Dewi Siska
Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Pengembangan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Dewi Siska
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 13 No 2 (2018): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Regional development is part of the efforts by a region to spur socio-economic development, including a lowering the inequalities that occur between regions and preservation of environmental sustainability in the region. The purpose of this paper is to explore the conditions of economic development in the area of Hulu Sungai Selatan District as one of the districts in the Kandangan Mainstay Area and its surroundings. The method used in this study is a descriptive method with a quantitative approach, based on secondary gathered from Statistical Bureau of Hulu Sungai Selatan Regency and is analysed using entropy. The results of the analysis show that the area is evenly distributed. The entropy analysis also shows that the Kandangan Subdistrict area is the most evenly distributed region and the Telaga Langsat Subdistrict area is the region with the most uneven activity intensity. Of the nine sectors that co-exist, the sector that is relatively evenly distributed in each region is the agriculture sector of rice and secondary crops, while the electricity, gas and clean water sector are the most uneven sector. However, the development conditions of the production activities of the 8 agricultural commodities of rice and secondary crops as a sector that is evenly distributed in each region, based on entropy analysis of its distribution in each region are relatively uneven. Keywords : Regional economic development, entropy analysis, mainstay area Abstrak Pengembangan wilayah merupakan bagian dari upaya suatu wilayah untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, diantaranya penurunan kesenjangan yang terjadi antar wilayah dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di wilayah tersebut. Tujuan tulisan ini yaitu menggali kondisi pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebagai salah satu kabupaten di Kawasan Andalan Kandangan dan sekitarnya. Penelitian ini dikaji secara deskriptif kualitatif dengan metode kuantitatif, berdasarkan data sekunder yang diambil dari BPS Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang kemudian di analisis menggunakan analisis entropy. Hasil analisis menunjukkan pengembangan ekonomi wilayah berdasarkan anlisis entropy menunjukkan Kabupaten Hulu Sungai Selatan relatif merata. Hasil analisis entropy menunjukkan wilayah Kecamatan Kandangan sebagai wilayah dengan aktifitas paling merata dan wilayah Kecamatan Telaga Langsat menjadi wilayah dengan intensitas aktifitas paling tidak merata. Dari 9 sektor yang ada, sektor yang relatif merata di setiap wilayah adalah sektor pertanian tanaman padi dan palawija, sedangkan sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor yang paling tidak merata. Akan tetapi, kondisi perkembangan aktifitas produksi dari 8 komoditas pertanian tanaman padi dan palawija sebagai sektor yang relatif merata di setiap wilayah, berdasarkan analisis entropy penyebarannya di setiap wilayah relatif tidak merata.
Evaluasi Penerimaan CPNS bagi Penyandang Disabilitas  di Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Masrudi Muchtar; Utomo; Latifa Suhada Nisa; Dewi Siska; Maliani
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 15 No 2 (2020): Jurnal Kebijakan Pembangunan
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v15i2.136

Abstract

The recruitment of civil servant for persons with disabilities by the Provincial Government of South Kalimantan is one of the manifestations of Law No. 8 of 2016 concerning Persons with Disabilities. The law changes the paradigm that makes persons with disabilities as dignified humans who have the same rights as other citizens, including the right to decent work. Affirmation policies have been given to persons with disabilities, but in practice, there are still people with disabilities who feel discriminated against. This condition needs to be evaluated. The purpose of this study is to describe the implementation of civil servant recruitment for persons with disabilities and its compliance with existing policies and also to formulate a policy strategy for the next recruitment. The implementation of civil servant recruitment in 2018 is generally carried out well, except that there are problems with the recruitment of CPNS for persons with disabilities that are not fully in accordance with the policy of respecting, protecting, and fulfilling the rights of persons with disabilities. There are several strategies for implementing civil servant recruitment for persons with disabilities, there are: 1) Conducting equal perceptions between central government, regional government, and other related parties, 2) Building positive concepts for persons with disabilities, 3) Providing greater opportunities for persons with disabilities to become civil servant, 4) Arrange the formation of persons with disabilities based on regional needs and persons with disabilities, 5) Conduct planning of implementation of civil servant recruitment for persons with disabilities by involving the community of persons with disabilities and related parties, 6) Optimizing services for persons with disabilities. Keywords: Evaluation, Civil Servant Recruitment, People with Disabilities ABSTRAK Pelaksanaan penerimaan CPNS bagi penyandang disabilitas oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu perwujudan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-Undang tersebut merubah paradigma yang menjadikan penyandang disabilitas sebagai manusia yang bermartabat yang memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya, salah satunya hak mendapatkan pekerjaan yang layak. Kebijakan afirmasi telah diberikan kepada penyandang disabilitas, tetapi dalam pelaksanaannya masih ada penyandang disabilitas yang merasakan diskriminasi. Kondisi tersebut melatarbelakangi perlunya evaluasi pelaksanaan penerimaan CPNS bagi penyandang disabilitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pelaksanaan penerimaan CPNS bagi penyandang disabilitas dan kesesuaiannya dengan kebijakan yang telah ada, serta merumuskan strategi kebijakan pelaksanaan penerimaan CPNS bagi penyandang disabilitas pada kesempatan berikutnya. Pelaksanaan penerimaan CPNS tahun 2018 pada umumnya terlaksana dengan baik, hanya saja terdapat permasalahan penerimaan CPNS bagi penyandang disabilitas yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebijakan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, diantaranya penyandang disabilitas tidak dapat melamar pada formasi umum dan formasi khusus yang disediakan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang disediakan untuk penyandang disabilitas. Terdapat beberapa strategi pelaksanaan penerimaan CPNS bagi penyandang disabilitas, diantaranya: 1) Melakukan penyamaan persepsi antar pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya, 2) Menyusun formasi penyandang disabilitas berdasarkan kebutuhan daerah dan penyandang disabilitas, 3) Mengoptimalkan pelayanan bagi penyandang disabilitas. Kata Kunci : Evaluasi, Penerimaan CPNS, Penyandang Disabilitas
Kajian Penanggulangan Gizi Buruk di Kalimantan Selatan Maliani; Latifa Suhada Nisa; Dewi Siska; Sajiman
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 16 No 2 (2021): Jurnal Kebijakan Pembangunan
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v16i2.223

