tengah meningkatnya jumlah intoleransi di pulau Jawa dan motivasi di balik mengapa mereka lebih memilih gerakan akar rumput daripada kelompok yang sah untuk membantu mereka. Selain itu, artikel ini berupaya memberikan kontribusi untuk mengisi perspektif yang relevan mengenai situasi terkini kelompok marginal dan bagian dari refleksi kritis dalam merespons kegagalan mengenali keberagaman. Kata kunci: akar rumput, kelompok minoritas, disintegrasi, intoleransi
Mencipta Ruang, Menggapai Langit: Pendidikan Publik Kritis dan Ruang Alternatif Minoritas di Yogyakarta dan Bandung Meike Lusye Karolus; Firdhan Aria Wijaya
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 22 No. 1 (2020)
Publisher : LIPI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmb.v22i1.938

Abstract

Since 2016, there have been several cases in intolerance towards minority groups in Yogyakarta and Bandung. Those actions were triggered by conservative-extremist religious groups which are seemingly becoming powerful source for disintegration as well as threats to the freedom of expression and diversity. With the lack of protection from regional government apparatus, initiative grassroots movements tend to find alternative ways that open possibilities to create a space for minority groups. In Yogyakarta, there is Pemetik Buah Khuldi, a community which provides alternative critical public education related to diversity issues and democracy. Meanwhile in Bandung, there is Panggung Minoritas, an initiative that creates a safe space to gender and sexual minorities meet, share, learn and discuss about gender and sexuality topics. Both groups have similar purposes which cultivate awareness and support minorities rights through education, support groups, and creative activities. By examining both independent community’s activities through ethnographic approach, we analyze how these groups are becoming prevalent in the area of Java where have high numbers of intolerances and the reason why they prefer grassroots movement to government-approved groups to support minority groups. Furthermore, this article seeks to contribute a relevant perspective on recent situation of marginal groups and part of our critical reflection on responding of common project failure to recognise diversity. Keywords: grassroots, minority group, disintegration, intolerance Abstrak Sejak tahun 2016, intoleransi terhadap kelompok minoritas marak muncul di Yogyakarta dan Bandung. Tindakan-tindakan itu dipicu oleh sederet kelompok agama tertentu yang konservatif nan ekstremis. Kelompok-kelompok tersebut berpotensi menjadi sumber kuat untuk disintegrasi bangsa dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan keberagaman. Dengan kurangnya perlindungan dari aparat pemerintah daerah, inisiatif gerakan akar rumput cenderung menempuh cara-cara alternatif untuk menciptakan ruang bagi kelompok-kelompok minoritas. Di Yogyakarta, terdapat Pemetik Buah Khuldi, sebuah komunitas yang menyediakan alternatif pendidikan publik kritis terkait dengan isu keberagaman dan demokrasi. Sementara itu, di Bandung, terdapat Panggung Minoritas, sebuah komunitas yang berinisiatif menciptakan ruang yang aman bagi minoritas gender dan seksual untuk bertemu, berbagi, belajar, dan mendiskusikan topik gender dan seksualitas. Kedua kelompok tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menumbuhkan kesadaran dan mendukung minoritas melalui dialog, kepedulian kolektif, dan kegiatan kreatif. Dengan menelusuri aktivitas kedua komunitas tersebut melalui pendekatan etnografi, kami menganalisis bagaimana keduanya hadir di tengah meningkatnya jumlah intoleransi di pulau Jawa dan motivasi di balik mengapa mereka lebih memilih gerakan akar rumput daripada kelompok yang sah untuk membantu mereka. Selain itu, artikel ini berupaya memberikan kontribusi untuk mengisi perspektif yang relevan mengenai situasi terkini kelompok marginal dan bagian dari refleksi kritis dalam merespons kegagalan mengenali keberagaman. Kata kunci: akar rumput, kelompok minoritas, disintegrasi, intoleransi
Kontribusi Supermarket Lokal “Ada Baru” terhadap Akses Pangan Ibu Rumah Tangga di Kota Salatiga Octapian Rolan Saragih; Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari; Firdhan Aria Wijaya
Amerta Nutrition Vol. 6 No. 1 (2022): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/amnt.v6i1.2022.21-31

