Siska Fitriyanti
Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pengaruh Keberadaan Minimarket Waralaba terhadap Warung Tradisional di Kalimantan Selatan Latifa Suhada Nisa; Siska Fitriyanti; Dewi Siska
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 16 No 2 (2021): Jurnal Kebijakan Pembangunan
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v16i2.191

Abstract

Warung is a substitute for the traditional markets for the people of South Kalimantan. The warungs were usually located in the middle of the neighborhood. Several previous studies indicate that the number and income of warungs have continued to decline since the entry of modern retails in South Kalimantan. The objectives of this study were to analyze the impact of modern retails towards warungs and analyze the implementation of the modern retail regulations in South Kalimantan. The method used is mixed methods with qualitative and quantitative approaches. The study findings suggest that modern retailers have tendencies to cause a decline in income to the point of bankruptcy of warungs. Some regulations specifically regulate the existence of franchised minimarkets but do not regulate the warungs specifically. Therefore, there is an urgency to review permits regulations and rules of modern retail locations, local government intervention to improve competitiveness, and facilitation of capital assistance. Abstrak Warung tradisional merupakan pilihan tempat berbelanja selain di pasar tradisional bagi penduduk setempat. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa omzet warung tradisional menurun sejak kemunculan minimarket waralaba yang mulai menggeser posisi warung tradisional di Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh yang ditimbulkan oleh minimarket waralaba terhadap warung tradisional, serta menganalisis regulasi dan implementasi tentang penataan minimarket warlaba di Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan yaitu mix methods dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan minimarket waralaba berpotensi menimbulkan pengaruh negatif, yaitu penurunan omzet hingga penutupan usaha. Terdapat regulasi yang khusus mengatur keberadaan minimarket waralaba, akan tetapi tidak mengatur tentang keberadaannya terhadap warung tradisional. Berdasarkan hasil tersebut maka diperlukan peninjauan kembali regulasi terkait izin pendirian dan penataan lokasi minimarket waralaba, intervensi pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing, serta fasilitasi bantuan modal.
Analisis Pelaksanaan Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Di Lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Latifa Suhada Nisa; Sri Setyati; Maliani; Dewi Siska; Siska Fitriyanti
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 17 No 2 (2022): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2022
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v17i2.284

Abstract

To realize effective governance, the central government has issued a policy to simplify the bureaucracy. One of these policies is implemented by equalizing Administrative Positions (JA) to Functional Positions (JF). The Provincial Government of South Kalimantan has followed the mechanism for equalizing JA to JF following the provisions of the applicable laws. However, in its implementation, it is still partially done. The equalization of JA to JF has been carried out by four agencies, namely Bappeda, Balitbangda, Dispersip, and DPMPTSP, with the number of JAs being equalized to as many as 32 people. The problem faced by the South Kalimantan Provincial Government after the implementation of equalization is that the work system needs to be adjusted. In addition, implementing a policy that is still partial creates jealousy, inequality and work demotivation. This also impacts the irrelevance of the job made and approved by the Ministry of Home Affairs to be implemented at the next inauguration due to mutations, promotions, and retiring employees. Related to this, the provincial government must immediately make (1) adjustment to the work system, which includes adjustment of work mechanisms and business processes as stated in PermenPAN-RB RI Number 7 of 2022 concerning Work Systems in Government Agencies for Bureaucracy Simplification, (2) Preparation of guidance maps /mapping of JF training and development priorities in each regional apparatus, especially for JF who must have certification at the JF that is being supervised, (3) Conducting consultations and rearranging the JA map that will be aligned by providing opportunities for JAs who will be equalized to then choose JFs that are in demand and adapted to the needs of the organization, (4) related SKPDs to conduct intensive and pro-active guidance in conducting training on equalization JFs in their respective SKPDs and accelerating the internalization of changes in ASN management policies. Pemerintah pusat dalam rangka mewujudkan tata Kelola pemerintahan yang efektif, telah mengeluarkan kebijakan penyederhanaan birokrasi. Salah satu kebijakan tersebut dilaksanakan melalui penyetaraan Jabatan Administrasi (JA) ke Jabatan Fungsioal (JF). Pemerintah Provinsi Kalsel telah mengikuti mekanisme penyetaraan JA ke JF sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya masih dilakukan secara parsial. Penyetaraan JA ke JF telah dilaksanakan terhadap 4 SKPD, yaitu Bappeda, Balitbangda, Dispersip, dan DPMPTSP, dengan jumlah JA yang disetarakan adalah sebanyak 32 orang. Permasalahan yang dihadapi Pemprov Kalsel setelah pelaksanaan penyetaraan adalah belum adanya penyesuaian sistem kerja. Selain itu Pelaksanaan kebijakan yang masih parsial juga menimbulkan kecemburuan, kesenjangan dan demotivasi kerja bagi JF penyetaraan. Hal tersebut ini juga berdampak pada tidak relevannya peta jabatan yang telah dibuat dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri untuk dilaksanakan pada pelantikan selanjutnya karena adanya mutasi, promosi, dan pegawai yang pensiun. Terkait hal tersebut, pemprov harus segera melakukan : (1) penyesuaian sistem kerja yang meliputi penyesuaian mekanisme kerja dan proses bisnis seperti tertuang dalam PermenPAN-RB RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi,(2) Penyusunan peta pembinaan /pemetaan prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing perangkat daerah, terutama bagi JF yang harus memiliki sertifikasi di JF yang diampu, (3) Melakukan konsultasi dan penyusunan ulang peta JA yang akan disetarakan dengan memberikan kesempatan bagi JA yang akan disetarakan untuk selanjutnya memilih JF yang diminati dan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, (4) SKPD terkait agar melakukan pembinaan secara intensif dan pro aktif melakukan pembinaan terhadap JF penyetaran di SKPD nya masing-masing dan mempercepat internalisasi perubahan kebijakan manajemen ASN.