Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perubahan Arsitektur Tradisional Makassar terhadap Pengembangan Hunian Pengolah Batu Bata (Studi Kasus: Permukiman Pengolah Batu Bata di Desa Bontolangkasa Kec. Bontonompo Kab. Gowa Sulawesi Selatan) Imriyanti; Shirly Wunas; Mimik Arifin; Idawarni J. Asmal
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 7 No. 3 (2018): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.7.3.168

Abstract

Pembangunan yang berkembang di berbagai bidang dapat mempengaruhi proses pembaharuan rumah tradisional, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan penghuninya. Masyarakat pengolah batu bata merupakan masyarakat suku Makassar yang memiliki hunian tradisional yang berbentuk panggung. Saat ini hunian pengolah batu bata mengalami perubahan, sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana perubahan arsitektur tradisional Makassar dalam pengembangan huniannya. Pengembangan hunian disesuaikan kebutuhan penghuni untuk menunjang kehidupannya dalam berusaha di bidang pengolahan batu bata yang memberikan wujud hunian produktif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kasus. Analisis data digunakan yaitu metode kuantitatif dihitung secara prosentase ditabulasikan untuk mempermudah pengelompokkan data dan metode kualitatif untuk menganalisis data kuantitatif dalam bentuk pemaparan. Pengembangan yang terjadi pada hunian pengolah batu bata nampak pada pola pembagian ruang hunian. Ruang hunian yang bertambah adalah area kerja yang dijadikan sebagai ruang produktif, tetapi bentuk hunian tetap mempertahankan unsur budaya suku Makassar. Sehingga hunian pengolah batu bata dapat dikategorikan sebagai rumah produktif.
Keberlanjutan Arsitektur Tradisonal Makassar Sebagai Hunian Ramah Lingkungan di Perkotaan Imriyanti
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 6 No. 2 (2017): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.6.2.123

Abstract

Arsitektur tradisional dihasilkan oleh latar belakang budaya dan lingkungan masing-masing dimana determinasinya adalah alami, manusia masih tunduk kepada alam. Arsitektur tradisional diwakili oleh rumah panggung, dimana bagi masyarakat Makassar konsep rumah tradisional tersebut tidaklah lahir begitu saja, namun syarat dengan philosophinya antara lain, konsistensi hidup penghuninya terhadap nilai-nilai tradisi, dan bersandar kepada kepercayaan yang dianut. Mengingat bentuk hunian diperkotaan yang mengarah pada bentuk modern dan tidak sesuai dengan iklim daerah sebagai daerah tropis maka penerapan arsitektur tradisional Makassar sebagai hunian diperkotaan dapat memberikan penjelasan permasalahan, yaitu bagaimanakah penerapan arsitektur tradisional Makassar sebagai hunian diperkotaan dan dari segi manakah arsitektur tradisional Makassar dapat dikatakan sebagai bangunan yang berkelanjutan. Dengan mengetahui keberlanjutan arsitektur tradisioanal Makassarsebagai hunian diperkotaan yang sejalan dengan perkembangan arsitektur hunian dalam bentuk modern diperkotaan. Serta dapat mengidentifikasi sejauh mana arsitektur tradisional Makassar sebagai hunian diperkotaan dapat menyatu dengan perubahan iklim.Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskrptif yang bersifat kualitatif yaitu, berusaha untuk menghasilkan data yang berupa gambaran yang sistematis dan akurat dari objek kajian. Melihat permasalahan yang dikemukakan maka hasilnya dapat diketahui melalui segi makro dan mikro struktur. Makro mengemukakan tentang lingkungan sekitar rumah tradisional Makassar yang berada di pusat kota Makassar cenderung menyatu dengan alam sehingga interaksi penghuni dengan lingkungannnya dapat dirasakan dan dinikmati melalui penempatan ruang publik diarea siring (kolong rumah) dan area ini tidak diberi pembatas ruang. Mikro yaitu bentuk rumah tradisional Makassar berbentuk panggung dan terbagi dunia bawah/siring (kolong) yang difungsikan sebagai area publik, dunia tengah/kale’ balla difungsikan sebagai tempat beraktifitas bagi penghuni rumah, dunia atas/pammakkangdifungsikan sebagai tempat penyimpanan. Struktur bangunan dominan menggunakan material kayu yang ditiap bagiannya dapat menghasilkan pencahayaan dan penghawaan secara alami. Material bangunan terdiri material yang bersumber dari alam sehingga antara lingkungan dengan bangunan tradisional Makassar dapat menyatu secara menyeluruh. Unsur keberlanjutan pada rumah tradisional Makassar diketahui pada lingkungan dan material bangunan.
Mechanical Behavior of Concrete Beams with HDPE Plastic Waste as Partial Fine Aggregates Replacement Nasruddin; Mushar, Pratiwi; Imriyanti; Zulkarnain
Civil Engineering Journal Vol. 11 No. 6 (2025): June
Publisher : Salehan Institute of Higher Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28991/CEJ-2025-011-06-012

Abstract

This study is related to using HDPE plastic bag waste applied to building structural components, specifically concrete beams. An innovation utilizes HDPE plastic waste not in shredded form but by taking advantage of the rigid physical properties of HDPE plastic waste after it is burned, crushed, and sieved to the size of sand to be used as a partial replacement (substitution) for fine aggregate (sand). The type of research conducted is experimental quantitative research to determine the flexural capacity of concrete beams made from HDPE plastic bag waste as a partial replacement for fine aggregates using the normal flexural strength testing method with two-point loading. The test specimens prepared were concrete beams with dimensions of 15 × 15 cm cross-section and 65 cm in length, with varying amounts of HDPE plastic bag waste replacement: 0.00% (normal concrete), 0.50%, 0.70%, and 0.90% of the weight of the sand. The concrete beam specimens were cured using a wet curing method and tested at 14 and 28 days of age. The results showed that at 14 days, the concrete beam specimens with variations of 0.00%, 0.50%, 0.70%, and 0.90% achieved flexural strengths of 3.16, 3.35, 2.91, and 2.97 MPa, respectively. Meanwhile, at 28 days, the specimens with variations of 0.00%, 0.50%, 0.70%, and 0.90% reached flexural strengths of 3.39, 3.95, 3.06, and 3.07 MPa, respectively. The highest flexural strength was achieved by the concrete beam specimen with a 0.50% substitution variation, both at 14 and 28 days, with values of 3.35 and 3.95 MPa, respectively, exceeding the flexural strength of the beam without HDPE plastic waste substitution (0.00%).