Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan peran etnis Tionghoa dalam pembangunan jalur kereta api tahun 1869-1884. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dengan menggunakan pendekatan politik ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa pembangunan jalur kereta api dari Batavia menuju Parahyangan dimulai pada tanggal 15 Oktober 1869 dan selesai serta diresmikannya stasiun Bandung pada tanggal 17 Mei 1884. Total panjang jalur kereta api dari Batavia menuju Parahyangan berjumlah 182.5 KM. Motif yang melatarbelakangi etnis Tionghoa dalam pembangunan jalur kereta api Batavia-Parahyangan terbagi menjadi dua, yang pertama sebagai kuli dan yang kedua sebagai pemborong. Etnis Tionghoa mau melibatkan diri dalam pembangunan jalur kereta api sebagai kuli karena upah yang didapatkan lebih banyak ketimbang jenis pekerjaan yang sama di tempat lain. Upah yang didapatkan sebagai kuli dalam pembangunan kereta api berkisar antara f1,50-f2,00. Sedangkan dalam pekerjaan lain berkisar antara f0,20-f1,00. Selain sebagai kuli, etnis Tionghoa juga memiliki peran sebagai pemborong. Kebutuhan material untuk pembangunan jalur kereta api Batavia-Parahyangan seperti batu, semen dan yang lainnya banyak didapatkan oleh pemerintah Belanda dari etnis Tionghoa. Dampak sosial ekonomi etnis Tionghoa dalam pembangunan jalur kereta api Batavia hingga Parahyangan adalah mobilitas penduduk yang tinggi menimbulkan banyak pusat keramaian yang dimanfaatkan untuk berwirausaha oleh etnis Tionghoa. Selain itu, dampak lainnya yang timbul adalah akulturasi budaya masyarakat pribumi dengan etnis Tionghoa. Akulturasi ini terjadi bermula dalam penyediaan tenaga kerja kasar atau kuli. Karena dikerjakan bersamaan, maka para pekerja Tionghoa ini berbaur dengan orang-orang pribumi dan terjadilah proses akulturasi.