Montayana Meher
Universitas Medan Area

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Kehati-Hatian oleh Bank dalam Memberikan Kredit Montayana Meher
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 5, No 4 (2023): Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), May
Publisher : Mahesa Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34007/jehss.v5i4.1772

Abstract

The activity of channeling funds through credit occupies the most important position, because it provides the greatest profit and opinion. The profit comes from credit interest which is commonly called fee-based income, therefore in lending must be carried out with the principle of prudence through accurate and in-depth analysis. The research in writing this scientific work is normative juridical research. Normative juridical research is research that examines the application of legal rules and norms related to the topic discussed. The nature of this research is descriptive, namely research that analyzes a legal regulation. The process of implementing credit to customers is carried out in a way: File Submission, Investigation of former loans, Interview I, On The Spot, Interview II, Credit Decision, Signing of credit contracts / other agreements, Credit Realization, Distribution / withdrawal. In applying the prudential principle in providing credit, banks can analyze the data and character of prospective customers by applying the 5P principle and the 5C principle. The process of resolving disputes between banks and customers in the event of bad credit can be done through non-litigation channels, which are out-of-court settlements and through litigation channels, which are the last resort of banks to make efforts to recover debtor credit either by executing credit collateral, taking over credit collateral by banks or by filing a lawsuit in the District Court.
Analisis Hukum terhadap Hak-Hak Ketenagakerjaan yang di PHK Secara Sepihak oleh PT Canang Indah Sri Hidayani; Montayana Meher; Riswan Munthe
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 6, No 1 (2023): Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), August
Publisher : Mahesa Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34007/jehss.v6i1.1866

Abstract

Tenaga kerja merupakan living organism artinya manusia merupakan suatu makhluk hidup terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara memungkinkan berfungsinya suatu organisasi atau perusahaan dan menjadi unsur penting dalam manajemen faktor-faktor penyebab terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain alasan yang berhubungan atau yang melekat pada pribadi buruh, alasan yang berhubungan dengan tingkah laku buruh, alasan yang berkenaan dengan jalannya perusahaan artinya demi kelangsungan jalannya perusahaan, adanya kinerja yang tidak baik, adanya penolakan dari kinerja untuk menandatangani surat kontrak, adanya kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja, adanya tuntutan dari pekerja untuk diangkat menjadi pegawai tetap dan adanya efesiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Kemudian, pertimbangan Hakim dalam perkara perselisihan hubungan Industrial pada Putusan Nomor 123/Pdt.Sus-PHI/2022/PN.Mdn, yaitu Majelis Hakim berpendapat hubungan kerja Penggugat dan Tergugat tidak dapat diteruskan dan diperpanjang serta dilanjutkan, sehingga hubungan kerja sudah tidak terpenuhi sebagaimana diamanatkan Pasal 52 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat tidak harmonis lagi dan hubungan kerja tidak dapat dilanjutkan karena tidak terpenuhinya syarat sebagaimana diamanatkan Pasal 52 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga Majelis Hakim berpendapat akibat dari berakhirnya hubungan kerja tersebut menghukum Tergugat untuk membayarkan hak-hak Penggugat sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima jo Pasal 100 UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.