Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

INTERNALIZING KALOSARA’S VALUE IN A TRADITIONAL DANCE ‘LULO’ IN THE CITY OF KENDARI, SOUTHEAST SULAWESI Subair, Muh
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 2, No 2 (2017): Analisa: Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18784/analisa.v2i2.482

Abstract

Kalosara is a local wisdom which is grown in Kendari Southeast Sulawesi Indonesia, and it has been proven to strengthen peace and harmony in the tribe of Tolaki. Therefore, how to enlarge the function of Kalosara in the multicultural society, is the main discussion of this article base on the theory of multiculturalism and structural-functional in the frame of descriptive-qualitative approach, where the society interpreted as a structure that interacting each other, especially in the norms, traditions, and institutions. The analyzed of data refers to thinking narratively as a way of thinking about phenomena. Data gaining from in-depth interview, literature review, and observation indicated that the local wisdom that supports harmony in Kendari basically also presents in all ethnicities, thus strengthening of Tolakinese’s local wisdom through the internalization of Kalosara in Lulo dance can be well-received by other communities. Kalosara has effective influence in being a unifying means between the dispute parties. Therefore, to expand the access of Kalosara into more effective function, it is recommended to internalized the values of Kalosara in public activities, primarily in Lulo dance, and it is also advisable to manifest the transformation of stylistic Kalosara in the forms of jewelry or crafts, bracelets, necklaces, rings, plate plaques, and other forms that may adopt the shape of original Kalosara, simultaneously adapt its function as an integral tool. If Kalosara transforms into various shapes which is easy to carry anywhere has spread in the community, it is expected at the same time also the functions to spread to the whole society. 
“MALLAPPESSANG OLOK-KOLOK”: PERJUMPAAN ISLAM DAN TRADISI LOKAL DALAM MEMORI KOLEKTIF MASYARAKAT BUGIS Subair, Muh; Rusli, Rismawidiawati; Kila, Syahrir
Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya Volume 7, No. 1, Desember 2023
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33652/handep.v7i1.523

Abstract

This article presents the findings of a qualitative research study that delves into the collective memory of the Bugis community concerning the intersection of Islam and local traditions. Collecting data through observation, interviews, and document analysis, this study shows that the Mallappessang olok-kolok (Releasing animals) tradition has sparked controversy in the community. The study analyzed the oral storytelling-based community’s tradition narratively. Mallappessang olok-kolok constitutes a “tolok bala” tradition, a local ritual designed for averting disasters. The Bugis society practices it by releasing animals into the forest to hope for healing from an illness. Some view the practice as contrary to Islam’s continuity from animism and dynamism and its implementation as unreasonable. On the other hand, others consider the tradition adheres to Islamic teachings. Releasing animals into the forest to feed wild animals expresses human harmony with nature. The act is also viewed as bonding with ancestors, following ancestral guidelines, and fostering community unity as families, relatives, and neighbors actively participate in the ritual. The narrative of this different perspective then rolls into a discussion or dialogue between Islam and local culture, which then impacts the existence of respect for the presence of these traditions. The conversation between Islam and local culture is a sign of progress in the thought of Islamic society that accepts traditions as heritage and science impacting on strengthening human relations with nature.
Prakarsa Bugis-Mandar dalam Pendidikan Keagamaan di Lalowura Loea Kolaka Timur Sulawesi Tenggara Yahya, Muh.; Subair, Muh
PUSAKA Vol 7 No 2 (2019): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7118.063 KB) | DOI: 10.31969/pusaka.v7i2.260

Abstract

Terbentuknya kota-kota yang multi etnis, multi Bahasa dan multi agamaselanjutnya disebut multi kultur antara lain didorong oleh pola migrasi yangdinamis. Perjumpaan masyarakat multi kultur kemudian mengahdirkan interaksisosial yang saling membutuhkan. Motif-motif awal perjumpaan mereka tidak dapatdominan mewarnai kehidupan keseharian. Pada gilirannya kehidupan sosialmasyarakat multi kultur berjalan saling berkontribusi dengan peran-peranberdsarkan potensi dan karakternya. Pada posisi inilah, tulisan ini hadir denganpendekatan kajian kulitatif deskriptif melalui rangkaian wawancara, observasi danstudi dokumen untuk menguraikan bagaimana peran migran Bugis-Mandar dalampengembangan pendidikan keagamaan di Desa Lalowura Kecamatan LoeaKabupaten Kolaka timur Sulawesi Tenggara. Masratakat etnis Bugis-Mandarsebagai masyarakat religious yang mayoritas mendiami Desa Lalowura memberiperhatian terhadap pendidikan keagamaan dengan upaya terbatas, yaitu terbatasdalam pendidikan cara belajar Alquran dan sedikit pengajian yang tidak rutin.Kendala utamanya adalah segi sumber daya manusia Desa Lalowura yang tidakmemiliki sosok ulama pemersatu yang dapat menjadi pengayom dan panutan.Masuknya faham-faham keagamaan yang ekslusif juga memperkeruh suasanadengan menciptakan friksi dalam masyarakat yang tadinya mayoritas akrab dengantradisi keagamaan. Kini, hadir faham baru yang menyesatkan pelaksanaan tradisikeagamaan yang kemudian menimbulkan polemik dan potensial memicu konflik.Karena itu, diperlukan perhatian dari pihak terkait untuk menurunkan potensikonflik tersebut dengan melakukan kegiatan pencerahan yang menyejukkan bagisemua kelompok masyarakat. Kata Kunci: Migran Bugis-Mandar,, pendidikan keagamaanfaham baru, tradisikeagamaan.
Rekonstruksi Makna Syukur dalam Al-Qur’an Berdasarkan Kitab Kuning Subair, Muh
PUSAKA Vol 8 No 1 (2020): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9504.76 KB) | DOI: 10.31969/pusaka.v8i1.337

