Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENGATURAN KEWENANGAN INSTANSI PELAKSANA PEMERINTAH DALAM INTEGRASI KEBIJAKAN E-GOVERNMENT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK Nabila Syahrani
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nabila Syahrani, Shinta Hadiyantina, Amelia Ayu Paramitha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: nabilasyahrani@student.ub.ac.id Abstrak Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan PENGATURAN KEWENANGAN INSTANSI PELAKSANA PEMERINTAH DALAM INTEGRASI KEBIJAKAN E-GOVERNMENT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK. Pilihan ini di latarbelakangi oleh reformasi birokrasi dimana sekarang pelayanan publik sudah menuju digitalisasi. Disatu sisi pada ketentuan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 angka 13 huruf b menginstruksikan penghilangan sekat-sekat kewenangan antar instansi pemerintah dalam e-goverment namun pada ketentuan lain, yaitu angka 28 huruf a justru menginstruksikan bahwa pelaksana tanggung jawab dari e-government ini juga tetap berpegang teguh terhadap kewenangan instansinya masing-masing. Oleh karena itu, hal ini tentu merupakan suatu bentuk standar ganda yang menimbulkan kekaburan hukum dan memang dalam ketentuan yang berkaitan dengan e-government ini belum mengatur secara rigit mengenai pengintegrasian kebijakan dengan menghilangkan sekat-sekat kewenangan antar instansi pelaksana pemerintah dalam e-government dimana hal ini yang nantinya akan menimbulkan permasalahan hukum. Hal ini disebabkan karena masing-masing intstansi tidak mau kewenangannya saling diintervensi atau dicampuradukkan satu sama lain apalagi kalau melihat ketentuan Instruksi Presiden No.3 Tahun 2003 tersebut kewenangannya antar instansi justru seakan-akan direduksi, padahal bagaimana bisa suatu Instruksi Presiden bisa mereduksi kewenangannya suatu instansi pelaksana pemerintah yang kewenangannya sendiri bersumber dari Undang-Undang yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan Instruksi Presiden. Kata Kunci: kewenangan, instansi pelaksana, e-government, pelayanan publik Abstract This research discusses the issue regarding the authority of acting governmental institutions in the integration of e-government policy concerning public services. This topic departed from the bureaucratic reform that is sifting to digitization. On one hand, the provision of the Presidential Instruction Number 3 of 2003 Number 13 point b instructs the abolishment of authority borders between government institutions and e-government. On the other hand, another provision in Number 28 point a implies that the responsibility of the e-government must adhere to the authority of each institution. Therefore, these mixed regulations represent double standards that lead further to the vagueness of the law. Moreover, it holds that the regulation concerning e-government has not rigidly governed the integration of policy by lifting authority borders between acting government institutions and e-government. This issue will certainly give rise to a legal problem since each institution will not give it a slight chance to be interfered with by others. Moreover, the Presidential Instruction Number 3 of 2003 implies that the authority of institutions is reduced. This is unacceptable recalling that government authorities are derived from laws with a position higher than the Presidential Instruction. Keywords: authority, implementing agencies, e-government, public servicesana, e-government, pelayanan publik
Syarat Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pasal 169 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Menurut Perspektif Fiqh Siyasah Vina Fadila Putri; Nabila Syahrani; Wahyu Ardiansyah Hasibuan; Azizah Ainun Maharani; M Fahri Sabrian
Tabayyun : Journal Of Islamic Studies Vol. 1 No. 01 (2023)
Publisher : Tabayyun : Journal Of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Untuk dapat memahami persyaratan calon presiden dan wakil presiden, perlu merujuk pada undang-undang yang mengatur pemilihan presiden dan wakil presiden, yakni Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Undang-Undang tersebut mengatur syarat calon presiden dan wakil presiden. Syarat kewarganegaraan menjadi poin kritis dalam menentukan kelayakan seorang individu untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden. Undang-Undang Pemilihan Umum menetapkan bahwa calon presiden dan wakil presiden harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Aspek usia juga menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh calon presiden dan wakil presiden. Calon presiden serta wakilnya minimal harus berusia 40 tahun pada saat dilantik. Penetapan batasan usia ini bertujuan untuk memastikan bahwa calon presiden dan wakil presiden memiliki pengalaman dan kedewasaan yang memadai dalam memimpin Negara. Syarat ketiadaan pidana menjadi unsur penting dalam menilai integritas calon presiden dan wakil presiden. Pemimpin Negara di Indonesia memiliki peran yang sangat krusial dalam mengelola dan mengarahkan kebijakan negara. Dalam perspektif fiqih siyasah, yang merupakan cabang ilmu fiqih yang membahas masalah-masalah pemerintahan dan kepemimpinan, posisi kepala negara atau pemimpin kementerian negara memegang peran yang sangat penting. Untuk memahami lebih dalam tentang konsep fiqih siyasah dalam konteks kementerian negara, kita dapat menjelajahi beberapa aspek kriteria dan tanggung jawab yang seharusnya dimiliki oleh pemimpin negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif, yang dikenal sebagai penelitian hukum kepustakaan. Metode ini melibatkan penelusuran literatur yang relevan untuk kemudian dianalisis.
Pendampingan Pemanfaatan Limbah Serat Aren sebagai Inovasi Bahan Bakar Alternatif Briket di Desa Sukamaju Muhammad Rifai; Novan Somantri; Nabila Syahrani; Arifin; Syauqi Ramadhan; Risma Sepia; Alif Khanda Wicaksana; Iwan Satriyo Nugroho
JURPIKAT (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat) Vol. 6 No. 3 (2025)
Publisher : Politeknik Piksi Ganesha Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37339/jurpikat.v6i3.2687

Abstract

Sukamaju Village, Sumedang, is an area that relies on the agricultural and home industry sectors for income, including the processing of aren starch. This production process generates fiber waste that is not optimally utilized and has the potential to pollute the environment. This Community Service Program (CSP) aims to educate and train the community in utilizing arenga fiber waste to create environmentally friendly briquettes called BARASKA (Sukamaju Fire Coal). The activities were carried out thru a participatory approach involving observation, education, technical training, and mentoring. The results show that arenga fiber waste can be processed into effective and efficient briquettes as an alternative fuel. This program also successfully raised public awareness and skills, opened up new business opportunities, and contributed to environmental management. Despite still facing constraints in production and marketing tools, this initiative shows great potential in building a circular economy and sustainable villages.