Emma Yan Patriani, Emma Yan
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Perubahan Biofasies Foraminifera pada Batugamping di Pantai Baron dan Serpeng, Provinsi D.I. Yogyakarta Patriani, Emma Yan; Rijani, Sonia; Sundari, Dessy
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 17, No 2 (2016): Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (513.345 KB)

Abstract

Batugamping di Lokasi Pantai Baron dan Serpeng merupakan bagian dari Batugamping Formasi Wonosari di Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terbentuk pada umur Miosen Awal – Miosen Tengah. Batugamping ini mengandung organisma khas yang menunjukkan keragaman biofasies yang terdiri dari kandungan foraminifera plangtonik, foraminifera bentonik kecil, foraminifera besar, ganggang, koral dan moluska yang memerlukan beberapa persyaratan ekologi tertentu untuk dapat tumbuh dan berkembang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan biofasies foraminifera pada batugamping di Formasi Wonosari pada lokasi Pantai Baron dan Serpeng. Enambelas perconto batuan telah di analisis petrografi dan mikropaleontologi. Hasil analisis petrografi menunjukkan adanya dua kelompok fasies karbonat yang berhubungan dengan standar facies belt. Data analisis mikropaleontologi (tabel distribusi foraminifera) diolah menggunakan metoda analisis kluster. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua biofasies. Pertama basin facies dengan taksa pencirinya adalah foraminifera plangtonik dan subordo Textulariina. Kedua foreslope facies dengan taksa pencirinya adalah Cycloclypeus dan Amphistegina. Fosil lainnya yang hadir yang bukan taksa penciri adalah Lepidocyclina, Miogypsina, dan Heterostegina. Perubahan biofasies foraminifera di lingkungan basin dan foreslope menunjukkan bahwa distribusi foraminifera sangat dipengaruhi oleh faktor paleoekologi, yaitu kedalaman, cahaya dan energi air. Paleoekologi dapat digunakan juga untuk membantu menentukan lingkungan pengendapan purba yang berguna untuk waduk hidrokarbon di batuan karbonat. 
GEOLOGI KUARTER DATARAN PANTAI JEPARA, JAWA TENGAH Lumbanbatu, Ungkap M; Hidayat, Suyatman; Sukapti, Woro Sri; Patriani, Emma Yan
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 15, No 1 (2014): Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.887 KB)

Abstract

Untuk mengetahui dinamika Kuarter di daerah penelitian, urut-urutan lingkungan pengendapan baik secara vertikal dan mendatar perlu dilakukan. Selain itu, untuk menafsirkan proses pengisian cekungan sedimen, korelasi beberapa penampang stratigrafi sangat diperlukan. Pengumpulan data geologi bawah permukaan dilakukan dengan pemboran dangkal menggunakan bor tangan. Sejumlah 52 pemboran telah dilakukan dengan kedalaman maksimum 11,50 m dan total kedalalaman 268,61m. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa satuan batuan di daerah ini dapat dipisahkan Tanah penutup (S), endapan dataran banjir (FP), endapan cekungan banjir (FB), endapan alur Sungai Purba), endapan pasir dataran pantai (B), endapan pasir pematang pantai (BS), endapan rawa bakau (SW), endapan paya (LG), koral / reef (Q), endapan laut dangkal (SM), endapan volkanik / (V), endapan pre-Holosen (pHs). Secara vertikal kombinasi urut-urutan lingkungan pengendapan tersebut menghasilkan 16 tipe penampang. Hasilnya beberapa fenomena geologi dapat diamati seperti adanya perulangan lingkungan endapan rawa, satu indikasi daerah yang mengalami penurunan secara perlahan lahan. Kehadiran endapan volkanik muda berupa tuf dapat ditafsirkan sebagai hasil aktivitas Gunung api Muria paling Muda. Indikasi proses-proses progradasi atau retrogradasi garis pantai ditunjukkan oleh proporsi mangrove yang perlahan-lahan semakin berkurang sementara polen-polen grassland semakin meningkat. Dari kedalaman 150 cm, kecenderungan perubahan itu berbalik yaitu proporsi polen-polen mangrove semakin bertambah sementara polen-polen grassland semakin berkurang. Secara umum kondisi cekungan sedimen pada saat proses pengendapan adalah dalam kondisi tenang (stabil). Dengan demikian abrasi tidak berhubungan dengan kegiatan tektonika.Kata kunci : Dinamika kuarter, retrogradasi, progradasi, kondisi tenang
IDENTIFIKASI POTENSI BENCANA GEOLOGI DI DATARAN PANTAI JEPARA, JAWA TENGAH Lumbanbatu, Ungkap; Sukapti, Woro Sri; Patriani, Emma Yan
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 15, No 3 (2014): Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7903.971 KB)