Abstract

Syukur bukan sekedar berterima kasih atas suatu nikmat atau kebaikan yang diperoleh. Bahkan syukur mempunyai pesan yang lebih luas dari sebuah kata syukur itu sendiri. Melalui pengkajian tafsir maudhui, artikel ini menggali makna syukur dari kitab-kitab kuning, yang menampilkan kedalaman makna syukursecara leksikal dan terkompromi secara maknawi dari ayat-ayat Al-Qur’an. Makna leksikal tersebut digali dari akar katanya yang paling dalam, dengan melakukan perbandingan makna dari pengertian-pengertian yang sinonim, kemduian hasil perbandingan tersebut disandingkan dengan makna yang sesuai dengan pesan Al-Qur’an. Hasil kajian ini menemukan adanya ekspresi syukur yang bersifat umum yang dapat dikenali secara lisan, yang diteguhkan dengan hati dan dibuktikan dengan perbuatan. Terdapat juga ekspresi syukur secara khusus atau secara hakikat, syukur adalah menampakkan nikmat dan menyebarkannya dalam kehidupan. Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan hidup, sehingga seorang kaya disebut ghina karena dia diinginkan untuk berbagi untuk mendapatkan keseimbangan. Tanpa berbagi seseorang akan merasakan dampak suram dengn konsekuensi kebencian. Karena itu wujud syukur adalah kebaikan yang bertambah, balasan syukur adalah hakikatnya adalah cinta dan balasan bagi yang tidak syukur hakikatnya adalah benci. Karena itu, manfaat syukur akan senantiasa kembali kepada manusia itu sendiri.
Pesan-pesan Toleransi dalam Khotbah Jumat di Parepare Sulawesi Selatan Subair, Muh; Rismawidiawati, Rismawidiawati
PUSAKA Vol 9 No 2 (2021): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/pusaka.v9i2.523

Abstract

Mimbar khutbah Jumat kerap dianggap menjadi salah satu media penyebaran hoax atau informasi yang tidak benar. Khotbah Jumat diasumsikan ada yang berisi pesan-pesan yang tidak sejalan dengan pesan takwa, yaitu pesan-pesan yang bernada mencela, mencaci-maki dan menyalahkan kelompok lain. Berdasarkan kenyataan tersebut, tulisan ini memfokuskan kajiannya terhadap konten khotbah Jumat disertai analisa tingkatan toleransi khatib berdasarkan isi pesannya. Kualitatif konten analisis adalah pendekatan yang dipilih untuk menggambarkan topik-topik yang terkandung dalam khotbah Jumat, dengan menggunakan Teknik kajian teks, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan khotbah Jumat secara kultural tidak mudah untuk dimanfaatkan sebagai media penyebaran hoax. Bahkan pelaksanaan khubtah Jumat secara prosedural ada yang didukung oleh Lembaga Dakwah, Pengurus Masjid dan Instansi Pemerintah. Dukungan tersebut antara lain berbentuk pengaturan jadwal khatib dan kontrol terhadap tema atau topik kutbah Jumat. Pengaturan khotbah Jumat kadang terkendala karena kurangnya tenaga khatib untuk naib, dan minimnya peran Lembaga Dakwah, dan instansi terkait dalam proses pembinaan khatib, yang kemudian berpengaruh terhadap bentuk penyampaian khotbah Jumat yang mayoritas dilakukan tanpa membaca teks. Penelitian ini menemukan adanya pesan-pesan toleransi dalam dua khutbah dari tujuh khutbah yang menjadi sasaran kajian. Pesan-pesan tersebut adalah pesan kemaslahatan umat, persatuan umat, pentignya memberi rasa aman kepada sesama, dan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.