Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kepatuhan Tenaga Nonmedis Terhadap Pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD) di Klinik PHC Kota Semarang: Compliance of Non-Medical Personnel to The Use of Personal Protection Equipment (PPE) in PHC Clinic, Semarang City Aryadiva Nugrahaning Prayoga; Nanik Suraningsih; Mega Indah Puspita
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat : Kesehatan Vol. 2 No. 1 (2022): Maret
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) STIKES Notokusumo Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.78 KB)

Abstract

Abstrak: Sebagai sarana pelayanan kesehatan, rumah sakit dapat menjadi salah satu sumber infeksi penyakit. Peningkatan derajat kesehatan tidak hanya ditujukan pada masyarakat, tetapi juga tenaga kesehatan. Pada awal tahun 2020, muncul adanya wabah pneumonia dari Wuhan, Provinsi Hubei, China. Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Virus SARS-CoV-2 atau dikenal dengan COVID-19 diduga menyebar di antara orang-orang terutama melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk. Upaya yang dapat digunakan untuk memutus penularan COVID-19 salah satunya adalah dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri). Tujuan dari program kemitraan masyarakat ini adalah untuk meningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat khususnya pada tenaga non kesehatan dengan cara mengoptimalkan penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. Hasil dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat khususnya pada tenaga non kesehatan atau tenaga nonmedis adalah meningkatnya pengetahuan tentang pentingnya  penggunaan APD dan jenis-jenis APD yang harus digunakan terkait dengan wabah Covid-19.   Abstract: As a health service facility, the hospital can be a source of disease infection. Improving health status is not only aimed at the community, but also health workers. In early 2020, an outbreak of pneumonia emerged from Wuhan, Hubei Province, China. The COVID-19 outbreak was first detected in Wuhan City, Hubei Province, China in December 2019, and was designated a pandemic by the World Health Organization (WHO) on March 11, 2020. The SARS-CoV-2 virus, also known as COVID-19, is suspected to have spread between people mainly through respiratory droplets produced during coughing. One of the efforts that can be used to stop the transmission of COVID-19 is to use PPE (Personal Protective Equipment). The purpose of this community partnership program is to increase public knowledge and awareness, especially for non-health workers by optimizing the use of PPE (Personal Protective Equipment) to prevent the spread of the COVID-19 virus. The results of community service activities, especially for non-health workers or non-medical personnel, are increased knowledge about the importance of using PPE and the types of PPE that must be used in connection with the Covid-19 outbreak.
Effect of exposure factors on radiographic image quality in the use of abdominal phantom with ap projection Nanik Suraningsih; Aryadiva Nugrahaning Prayoga; Novita Alfiani
Science Midwifery Vol 11 No 2 (2023): June: Midwifery and Health Sciences
Publisher : Institute of Computer Science (IOCS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35335/midwifery.v11i2.1278

Abstract

Radiographic examination of the anatomy of the body can provide the maximum possible information that is easily determined by the Radiologist, if the quality of the radiographic image is good. To be able to produce radiographs that provide maximum information, optimal radiography is needed. In radiographic examinations, factors are needed that can affect the quality of photos in order to get better results. These factors include the exposure factor. The exposure factor consists of voltage (Kv), tube current (mA) and time (s). The purpose of the study was to determine the exposure factor on the quality of radiographic images on the use of abdominal phantoms with AP projections. The method used was experimental research. In some variations of the expulsion factor, there is no difference in quality both in terms of contrast and sharpness. The images produced from each variation are good and informative, so it can be assumed that the use of the exposure factor is chosen the most minimal so that the exposure or dose received is smaller. Image quality analysis should be made with a wider range of Kv and mAs, and using phantom objects other than abdominal phantoms.
Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala Non Kontras Pada Kasus Vertigo Cerebral Di Instalasi Radiologi RSUD Haji Provinsi Jawa Timur Amanda Sari; Nanik Suraningsih
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 1: Desember 2024
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i1.7147

Abstract

Gangguan keseimbangan yang dikenal sebagai vertigo umumnya ditandai dengan berbagai gejala seperti sensasi berputar, hilang keseimbangan, perasaan mengambang, mual hingga muntah, keluarnya keringat berlebih, dan dapat menyebabkan kolaps. Meskipun demikian, penderita vertigo tidak sampai kehilangan kesadaran dan seringkali mengalami gejala gangguan telinga lainnya. Berdasarkan data di Amerika Serikat, dari setiap 6 orang, 1 orang (16,54%) atau sekitar 45 juta penduduk mengalami sakit kepala kronis. Dari jumlah tersebut, 20 juta penderitanya adalah wanita. Lebih lanjut, 75% dari total kasus merupakan tension headache yang berdampak signifikan terhadap penurunan konsentrasi dalam aktivitas belajar dan bekerja, mencapai 62,7%. (J. P. Melo, 2013).  Salah satu pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis Vertigo adalah CT-Scan. Pada pemeriksaan CT-Scan berupa penampang anatomi pasien, selain itu CT- Scan juga menunjukkan gambar 3D (tiga dimensi) yang dihasilkan oleh komputer setelah diproses sehingga dapat menampilkan berbagai indikasi (E. Seeram, 2016). Karya tulis ilmiah ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif dan mengadopsi pendekatan studi kasus. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan dua metode utama yaitu observasi dan dokumentasi. Proses dokumentasi dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi yang berasal dari rekam medis pasien serta data klinis yang relevan. Pengumpulan data direncanakan akan berlangsung selama dua bulan, yaitu dari Mei hingga Juni 2024. Pada klinis Vertigo diperlukan pemeriksaan CT- Scan agar mempermudah tindakan selanjutnya. Penelitian yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Haji Provinsi Jawa Timur mengungkapkan bahwa pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras pada pasien Vertigo memberikan hasil diagnostik yang jelas. Hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi parenkim otak dalam keadaan baik, tidak ditemukan adanya pendarahan maupun indikasi iskemia. Namun, ditemukan kemungkinan adanya kista retensi kecil pada sinus maksilaris kanan. Dalam prosedur pemeriksaan ini, tidak diperlukan persiapan khusus bagi pasien, hanya perlu melepaskan aksesoris atau benda logam yang dikenakan di area kepala. Posisi pemeriksaan dilakukan dengan kepala pasien dimasukkan terlebih dahulu ke dalam alat CT-Scan (head first position). Pemilihan parameter pemeriksaan CT-Scan diantaranya: KV:120, mA 350, slice thickess: 5, Cp pertengahan glabella, Windowing: W:100 L:40. Pemeriksaan CT- Scan kepala pada kasus vertigo di buat scan area menggunakan 1 range mulai dari vertex sampai mandibula dengan menggunakan tampilan window brain.