Abstract

Identifikasi potensi bencana geologi di dataran pantai Jepara perlu dilakukan untuk mengantisipasi laju perkembangan pembangunan seiring dengan pertambahan penduduk yang sangat pesat. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan wilayah yang baik perlu dipersiapkan. Dalam menyusun tata ruang, potensi bencana geologi dan potensi sumber daya alam harus dipertimbangkan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan sedimentologi dan stratigrafi. Untuk maksud tersebut dilakukan pemboran dangkal dengan menggunakan bor tangan (hand auger). Beberapa bencana geologi dapat dikenali yaitu abrasi pantai, agradasi pantai (pendangkalan) dan kerentanan liquifaksi. Tataan geologi daerah penelitian menunjukkan bahwa, abrasi dan agradasi serta karakteristik pantai sangat boleh jadi tidak terkait dengan aktivitas tektonik.Kata kunci: bencana geologi, geologi bawah permukaan, dinamika Kuarter, Jepara
The Magnetostratigraphy and the Age of So’a Basin Fossil-Bearing Sequence, Flores, Indonesia Yurnaldi, Dida; Setiawan, Ruly; Patriani, Emma Yan
Indonesian Journal on Geoscience Vol 5, No 3 (2018)
Publisher : Geological Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1741.172 KB) | DOI: 10.17014/ijog.5.3.221-234

Abstract

DOI: 10.17014/ijog.5.3.221-234Three fossil-bearing intervals have been recognized in the Pleistocene So’a Basin, with the upper one holding important evidence of hominin fossils. The sequence also contains numerous in situ stone artifacts and fossils of other vertebrate taxa. Therefore, multiple dating techniques are crucial to secure the age of the fossil and artifact-bearing layers, especially the one with the hominin remains. This paper deals with the palaeomagnetic dating of the So’a Basin sequence to assist other dating methods that have been applied, and to refine the chronostratigraphy of the area. Palaeomagnetic sampling was conducted in four sections along a west to east transect. Four magnetozones can be recognized, consisting of two reverse and two normal polarity zones. By using the available radiometric ages as a guide and comparing the So’a Basin magnetostratigraphy with the Standard Geomagnetic Polarity Time Scale (GPTS), it became clear that both reverse magnetozones are part of the Matuyama Chron, while the normal magnetozones are the Jaramillo subchron and the Brunhes Chron. These palaeomagnetic dating results support the available radiometric dates and refine the age of the fossil-bearing deposits of the So’a Basin.
The Magnetostratigraphy and the Age of So’a Basin Fossil-Bearing Sequence, Flores, Indonesia Yurnaldi, Dida; Setiawan, Ruly; Patriani, Emma Yan
Indonesian Journal on Geoscience Vol 5, No 3 (2018)
Publisher : Geological Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1741.172 KB) | DOI: 10.17014/ijog.5.3.221-234

Abstract

DOI: 10.17014/ijog.5.3.221-234Three fossil-bearing intervals have been recognized in the Pleistocene So’a Basin, with the upper one holding important evidence of hominin fossils. The sequence also contains numerous in situ stone artifacts and fossils of other vertebrate taxa. Therefore, multiple dating techniques are crucial to secure the age of the fossil and artifact-bearing layers, especially the one with the hominin remains. This paper deals with the palaeomagnetic dating of the So’a Basin sequence to assist other dating methods that have been applied, and to refine the chronostratigraphy of the area. Palaeomagnetic sampling was conducted in four sections along a west to east transect. Four magnetozones can be recognized, consisting of two reverse and two normal polarity zones. By using the available radiometric ages as a guide and comparing the So’a Basin magnetostratigraphy with the Standard Geomagnetic Polarity Time Scale (GPTS), it became clear that both reverse magnetozones are part of the Matuyama Chron, while the normal magnetozones are the Jaramillo subchron and the Brunhes Chron. These palaeomagnetic dating results support the available radiometric dates and refine the age of the fossil-bearing deposits of the So’a Basin.
The Magnetostratigraphy and the Age of So’a Basin Fossil-Bearing Sequence, Flores, Indonesia Yurnaldi, Dida; Setiawan, Ruly; Patriani, Emma Yan
Indonesian Journal on Geoscience Vol 5, No 3 (2018)
Publisher : Geological Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17014/ijog.5.3.221-234

Abstract

DOI: 10.17014/ijog.5.3.221-234Three fossil-bearing intervals have been recognized in the Pleistocene So’a Basin, with the upper one holding important evidence of hominin fossils. The sequence also contains numerous in situ stone artifacts and fossils of other vertebrate taxa. Therefore, multiple dating techniques are crucial to secure the age of the fossil and artifact-bearing layers, especially the one with the hominin remains. This paper deals with the palaeomagnetic dating of the So’a Basin sequence to assist other dating methods that have been applied, and to refine the chronostratigraphy of the area. Palaeomagnetic sampling was conducted in four sections along a west to east transect. Four magnetozones can be recognized, consisting of two reverse and two normal polarity zones. By using the available radiometric ages as a guide and comparing the So’a Basin magnetostratigraphy with the Standard Geomagnetic Polarity Time Scale (GPTS), it became clear that both reverse magnetozones are part of the Matuyama Chron, while the normal magnetozones are the Jaramillo subchron and the Brunhes Chron. These palaeomagnetic dating results support the available radiometric dates and refine the age of the fossil-bearing deposits of the So’a Basin.