Ida Ayu Aryani Kemenuh
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

LEGAL PROTECTION OF TOURISTS AS A FORM OF TOURISM INVESTMENT IN BALI Nyoman Dane; Ida Ayu Aryani Kemenuh
Cultoure: Jurnal Ilmiah Pariwisata Budaya Hindu Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/cultoure.v4i1.2864

Abstract

Abstract Law is a rule written or unwritten, which basically applies, and is recognized by people as rules that must be obeyed in social life. The community in question consists of local people and foreign guests or tourists visiting Indonesian territory. Indonesia has a variety of islands that offer the beauty of stunning natural charm, one of which is the island of Bali. Tourism on the island of Bali can fulfill basic human needs not only for vacations and recreation, but tourism can be used to meet educational, research, religious, physical and spiritual health needs, as well as other things that are commercialized. Therefore, it is not enough for Indonesia, especially Bali, to only sell the beauty of beach, beauty of dances, beauty of panoramas, uniqueness of various culturetus because there are things that are important to protect. Protection of tourism consumers must be a common concern, both the central government, regional governments, tourism actors, and the local community. Providing protection to tourism consumers is a form of invaluable service because it offers a sense of comfort, safety and protection when tourists visit Indonesia. This legal protection should be a common concern for maintaining national stability in maintaining the continuity of tourism as a form of Indonesian tourism investment in general, and specifically for the island of Bali. Keywords: Legal Protection, Tourists, Tourism Investment in Bali
Urgensi Perlindungan Anak dari Kejahatan Seksual dalam Perspektif Hukum Adat di Kabupaten Buleleng I Nyoman Adi Susila; Putu Ary Prasetya Ningrum; Komang Ayu Suseni; Ida Ayu Aryani Kemenuh
KERTHA WICAKSANA Vol. 18 No. 1 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.18.1.2024.46-68

Abstract

Berbagai motif kejahatan seksual berkembang dalam dua dekade ini. Berkembangnya teknologi informasi serta arus globalisasi menambah kembali deretan modus operandi baru dalam kejahatan seksual. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak, parahnya di Indonesia masih menjadi salah satu kasus pada deretan teratas jenis kekerasan seksual yang sering dilaporkan. Kondisi tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya pengawasan orang tua, minimnya pengetahuan atau pendidikan seks bagi anak usia sekolah, lingkungan yang rawan terhadap gangguan atau pelecehan secara seksual dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut kemudian pemerintah menetapkan undang undang kekerasan seksual terhadap anak untuk melindungi hak anak serta menindaklanjuti para predator atau pelaku kasus kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak berpotensi untuk memberikan trauma jangka panjang pada korbannya. Belum lagi stigma negatif yang justru salah sasaran, selama ini korban malah lebih sering mendapat stigma negatif daripada pelaku. Masyarakat belum bisa berfikir dari perspektif korban pelecehan seksual dan cenderung menghakimi korban daripada pelaku. Dalam perspektif hak asasi, kekerasan seksual merupakan kasus yang masuk sebagai pelanggaran berat terhadap HAM. Aturan tentang anak dalam instrumen HAM dibahas sebanyak 13 pasal di dalam pasal 53-66 Undang Undang No. 39 Tahun 1999. Kekerasan seksual sendiri diatur di dalam Undang Undang No 35 Tahun 2014. Pada Pasal 76 C dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Terminologi kekerasan seksual sering disamakan dengan pelecehan seksual. Tetapi kedua istilah ini sebenarnya memiliki arti yang berbeda, istilah kekerasan seksual memiliki cakupan pengertian yang lebih luas dari pada pelecehan seksual. Kondisi ini dapat dilihat dari pemahaman dan jenis kekerasan seksual menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, setidaknya ada 15 (lima belas) perilaku yang bisa dikelompokkan sebagai kekerasan seksual.