Latifa Suhada Nisa
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI KALIMANTAN SELATAN Latifa Suhada Nisa
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 14 No 1 (2019): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Education is one of the people with disabilities’s rights that must be fulfilled by the state. Fulfillment of the educational rights of people with disabilities will provide opportunities for them to become equal with other human beings and no longer be marginalized. The South Kalimantan Provincial Government has at least two legal standings that can be used as a basic in meeting the educational needs of persons with disabilities, namely Governor of South Kalimantan Regulation No. 065 of 2012 concerning the Implementation of Special Education, Inclusive Education, Special Intelligent Children Education and / or Special Talents of Educational Support Institutions; and by holding special education and inclusion in South Kalimantan; and South Kalimantan Province Regional Regulation No. 4 of 2019 concerning Protection and Fulfillment of the Rights of Persons with Disabilities. The fulfillment of the educational needs of persons with disabilities has been carried out by the Regional Government of South Kalimantan through spesific and inclusion ways. To improve the quality of its implementation and services, it is necessary to fulfill school infrastructure, increase the inclusion schools, educators, budget support and the participation of the community and family in understanding the situation and educational rights for persons with disabilities. Abstrak Pendidikan merupakan salah satu hak penyandang disabilitas yang wajib dipenuhi oleh negara. Terpenuhinya hak pendidikan penyandang disabilitas akan memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menjadi setara dengan manusia lainnya dan tidak lagi menjadi kaum termarjinalkan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah memiliki setidaknya dua kebijakan yang dapat dijadikan dasar dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi penyandang disabilitas, yaitu Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 065 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Khusus, Pendidikan Inklusif, Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan/atau Bakat Istimewa Lembaga Pendukung Pendidikan; dan dengan diselenggarakannya pendidikan khusus dan inklusi di Kalimantan Selatan dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No. 4 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi penyandang disabilitas telah dilakukan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan melalui jalur khusus maupun inklusi. Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pelayanannya diperlukan pemenuhan sarana prasarana sekolah, penambahan sekolah inklusi, tenaga pendidik, dukungan anggaran dan peran serta masyarakat dan keluarga dalam memahami situasi dan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Kata Kunci: Pendidikan, Penyandang Disabilitas, Kebijakan Pemerintah
Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Pambalah Batung Amuntai Latifa Suhada Nisa; Maliani Maliani; Siska Fitriyanti; Dewi Siska
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Kebijakan Pembangunan
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v15i1.52

Abstract

Based on Law Number 25 Year 2009 regarding Public Services, every public service provider is demanded to always improve the quality of its services. One effort to meet the need to improve service quality is to carry out a Community Satisfaction Survey (SKM), where the implementation has been regulated in Permenpan No. 14 of 2017. SKM in this study was conducted at the Regional General Hospital (RSUD) Pambalah Batung Amuntai, Hulu Sungai Utara Regency (HSU). SKM is conducted to be able to measure and analyze the Community Satisfaction Index. Descriptive methods with qualitative and quantitative approaches (mix method) were used in this research. The results of data analysis showed that the IKM of Pambalah Batung Amuntai Hospital was 78.24, which is rated as "Good" category. Service elements that must be improved (poor category) are service time, complaint handling, facilities and infrastructure. The recommended strategic steps are making improvements in accordance with the recommendations in the 2018 SKM report and improving performance especially in elements that are less well categorized. Kata Kunci: Survei Kepuasan Masyarakat, Pelayanan Publik, RSUD Pambalah Batung Amuntai Abstrak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, setiap penyelenggara pelayanan publik dituntut untuk selalu memperbaiki kualitas pelayanannya. Salah satu usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan perbaikan kualitas pelayanan tersebut adalah dengan melaksanakan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM), dimana pelaksanaanya telah diatur di dalam Permenpan Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. SKM dalam kajian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pambalah Batung Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). SKM dilakukan untuk mengukur dan menganalisa Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix method). Hasil analisis data menunjukkan bahwa IKM RSUD Pambalah Batung Amuntai adalah 78,24, berada pada kategori “Baik”. Unsur pelayanan yang harus diperbaiki (kategori kurang baik) adalah waktu pelayanan, penanganan pengaduan, dan sarana prasarana. Rekomendasi langkah strategis yang perlu dilakukan adalah melakukan perbaikan sesuai dengan saran dalam laporan SKM tahun 2018 dan melakukan peningkatan kinerja terutama pada unsur dengan kategori kurang baik. Kata Kunci: Survei Kepuasan Masyarakat, Pelayanan Publik, RSUD Pambalah Batung Amuntai
Pelaksanaan Sistem Inovasi di Indonesia Latifa Suhada Nisa
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 17 No 1 (2022): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v17i1.274