Abstract

Toddlers in Indonesia experience a double burden problem, some children are obese but others experience stunting, emaciation, and malnutrition. Nutritional problems if not addressed will cause the Indonesian nation can experience a lost generation. The occurrence of malnutrition can be prevented if the root cause of the problem in the community concerned can be known, so that overcoming the problem of nutrition can be done more fundamentally through handling the root of the problem. The purpose of this study is to identify the causes of malnutrition, identify the implementation of efforts to overcome malnutrition, and formulate strategies to overcome malnutrition in South Kalimantan. This research is a descriptive study with a combination method combining qualitative and quantitative approaches. The results showed the number of malnutrition in South Kalimantan that was found in 2018 to September was 95 cases. Cases of malnutrition were found mostly with non-clinical symptoms. Most cases of malnutrition found with clinical symptoms are marasmus. Most of the cases in 2018 were caused by poverty + poor parenting + lack of sanitation. Efforts to combat malnutrition in South Kalimantan are not only carried out by the health department but also supported by cross-sectors which are included in sensitive interventions, including social services through PKH programs and non-cash direct assistance (literature, basic food distribution, business capital assistance, home rehabilitation) not living) and also the food security department through KRPL and CPP programs, and others. However, coordination between related agencies in managing malnutrition problems, especially at the district / city level, is still not optimal. High commitment from regional leaders is needed for the integration of all related sectors.
Analisis Pelaksanaan Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Di Lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Latifa Suhada Nisa; Sri Setyati; Maliani; Dewi Siska; Siska Fitriyanti
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 17 No 2 (2022): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2022
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v17i2.284

Abstract

To realize effective governance, the central government has issued a policy to simplify the bureaucracy. One of these policies is implemented by equalizing Administrative Positions (JA) to Functional Positions (JF). The Provincial Government of South Kalimantan has followed the mechanism for equalizing JA to JF following the provisions of the applicable laws. However, in its implementation, it is still partially done. The equalization of JA to JF has been carried out by four agencies, namely Bappeda, Balitbangda, Dispersip, and DPMPTSP, with the number of JAs being equalized to as many as 32 people. The problem faced by the South Kalimantan Provincial Government after the implementation of equalization is that the work system needs to be adjusted. In addition, implementing a policy that is still partial creates jealousy, inequality and work demotivation. This also impacts the irrelevance of the job made and approved by the Ministry of Home Affairs to be implemented at the next inauguration due to mutations, promotions, and retiring employees. Related to this, the provincial government must immediately make (1) adjustment to the work system, which includes adjustment of work mechanisms and business processes as stated in PermenPAN-RB RI Number 7 of 2022 concerning Work Systems in Government Agencies for Bureaucracy Simplification, (2) Preparation of guidance maps /mapping of JF training and development priorities in each regional apparatus, especially for JF who must have certification at the JF that is being supervised, (3) Conducting consultations and rearranging the JA map that will be aligned by providing opportunities for JAs who will be equalized to then choose JFs that are in demand and adapted to the needs of the organization, (4) related SKPDs to conduct intensive and pro-active guidance in conducting training on equalization JFs in their respective SKPDs and accelerating the internalization of changes in ASN management policies. Pemerintah pusat dalam rangka mewujudkan tata Kelola pemerintahan yang efektif, telah mengeluarkan kebijakan penyederhanaan birokrasi. Salah satu kebijakan tersebut dilaksanakan melalui penyetaraan Jabatan Administrasi (JA) ke Jabatan Fungsioal (JF). Pemerintah Provinsi Kalsel telah mengikuti mekanisme penyetaraan JA ke JF sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya masih dilakukan secara parsial. Penyetaraan JA ke JF telah dilaksanakan terhadap 4 SKPD, yaitu Bappeda, Balitbangda, Dispersip, dan DPMPTSP, dengan jumlah JA yang disetarakan adalah sebanyak 32 orang. Permasalahan yang dihadapi Pemprov Kalsel setelah pelaksanaan penyetaraan adalah belum adanya penyesuaian sistem kerja. Selain itu Pelaksanaan kebijakan yang masih parsial juga menimbulkan kecemburuan, kesenjangan dan demotivasi kerja bagi JF penyetaraan. Hal tersebut ini juga berdampak pada tidak relevannya peta jabatan yang telah dibuat dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri untuk dilaksanakan pada pelantikan selanjutnya karena adanya mutasi, promosi, dan pegawai yang pensiun. Terkait hal tersebut, pemprov harus segera melakukan : (1) penyesuaian sistem kerja yang meliputi penyesuaian mekanisme kerja dan proses bisnis seperti tertuang dalam PermenPAN-RB RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi,(2) Penyusunan peta pembinaan /pemetaan prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing perangkat daerah, terutama bagi JF yang harus memiliki sertifikasi di JF yang diampu, (3) Melakukan konsultasi dan penyusunan ulang peta JA yang akan disetarakan dengan memberikan kesempatan bagi JA yang akan disetarakan untuk selanjutnya memilih JF yang diminati dan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, (4) SKPD terkait agar melakukan pembinaan secara intensif dan pro aktif melakukan pembinaan terhadap JF penyetaran di SKPD nya masing-masing dan mempercepat internalisasi perubahan kebijakan manajemen ASN.