Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Constitutional Rights of Woman Commercial Sex Workers in Bending Sari Pekalongan Bunga Desyana Pratami
Asian Journal of Law and Humanity Vol. 1 No. 1 (2021): October - February
Publisher : Faculty of Sharia, State Islamic University KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Central Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (969.241 KB) | DOI: 10.28918/ajlh.v1i1.4376

Abstract

This paper analyzes the fulfillment of the constitutional rights of women commercial sex workers and the responsibility of the State in fulfilling the constitutional rights of women commercial sex workers in Bendan Sari, Pekalongan City. This empirical juridical research uses a qualitative approach. Collecting data using observation, interviews and literature study. The analysis uses an interactive model. The results show that the constitutional rights of women commercial sex workers in Bending Sari have not been fully fulfilled. For example, the right to a decent life, the right to health care and the right not to be discriminated against. This is due to the local government's rejection of their existence as Commercial Sex Workers, so they do not get the space and opportunity to fight for their rights. The responsibility of the state, in this case is the Pekalongan City government to fulfill the constitutional rights of Women Commercial Sex Workers in Bendan Sari carried out by prevention and guidance to them through social services by providing training and business capital. The aim is that the female commercial sex workers who have been trained have the skills and willingness not to return to work as sex workers, so that they can continue to live a better, decent and healthy life. In addition, to protect the rights of citizens, in this case the community in the vicinity of the Bendan Sari prostitution area.
Batas Usia Perkawinan Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019 dan KUH Perdata Pasal 330 Nasruddin Nasruddin; Makrum Kholil; Bunga Desyana Pratami
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (932.743 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v1i2.4824

Abstract

Penelitian ini mengkaji batas usia perkawinan menurut UU No. 16 Tahun 2019 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330. Penulisannya dilatarbelakangi oleh adanya pemikiran bahwa batas usia perkawinan menjadi sebuah keharusan dalam perumusan kebijakan negara. Padahal kenyataannya dalam masyarakat banyak terjadi perkawinan di bawah usia kategori dewasa yang berpotensi tidak menghantarkan kepada kebaikan dalam membina sebuah keluarga. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pertimbangan lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan? 2. Bagaimana penentuan batas usia dewasa dalam perkawinan menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 dan pasal 330 KUH Perdata? Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam Hukum Islam tidak ada ketentuan yang pasti berkaitan dengan penetapan batas usia perkawinan, karena tidak dapat ditemukan dalil secara khusus dalam Al-Qur’an maupun sunnah yang mengatur masalah batas usia perkawinan. Maka negara hadir dalam penetapan batas usia perkawinan. Bahwa adanya perubahan masa dan perkembangan zaman yang mendasari pembaruan hukum Islam dan pembaruan pemikiran hukum dalam hal batasan usia perkawinan.