Abstract

The Indonesian government has made various efforts to increase global competitiveness. One of which is through increased innovation. In doing so, it should be integrated within a system to ensure its implementation and sustainability, with actors, institutions, interaction relationships and productive processes that influence the direction of development, speed and diffusion of innovation. Its implementation in the regions is known as the regional innovation system, which is an integral part of the national innovation system. This paper aims to describe the implementation of the innovation system in terms of regulation, implementation, monitoring and evaluation. The method used is desk study, by analyzing secondary data descriptively according to related topics. Based on the literature review, it is known that the implementation of innovation in Indonesia runs within a national innovation system. The implementation of innovation in the central and local governments is based on the law and regulations underlying the innovation system in Indonesia. Programs and activities are carried out to support the implementation of innovation, such as the implementation and strengthening of the Regional Innovation System (SIDa), the construction of a Science Techno-Park, and the assessment of the regional innovation index. The preparation of the SIDa Roadmap was carried out as one of the strengthening steps to create a conducive innovation system. One form of monitoring and evaluation carried out by the central government on implementing innovation is through the measurement of the regional innovation index, where awards and guidance are given to regions based on their innovation predicate. Local governments need to prepare an innovation database as a strategic step in developing innovation, intellectual property and information, as well as encouraging the growth and development of a culture of innovation through education, training, appreciation, and innovation campaigns. Abstrak Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan daya saing global. Salah satunya melalui inovasi. Untuk menjamin pelaksanaan dan keberlangsungan inovasi, maka inovasi dijalankan dalam suatu sistem, dimana di dalamnya terdapat pelaku, kelembagaan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan, kecepatan dan difusi dari suatu inovasi. Pelaksanaannya di daerah dikenal dengan istilah sistem inovasi daerah, merupakan bagian integral dari sistem inovasi nasional. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan sistem inovasi, dari segi regulasi, implementasi, monitoring dan evaluasi. Metode yang digunakan adalah desk study, dengan menganalisis data sekunder secara deskriptif sesuai dengan topik bahasan terkait. Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, diketahui bahwa pelaksanaan inovasi berjalan dalam suatu wadah sistem inovasi nasional. Secara regulasi, sudah terdapat peraturan yang menjadi payung hukum pelaksanaan inovasi di tingkat pusat dan daerah. Banyak program/kegiatan yang dilakukan untuk mendukung pelaksanaan inovasi, seperti pelaksanaan dan penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa), pembangunan Science Tecno-Park, dan penilaian indeks inovasi daerah. Penyusunan Roadmap SIDa dilakukan sebagai salah satu langkah penguatan untuk menciptakan sistem inovasi yang kondusif. Salah satu bentuk monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan pemerintah pusat terhadap pelaksanaan inovasi adalah melalui pengukuran indeks inovasi daerah, dimana penghargaan dan pembinaan diberikan kepada daerah berdasarkan predikat inovasinya. Pemerintah daerah perlu melakukan penyusunan basis data inovasi sebagai langkah strategis pengembangan inovasi, dan juga pengembangan kekayaan intelektual serta informasi, serta mendorong tumbuh kembang budaya inovasi melalui jalur pendidikan, pelatihan, apresiasi, dan kampanye inovasi.
Analisis Pelaksanaan Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Di Lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Latifa Suhada Nisa; Sri Setyati; Maliani; Dewi Siska; Siska Fitriyanti
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 17 No 2 (2022): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2022
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47441/jkp.v17i2.284

