Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN GLOBALISASI: UNTUK PROFIT ATAU CULTIVATING HUMANITY? Baghi, Felix
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio Vol 7 No 2 (2015): Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio
Publisher : STKIP Santu Paulus Ruteng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2016/20

Abstract

Abstract: Multicultural Education and Globalization: For Profit or Cultivating Humanity? Openness to others is only possible if people learn to look forward, looking at each otherness with the taste of humanity rich in meaning, empathetic. Others in the context of ethical responsibility that asimteris (Levinas), in the light of mutual interpersonal relationships (Paul Ricoeur) and the ability to anticipate the arrival of another absurdity, an anticipation that requires courage to face any situation that could not previously thought (Jacques Derrida), Therefore, adequate education for life in a pluralistic democracy is multicultural education. Multicultural education teaches students to recognize and open to story and narrative of life and culture of other groups, both religious dimension, ethnicity, ekonoms, political and gender. In a global dimension, multicultural education requires interactive contribution of knowledge of history, geography, cultural studies, interdisciplinary, the history of legal and political systems and religious studies.  Keywords: multicultural education, globalization, dialectic pedagogy Abstrak: Pendidikan Multikultural dan Globalisasi: Untuk Profit atau Cultivating Humanity? Keterbukaan terhadap yang lain  hanya mungkin kalau orang saling belajar dengan menatap ke depan, memandang setiap keberlainan dengan cita rasa kemanusiaan yang kaya makna, penuh empati. Yang  Lain dalam konteks tanggung jawab etis yang asimteris (Levinas), dalam terang hubungan interpersonal yang mutual (Paul Ricoeur) dan dalam kesanggupan mengantisipasi kemustahilan kedatangan yang lain, suatu antisipasi yang membutuhkan keberanian untuk menghadapi segala situasi yang tidak dapat diduga sebelumnya (Jacques Derrida). Oleh karena itu, pendidikan yang adekuat untuk hidup dalam suatu iklim demokrasi yang pluralistik  adalah pendidikan yang multikultural. Pendidikan multikutural mengajarkan anak didik untuk mengenal dan terbuka terhadap  kisah dan narasi hidup serta kultur  kelompok yang lain, baik dari dimensi religius, etnis, ekonomis, politis dan gender. Dalam dimensinya yang global, pendidikan multikultural membutuhkan kontribusi interaktif dari pengetahuan sejarah, geografi, studi kebudayaan yang interdisipliner, sejarah hukum dan sistim politik serta studi-studi keagamaan.  Kata kunci: pendidikan multikultural, globalisasi, pedagogi dialektika
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN GLOBALISASI: UNTUK PROFIT ATAU CULTIVATING HUMANITY? Felix Baghi
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio Vol. 7 No. 2 (2015): Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio
Publisher : Unika Santu Paulus Ruteng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (93.099 KB) | DOI: 10.36928/jpkm.v7i2.33

Abstract

Keterbukaan terhadap yang lain hanya mungkin kalau orang saling belajar dengan menatap ke depan, memandang setiap keberlainan dengan cita rasa kemanusiaan yang kaya makna, penuh empati. Yang Lain dalam konteks tanggung jawab etis yang asimteris (Levinas), dalam terang hubungan interpersonal yang mutual (Paul Ricoeur) dan dalam kesanggupan mengantisipasi kemustahilan kedatangan yang lain, suatu antisipasi yang membutuhkan keberanian untuk menghadapi segala situasi yang tidak dapat diduga sebelumnya (Jacques Derrida). Oleh karena itu, pendidikan yang adekuat untuk hidup dalam suatu iklim demokrasi yang pluralistik adalah pendidikan yang multikultural. Pendidikan multikutural mengajarkan anak didik untuk mengenal dan terbuka terhadap kisah dan narasi hidup serta kultur kelompok yang lain, baik dari dimensi religius, etnis, ekonomis, politis dan gender. Dalam dimensinya yang global, pendidikan multikultural membutuhkan kontribusi interaktif dari pengetahuan sejarah, geografi, studi kebudayaan yang interdisipliner, sejarah hukum dan sistim politik serta studi-studi keagamaan.
Filsafat Kapabilitas dan Kemungkinan Politik Pengakuan yang Mutual (Merekonstruksi Filsafat Praktis Paul Ricoeur) Felix Baghi
Jurnal Ledalero Vol 20, No 1 (2021): Jurnal Ledalero Edisi Juni 2021
Publisher : Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.764 KB) | DOI: 10.31385/jl.v20i1.229.51-65