Abstract

Latar Belakang: Perkembangan supermarket di Indonesia dipengaruhi oleh peningkatan populasi, antusiasme daya beli masyarakat dan permintaan kebutuhan produk yang dikonsumsi serta pertambahan pendapatan. Namun, pertambahan pendapatan tidak sepenuhnya mendukung pertumbuhan ritel di perkotaan karena terdapat perbedaan kelas sosial ekonomi. Disisi lain, perbedaan kelas sosial ekonomi membantu bertumbuhnya supermarket lokal, yang dapat membantu menjembatani masyarakat kelas menengah bawah untuk menikmati modernisasi, dalam sektor makanan dan pengadaan makanan. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada peran perempuan dalam ketahanan pangan. Perempuan berperan penting dalam upaya untuk merencanakan, mengelola, dan menyiapkan pangan untuk keluarga. Konsumsi skala rumah tangga berkontrIbusi tinggi terhadap supermarket lokal.Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi supermarket lokal dalam memberikan  akses pangan Ibu rumah tangga di Kota Salatiga.Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui teknik photovoice dan akan dianalisis menggunakan analisis tematik.Hasil: Hasil eksplorasi dari penelitian ini memunculkan 4 tema besar yaitu memori bersama Ada Baru, akses dan fasilitas supermarket lokal Ada Baru, daya tarik Ada Baru: produk, cara membayar, dan persaingan harga, dan pelayanan yang diberikan terhadap konsumen.Kesimpulan: Supermarket Ada Baru memiliki kontrIbusi terhadap konsumsi pangan rumah tangga, hal itu juga didukung oleh era globalisasi. Era globalisasi meningkatkan kebiasaan berbelanja dan makan yang berkembang. Sehingga menyebabkan transformasi yang cepat ke makanan olahan.
Akses Pangan Rumah Tangga Petani pada Kelompok Tani Qaryah Thayyibah di Kota Salatiga Yunita Vera Lestari; Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari; Firdhan Aria Wijaya
Amerta Nutrition Vol. 6 No. 1 (2022): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/amnt.v6i1.2022.72-81

Abstract

Latar Belakang: Akses pangan merupakan cara yang dilakukan untuk menjangkau pangan oleh setiap rumah tangga terhadap pangan yang tersedia. Apabila rumah tangga kurang maksimal dalam mengakses pangan maka rumah tangga tersebut rentan akan pangan termasuk rumah tangga petani. Petani bukan hanya berperan penting dalam memproduksi pangan untuk masyarakat tetapi juga petani juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangganya secara beragam. Keikutsertaan rumah tangga petani dalam organisasi kelompok tani menjadi salah satu alternatif.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aksesibilitas rumah tangga petani di Kota Salatiga yang tergabung dalam suatu organisasi untuk memenuhi kebutuhan pangannya.Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan pangan di tempat tinggal partisipan yang bergabung dalam SPPQT (Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah) berada pada kondisi pangan cukup dan tidak rawan serta akses pangan yang dilakukan partisipan bermacam-macam dalam pemenuhan pangan rumah tangga. Selama pandemi COVID-19, hadir organisasi lainnya bernama KPI (Koalisi Perempuan Indonesia). Kedua organisasi yang diikuti oleh partisipan tidak berpengaruh dalam akses untuk pemenuhan pangan rumah tangga.Kesimpulan: bahwa partisipan memiliki akses yang mudah dalam pemenuhan pangan agar dapat tercukupi dan organisasi yang diikuti oleh partisipan tidak memberikan pengaruh pada pemenuhan pangan hanya saja membantu dalam pemberdayaan yang meningkatkan pengalaman serta kreativitas anggotanya dalam mengolah pangan lokal. 
Penerapan Sustainable Food System pada Kelompok Tani di Desa Batur Skolastika Olivia Puspita; Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari; Firdhan Aria Wijaya
Amerta Nutrition Vol. 6 No. 4 (2022): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/amnt.v7i4.2022.362-368

Abstract

Background: Recently, the increase in population and the shift in food consumption patterns has affected the whole food production system. In addition, it encourages the government to implement imports, which causes a fluctuation of food prices and can affect food vulnerability for the poor. Most of the population in Indonesia live as farmers in the countryside. Some of them tend to struggle because of the uncertainty of food production which is caused by the limitations of natural resources, climate change, and natural disasters. Consequently, it makes them food insecure. Some of the farmers have already employed organic horticultural agriculture. It means indirectly they have already applied a sustainable food system that has a positive impact on three-dimensional aspects: economic values, social benefits, and environmental sustainability. Objectives: The purpose of this study is to determine the extent to which farmers have implemented a sustainable food system. Methods: With the qualitative method, this research uses Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews approach to find out the opinions of participants on implementing a sustainable food system. Results: It can be confirmed from this research that all of the participants have applied the sustainable food system (SFS) theory from their own perspectives. They consider using less chemical fertilizer and pesticides, sharing information about how to manage pests, fungus, and diseases among the farmers; and using the intercropping method. Based on those activities, they construct their own sustainability. Conclusions: The conclusion from this study found that participants have implemented SFS in different ways, although the SFS theory carried out by research participants has the same goal, namely for sustainability for future generations.
Akses Pangan Lansia Perempuan Kepala Keluarga di Kelurahan Kumpulrejo Salatiga, Indonesia: Food Access Elderly Women Head Household in Kumpulrejo Salatiga, Indonesia Eza Media Arlan; Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari; Firdhan Aria Wijaya
Amerta Nutrition Vol. 7 No. 1 (2023): AMERTA NUTRITION (Bilingual Edition)
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/amnt.v7i1.2023.131-138

