Penelitian ini mengkaji secara komprehensif pertanggungjawaban korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup di Indonesia. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas korporasi menjadi tantangan krusial, mengancam keberlanjutan ekologis, sosial, dan ekonomi. Realitanya, korporasi seringkali mengabaikan prinsip keberlanjutan dan batasan hukum. Sebuah kasus di Dairi Sumatera Utara, di mana sebuah proyek penambangan memicu kekhawatiran serius akan dampak limbah tambang, ancaman sumber air bersih, dan risiko di daerah rawan gempa, menjadi cerminan masalah ini dan objek utama penelitian. Tujuan kajian ini adalah menganalisis evolusi kerangka hukum pertanggungjawaban korporasi di Indonesia serta menelaah Putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024 dari perspektif Maslahah Mursalah.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yang diterapkan meliputi judicial case studies untuk menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024 secara detail, pendekatan perundang-undangan (statute approach) untuk mengkaji hukum positif relevan, serta pendekatan konseptual untuk mendalami pertanggungjawaban korporasi berdasarkan Maslahah Mursalah. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur dan analisis dokumen hukum.Pengelolaan dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan korporasi sebagaimana termaktub di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024 melakukan pelanggaran hukum substansif dan prosedural, yaitu lemahnya dokumen AMDAL dan kurangnya partisipasi publik, yang menciptakan kerusakan lingkungan hidup. Pengaturan pertanggungjawaban korporasi di Indonesia mencakup sanksi administratif, perdata (dengan prinsip tanggung jawab mutlak), dan pidana berdasarkan UUPPLH, yang diperbarui oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan diperkuat oleh PERMA Nomor 13 Tahun 2016. Putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024 ditinjau dari Maslahah Mursalah menunjukkan bahwa keputusan Mahkamah Agung tersebut selaras dengan tujuan syariah untuk mendatangkan kemaslahatan umum (jalb al-manafi') dan menolak kemudaratan (dar' al-mafasid), dengan mengutamakan perlindungan ekosistem vital dan kesejahteraan masyarakat di atas kepentingan ekonomi yang berisiko. Dengan demikian, kerangka pertanggungjawaban korporasi di Indonesia menunjukkan kematangan karena mengintegrasikan hukum positif, penegakan yudisial, dan nilai etika-spiritual demi keadilan dan keberlanjutan lingkungan.Namun dibutuhkan ketegasan para aparat penegak hukum untuk melaksanakannya dengan maksimal.