Pendahuluan: Nevus melanositik didapat merupakan lesi melanositik jinak yang paling sering ditemui. Proses peradangan kronis dapat membuat gambaran klinis dan dermoskopik nevus melanositik didapat menjadi tidak khas. Rekurensi dapat terjadi terutama pascatindakan pengangkatan lesi secara parsial. Kasus: Anak perempuan, 15 tahun, mengeluhkan tahi lalat hitam di punggung tangan kanan yang sudah ada sejak 10 tahun yang lalu. Tahi lalat membesar perlahan seiring usia, namun dalam 1 tahun terakhir terasa lebih tebal, bersisik dan gatal. Pemeriksaan dermoskopi menunjukkan gambaran tidak khas. Diagnosis nevus melanositik intradermal ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi yang diambil dengan cara biopsi tangensial. Nevus rekuren muncul satu bulan pascaeksisi. Gambaran histopatologi menunjukkan adanya sarang-sarang sel nevus berinti bulat, vesikular, sitoplasma eosinofilik, sebagian dengan pigmen kecokelatan intrasitoplasmik, serta tidak ditemukan mitosis. Selain itu, juga terdapat akantosis, hipergranulosis, spongiosis ringan, dan vertical collagen streaks. Diskusi: Gambaran histopatologi berupa dermatitis kronik di bagian superfisial lesi dapat menjelaskan gambaran dermoskopi yang tidak khas pada nevus melanositik didapat. Pengangkatan lesi secara parsial dengan teknik biopsi tangensial meningkatkan risiko rekurensi, walaupun 23% kasus nevus rekuren ditemukan juga pascaeksisi nevus secara komplet. Gambaran klinis nevus rekuren dapat menyerupai melanoma, tetapi dermoskopi dapat membantu membedakan keduanya. Kesimpulan: Diagnosis dermatitis kronik perlu dipertimbangkan pada dermoskopi lesi nevus melanositik didapat yang tidak khas. Kemungkinan rekurensi pascaeksisi nevus melanositik didapat perlu diinformasikan kepada pasien dan/atau keluarga.