Abstract

Background: Food security exists when everyone has access to sufficient, safe, nutritious food to maintain a healthy and active life. There are still food-insecure groups at the global and national levels, even though almost every country has already regulated food security. Older women's household headship with physical limitations, the stigma in society, and mainly the patriarchal culture surrounding them create boundaries for them to do various jobs in the domestic and public sphere to fulfill their daily needs. Objectives: By exploring women's intersectionality, this research aimed to seek the narration of the older woman as the head of the household in Kumpulrejo, Salatiga, and how they access their food. Methods: Qualitative method with participatory observation was used to understand more about their activities. Meanwhile, this research also conducted an in-depth interview to gather participants' information. Five elderly female household headship in Kumpulrejo were randomly recruited. Results: Elderly women household headship in Kumpulrejo in their old age still had problems accessing food. However, participants had various strategies for fulfilling daily food, so they were still in good condition. In the social environment, participants still mingle with the community, regardless of age and social status. Participants' ownership of kitchens and clean water still needed to be in better condition, thus increasing the risk of experiencing infections or other diseases. Conclusions: Elderly female households had easy access to food because of their various strategies, such as borrowing from local vegetable vendors to meet their daily food needs.
THE ROLE OF DAYAK BAKATI WOMEN IN KIUNG VILLAGE IN MAKING BIA AS A FORM OF MAINTAINING FOOD TRADITIONS Ana, Jaklin; Elingsetyo Sanubari, Theresia Pratiwi; Wijaya, Firdhan Aria
Salasika Vol 4 No 2 (2021): Salasika (Indonesian Journal of Gender, Women, Child, and Social Inclusion's Stud
Publisher : Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender & Anak Indonesia (ASWGI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1584.699 KB) | DOI: 10.36625/sj.v4i2.81

Abstract

The role of the Dayak Bakati women in Kiung Village is very important in preparing the traditional maka'k dio pade ceremony. This tradition uses food products that are processed as complementary materials for carrying out traditional rituals. Purpose: This study aims to determine the role of Dayak Bakati women from Kiung Village in food processing to sustain food traditions and customs. Method: A qualitative approach with a direct interview technique was used. Results: The Dayak Bakati women live daily as farmers and fulfill household needs from garden and field products. This shows that they are closely related to nature, society, and customs. Conclusion: The Dayak Bakati women not only become housewives but also practicefarming and gardening to achieve food sovereignty. The improvement and fulfillment of food traditions relate to the food sovereignty of the community and the method of processing bia for the maka'k dio pade tradition. However, this tradition is rarely practiced due to the belief in individual religion, but thisis not the major reason for the decline. The maka'k dio pade is rarely carried out by the 2000s generation because they have migrated to study abroad. Keywords: Tradition, food sovereignty, the role of women
Navigasi Krisis COVID-19 dalam Narasi Daya Juang Agensi Komunitas Transpuan Yogyakarta Perdana, Arika Bagus; Karolus, Meike Lusye; Wijaya, Firdhan Aria
Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 22, No 2 (2024): Agustus 2024
Publisher : Univeritas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jik.v22i2.13035

Abstract

Artikel ini menelusuri narasi agensi dan perjuangan kolektif komunitas transpuan dalam merespons pandemi COVID-19 di Yogyakarta. Pandemi meningkatkan kerentanan ekonomi dan sosial komunitas transpuan, memaksa mereka merespons secara kolektif. Penelitian ini berfokus pada agensi transpuan dalam memberdayakan komunitas, mengakumulasi modal sosial, dan perubahan selama pandemi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan wawancara mendalam terhadap pemimpin dan anggota berbagai komunitas transpuan: Keluarga Besar Waria Yogyakarta (Kebaya), Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, dan Ikatan Waria Yogyakarta (IWAYO). Dengan mengadopsi konsep navigasi sosial, kami menganalisis fleksibilitas, negosiasi, dan adaptasi komunitas transpuan untuk mengatasi dan mengendalikan situasi tak terduga akibat pandemi. Setiap gerakan dan tindakan komunitas transpuan membutuhkan kepemimpinan yang terbuka dan fleksibel untuk bertahan dalam krisis COVID-19. Proses navigasi sosial ini juga membuka jalan bagi penerimaan dan inklusi sosial yang lebih baik dari masyarakat.