Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : JURNAL PERSPEKTIF BEA DAN CUKAI

KAJIAN PENERAPAN EARMARKING CUKAI HASIL TEMBAKAU DI INDONESIA (PERIODE TAHUN 2006 S.D. 2016) Sukmono, Renny
JURNAL PERSPEKTIF BEA DAN CUKAI Vol 3, No 1: 2019
Publisher : Politeknik Keuangan Negara STAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (712.703 KB) | DOI: 10.31092/jpbc.v3i1.434

Abstract

Sebagai bentuk earmarking cukai hasil tembakau, pemerintah mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) ke sejumlah propinsi di Indonesia. Tujuan kebijakan ini adalah untuk mengendalikan konsumsi produk tembakau dan sekaligus membantu masyarakat umum yang berada di sekitar konsumen produk tembakau dan industri produk tembakau yang menanggung dampak negatif akibat produksi dan konsumsi produk tembakau. Namun, sampai dengan tahun 2016 proporsi penduduk yang menghisap/mengunyah tembakau makin meningkat. Di satu sisi, daerah yang menerima alokasi DBH CHT sudah berupaya untuk mengalokasikan DBH CHT sesuai dengan ketentuan yaitu untuk mendanai lima kegiatan utama yaitu peningkatan kualitas tembakau sebagai bahan baku, pengembangan industri tembakau,  pengembangan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan cukai dan pemberantasan barang kena cukai illegal. Sitepu (2016) menyatakan bahwa kebijakan yang mendukung tujuan earmarking hanya pada program pembinaan lingkungan sosial. Bedasarkan laporan realisasi anggaran DBH CHT, realisasi terbesar pada tahun 2016 memang pada program pembinaan lingkungan sosial dan yang kedua adalah peningkatan kualitas bahan baku. Pada program pembinaan lingkungan sosial, dinas kesehatan paling banyak mendapatkan alokasi anggaran dan digunakan untuk menambah dan melengkapi fasilitas kesehatan untuk membantu orang-orang yang terkena dampak asap rokok. Upaya ini lebih menekankan pada tindakan penanggulangan, bukan tindakan preventif. Proporsi anggaran yang menempati peringkat kedua adalah anggaran yang digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku. Dengan semakin maraknya iklan rokok, tentunya upaya-upaya ini tidak bisa berkata banyak. Sangatlah wajar jika pengonsumsi rokok makin meningkat. Selain digunakan untuk fasilitas kesehatan, dana program pembinaan lingkungan sosial juga digunakan untuk memberikan pembinaan, pelatihan keterampilan kerja warga di sekitar industri rokok agar tidak bergantung pada keberadaan industri rokok. Pada daerah penerima alokasi DBH CHT memang terbukti jika tingkat penganggurannya lebih rendah dibandingkan dengan daerah bukan penerima. Rata-rata tingkat pengangguran dari tahun 2012 s.d 2016 cenderung meningkat. Namun rata-rata peningkatan pada daerah penerima lebih rendah dibandingkan daerah bukan penerima yaitu 6,756% sedangkan pada daerah bukan penerima sebesar 11,83%. Hal ini memang menjadi dilema bagi pemerintah Indonesia. Di satu sisi, industri rokok dapat menyerap tenaga kerja, namun rokok menyebabkan dampak negatif yang tidak kalah hebat misalnya biaya kesehatan yang besar yang dikeluarkan baik oleh  masyarakat maupun pemerintah dan turunnya produktifitas nasional. Sedangkan untuk rata-rata penurunan tingkat kemiskinan dari tahun 2012 s.d 2016, penerima alokasi DBH CHT memiliki rata-rata penurunan tingkat kemiskinan yang lebih besar jika dibandingkan daerah bukan penerima DBH CHT yaitu 2,4% sedangkan pada daerah bukan penerima turun rata-rata 2,1%. Untuk rata-rata pertumbuhan ekonomi dari tahun 2012 s.d 2016 pada daerah penerima lebih besar jika dibandingkan dengan daerah bukan penerima, yaitu 4,44% sedangkan pada daerah bukan penerima sebesar 3,69%. Kata Kunci : DBH CHT, Earmarking, Pembinaan Lingkungan Sosial, Tingkat Pengangguran, Tingkat Kemiskinan, dan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi.
Pengaruh Faktor Demografi terhadap Status Merokok Remaja sebagai Dampak Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Sukmono, Renny
JURNAL PERSPEKTIF BEA DAN CUKAI Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Politeknik Keuangan Negara STAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.779 KB) | DOI: 10.31092/jpbc.v3i2.435

Abstract

ABSTRAK The number of smokers in Indonesia is increasing year by year. Along with the increase in the number of smokers, the proportion of teenage novice smokers is also increasing. The number of teenage smokers in Indonesia is still very large and dominated by boys. There are many factors behind why teenagers smoke. In this study, demographic factors including gender, parents 'smoking status, parents' economic status, education of parents and adolescent areas living (divided into two, namely DBHCHT recipient areas and not CHT DBH recipients) are used. Profit sharing from tobacco products (DBH CHT) is funds allocated to finance certain activities related to goods that have characteristics which consumption needs to be controlled and monitored and has negative impacts on the community. The data used in this study are secondary data sourced from the 2013 Indonesian Basic Health Research survey conducted by the Ministry of Health. Observations were made on 86.810 boys and 79.745 girls. The analytical method used is logistic regression analysis. Based on the results of the analysis it was found that teenagers smoking learn from what they see in the environment in which they are located. If there is one parent who smokes, the teenagers tends to smoke too. This tendency is even greater if both parents smoke. Likewise, with areas with more "tobacco" activities, it will tend to make teenagers  become smokers.                            Jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan peningkatan jumlah perokok, proporsi perokok pemula yang berusia remaja juga semakin meningkat. Jumlah perokok remaja di Indonesia masih sangat banyak dan masih didominasi oleh remaja laki-laki. Banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa remaja merokok. Pada penelitian ini digunakan faktor demografi antara lain jenis kelamin, status merokok orang tua, status ekonomi orang tua, pendidikan orang tua dan daerah remaja tinggal (dibedakan menjadi dua yaitu daerah penerima DBHCHT dan bukan penerima DBH CHT). Dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) merupakan dana yang dialokasi untuk membiayai kegiatan tertentu  yang berkaitan dengan barang  yang memiliki sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi serta memberikan dampak negatif bagi masyarakat.   Data yang digunakan pada penelitian ini adalah  data sekunder yang bersumber dari survei Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Observasi dilakukan terhadap 86.810 remaja laki-laki dan 79.745 remaja perempuan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa remaja yang merokok belajar dari apa yang dilihatnya di lingkungan dimana dia berada. Jika ada salah satu orang tua yang merokok, kecenderungan anak remaja juga akan ikut merokok. Kecenderungan ini lebih besar lagi jika kedua orang tuanya merokok. Demikian juga dengan daerah dengan aktivitas “tembakau” yang lebih banyak, akan cenderung membuat anak remaja menjadi perokok.