Abstract

To realize effective governance, the central government has issued a policy to simplify the bureaucracy. One of these policies is implemented by equalizing Administrative Positions (JA) to Functional Positions (JF). The Provincial Government of South Kalimantan has followed the mechanism for equalizing JA to JF following the provisions of the applicable laws. However, in its implementation, it is still partially done. The equalization of JA to JF has been carried out by four agencies, namely Bappeda, Balitbangda, Dispersip, and DPMPTSP, with the number of JAs being equalized to as many as 32 people. The problem faced by the South Kalimantan Provincial Government after the implementation of equalization is that the work system needs to be adjusted. In addition, implementing a policy that is still partial creates jealousy, inequality and work demotivation. This also impacts the irrelevance of the job made and approved by the Ministry of Home Affairs to be implemented at the next inauguration due to mutations, promotions, and retiring employees. Related to this, the provincial government must immediately make (1) adjustment to the work system, which includes adjustment of work mechanisms and business processes as stated in PermenPAN-RB RI Number 7 of 2022 concerning Work Systems in Government Agencies for Bureaucracy Simplification, (2) Preparation of guidance maps /mapping of JF training and development priorities in each regional apparatus, especially for JF who must have certification at the JF that is being supervised, (3) Conducting consultations and rearranging the JA map that will be aligned by providing opportunities for JAs who will be equalized to then choose JFs that are in demand and adapted to the needs of the organization, (4) related SKPDs to conduct intensive and pro-active guidance in conducting training on equalization JFs in their respective SKPDs and accelerating the internalization of changes in ASN management policies. Pemerintah pusat dalam rangka mewujudkan tata Kelola pemerintahan yang efektif, telah mengeluarkan kebijakan penyederhanaan birokrasi. Salah satu kebijakan tersebut dilaksanakan melalui penyetaraan Jabatan Administrasi (JA) ke Jabatan Fungsioal (JF). Pemerintah Provinsi Kalsel telah mengikuti mekanisme penyetaraan JA ke JF sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya masih dilakukan secara parsial. Penyetaraan JA ke JF telah dilaksanakan terhadap 4 SKPD, yaitu Bappeda, Balitbangda, Dispersip, dan DPMPTSP, dengan jumlah JA yang disetarakan adalah sebanyak 32 orang. Permasalahan yang dihadapi Pemprov Kalsel setelah pelaksanaan penyetaraan adalah belum adanya penyesuaian sistem kerja. Selain itu Pelaksanaan kebijakan yang masih parsial juga menimbulkan kecemburuan, kesenjangan dan demotivasi kerja bagi JF penyetaraan. Hal tersebut ini juga berdampak pada tidak relevannya peta jabatan yang telah dibuat dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri untuk dilaksanakan pada pelantikan selanjutnya karena adanya mutasi, promosi, dan pegawai yang pensiun. Terkait hal tersebut, pemprov harus segera melakukan : (1) penyesuaian sistem kerja yang meliputi penyesuaian mekanisme kerja dan proses bisnis seperti tertuang dalam PermenPAN-RB RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi,(2) Penyusunan peta pembinaan /pemetaan prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing perangkat daerah, terutama bagi JF yang harus memiliki sertifikasi di JF yang diampu, (3) Melakukan konsultasi dan penyusunan ulang peta JA yang akan disetarakan dengan memberikan kesempatan bagi JA yang akan disetarakan untuk selanjutnya memilih JF yang diminati dan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, (4) SKPD terkait agar melakukan pembinaan secara intensif dan pro aktif melakukan pembinaan terhadap JF penyetaran di SKPD nya masing-masing dan mempercepat internalisasi perubahan kebijakan manajemen ASN.