Abstract

This article focuses on Capability Approach in Philosophy and the Possibility of Politics of Recognition: to reconstruct Ricoeur’s practical philosophy. Based on his philosophical question: what is capable self? we search for the meaning of human capability which will imply an understanding of the self and the recognition of its basic personal capacities, from where proceeds mutual recognition. Since this is the main goal of Ricoeur, I choose to expose this part of his work with the objective of structuring its ethical aim, which is to live good life with and for others in just institutions. Here, love, justice and the poetics of the gift will play significant roles. This study is divided into three main parts. Part One is a discussion of the phenomenology of the capable self that aims to emphasize the meaning of personal capacities in terms of self’s ability. Part Two presents ethics and the politics of recognition in three sub-themes: self-esteem, solicitude for others and justice in institutions. This leads to the Part Three which completes the previous study by analyzing the relationship between love, justice and possibility of the politics of mutual recognition.Keywords: Capable self, Mutual Recognition, Ethical Aim and the Poetics of the Gift.
Peranan Modal Sosial dalam Pencegahan dan Penanganan Masalah Intoleransi di Nusa Tenggara Timur Robert Mirsel; Felix Baghi; Puplius Meinrad Buru
Jurnal Ledalero Vol 22, No 1 (2023): JURNAL LEDALERO EDISI JUNI 2023
Publisher : Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31385/jl.v22i1.330.55-71

Abstract

This article focuses on identifying social capitals in preventing and handling religious intolerance in West Sumbaand Belu Regencies of NTT Province. Using qualitative approach, descriptive analysis, and employing interviews,and focused group discussions as methods of data collection, this study found that social capitals play a very crucialrole as social bounding in all communities in the three regencies. These social capitals include values such asopenness and willingness to accept others and differences, upholding unity and brotherhood, and traditional norms,customs (including kinship ties), symbols and language; the role of religious leaders, community leaders, traditionalleaders, interreligious harmony forums (FKUB), and youth forums. All of these social capitals become a force thatstrengthens tolerance and prevents intolerance in the three regencies. The implication is that Indonesia as a wholeand other parts of Indonesia can identify and use social capitals to strengthen tolerance and prevent intoleranceamong the people living in multicultural context.Keywords: social capital, intolerance prevention, social bonding, social bridging, social linking.
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN GLOBALISASI: UNTUK PROFIT ATAU CULTIVATING HUMANITY? Baghi, Felix
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio Vol. 7 No. 2 (2015): Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio
Publisher : Unika Santu Paulus Ruteng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36928/jpkm.v7i2.654

Abstract

Keterbukaan terhadap yang lain hanya mungkin kalau orang saling belajar dengan menatap ke depan, memandang setiap keberlainan dengan cita rasa kemanusiaan yang kaya makna, penuh empati. Yang Lain dalam konteks tanggung jawab etis yang asimteris (Levinas), dalam terang hubungan interpersonal yang mutual (Paul Ricoeur) dan dalam kesanggupan mengantisipasi kemustahilan kedatangan yang lain, suatu antisipasi yang membutuhkan keberanian untuk menghadapi segala situasi yang tidak dapat diduga sebelumnya (Jacques Derrida). Oleh karena itu, pendidikan yang adekuat untuk hidup dalam suatu iklim demokrasi yang pluralistik adalah pendidikan yang multikultural. Pendidikan multikutural mengajarkan anak didik untuk mengenal dan terbuka terhadap kisah dan narasi hidup serta kultur kelompok yang lain, baik dari dimensi religius, etnis, ekonomis, politis dan gender. Dalam dimensinya yang global, pendidikan multikultural membutuhkan kontribusi interaktif dari pengetahuan sejarah, geografi, studi kebudayaan yang interdisipliner, sejarah hukum dan sistim politik serta studi-studi keagamaan.