Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

RENAL INFUNDIBULAR STENOSIS WITH UROLITHIASIS: A LITERATURE REVIEW Firmanto, Rama; Rasyid, Nur
Indonesian Journal of Urology Vol 27 No 2 (2020)
Publisher : Indonesian Urological Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32421/juri.v27i2.541

Abstract

Objective: This literature review was performed to improve the insight in renal infundibular stenosis with urolithiasis. Material & Methods: We searched several literatures about infundibular stenosis and its association with urolithiasis. Pubmed and ScienceDirect databases were used to identify relevant studies. Results: Infundibulopelvic stenosis (IFPS) is rarely found. It is not always a congenital condition. IFPS is caused by extrinsic factor, such as carcinoma or retroperitoneal fibrosis, or intrinsic factor, such as inflammation, infection, calculus, Fraley’s syndrome, or surgery performed on kidney. Urinary stasis in the pelvicalyceal system that happened in IFPS increases the chance of stone formation. Its anatomical abnormality plays important role to stone formation. The clear treatment algorithm has not been found. The management for kidney stones depends on stone characteristic, location, and symptoms of the patient, as recommended by Koopman et al. Bayne et al. recommend methods of nephrotomy and calicocalicostomy. While Balbo et al. recommend holmium-based therapy. Conclusion: Infundibulopelvic stenosis is a risk factor of urolithiasis. It is a rare condition, but the treatment algorithm has not been found. There are several recommendations for kidney stone management in infundibulopelvic stenosis.
RENAL INFUNDIBULAR STENOSIS WITH UROLITHIASIS: A LITERATURE REVIEW Firmanto, Rama; Rasyid, Nur
Indonesian Journal of Urology Vol 27 No 2 (2020)
Publisher : Indonesian Urological Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32421/juri.v27i2.541

Abstract

Objective: This literature review was performed to improve the insight in renal infundibular stenosis with urolithiasis. Material & Methods: We searched several literatures about infundibular stenosis and its association with urolithiasis. Pubmed and ScienceDirect databases were used to identify relevant studies. Results: Infundibulopelvic stenosis (IFPS) is rarely found. It is not always a congenital condition. IFPS is caused by extrinsic factor, such as carcinoma or retroperitoneal fibrosis, or intrinsic factor, such as inflammation, infection, calculus, Fraley’s syndrome, or surgery performed on kidney. Urinary stasis in the pelvicalyceal system that happened in IFPS increases the chance of stone formation. Its anatomical abnormality plays important role to stone formation. The clear treatment algorithm has not been found. The management for kidney stones depends on stone characteristic, location, and symptoms of the patient, as recommended by Koopman et al. Bayne et al. recommend methods of nephrotomy and calicocalicostomy. While Balbo et al. recommend holmium-based therapy. Conclusion: Infundibulopelvic stenosis is a risk factor of urolithiasis. It is a rare condition, but the treatment algorithm has not been found. There are several recommendations for kidney stone management in infundibulopelvic stenosis.
Peningkatan Kelas RSAL Dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang Menjadi Tipe A Sebagai Rumah Sakit Rujukan TNI KOGABWILHAN I Firmanto, Rama; Kristiyanto, Hanjar; Irfan Ilmi, Muhammad
Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development Vol. 7 No. 6 (2025): Ranah Research : Journal Of Multidisciplinary Research and Development
Publisher : Dinasti Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/rrj.v7i6.1778

Abstract

Seiring dengan perkembangan lingkungan strategis Indonesia saat ini dalam menghadapi ancaman maka tercipta pengembangan organisasi trimatra TNI wilayah barat Indonesia melalui Kogabwilhan I di Tanjungpinang. RSAL dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang sebagai unsur kesehatan tipe B saat ini dalam rangka mempertahankan kinerja organisasi tetap efektif dan efisien memerlukan penyesuaian dihadapkan dengan kualitas dan kuantitas pelayanan dan dukungan kesehatan serta fasilitas penunjangnya, beban tugas administrasi dan menajemen rumah sakit, serta lokasi di center of gravity (COG) tempat Kogabwilhan I berada sebagai rumah sakit rujuan utama dan sandaran operasi TNI. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam, dokumentasi dan studi literatur untuk kemudian diolah dengan NVivo dan dianalisis dengan Soft System Methodology (SSM) sehingga diperoleh model konseptual bahwa RSAL dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang memerlukan peningkatan kelas rumah sakit menjadi tipe A sebagai rumah sakit rujukan TNI Kogabwilhan I dengan tujuan memenuhi kelengkapan kebutuhan pelayanan, dukungan dan fasilitas kesehatan; struktur dan tata kelola rumah sakit; dan cakupan wilayah lintas provinsi baik rumah sakit umum maupun rumah sakit TNI dalam satuan tugas operasi dan latihan TNI di wilayah barat Indonesia melalui layanan unggulan pusat trauma yang terakreditasi.
Konsepsi Sistem Pemantauan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda Berbasis Satelit guna Menjamin Keselamatan dan Keamanan Pelayaran di Alki I Firmanto, Rama; Kristiyanto, Hanjar; Ilmi, Muhammad Irfan
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v9i1.26393

Abstract

Kepadatan Selat Sunda yang merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I yaitu berdasarkan data yang dikeluarkan menurut Pushidrosal tahun 2008 sebanyak 43.862 pelayaran kapal yang menyebrang serta kapal yang melintas sebanyak 10.082 pelayaran. Dengan kondisi tersebut, merupakan latar belakang dari penetapan Selat Sunda dan Selat Lombok sebagai TSS berlaku sesuai dengan konvensi PBB tentang Hukum Laut UNCLOS 1982 dalam publikasi COLREG.2/Circular. 74 pada tanggal 14 Juni 2019. Dengan adanya TSS pemberlakuan VTS sebagai layanan lalu lintas pemantauan dengan Automatic Identification System (AIS) dan Radio Very High Frequency (VHF) kurang lebih 30 Nm. Sedangkan masih ditemukan pelanggaran kapal yang melintas TSS, penyelundupan sabu-sabu, dan potensi pelanggaran hukuman ancaman keselamatan perairan di wilayah laut Selat Sunda yang masih tinggi. Untuk mengatasi tersebut, mengusulkan konsep SEV secara realtime yang telah dikembangkan oleh Italia untuk sistem pemantauan berbasis satelit yang terdapat sistem arsitektur Decision Support Tools for Maritime Situational Awareness (DS- MSA). Dengan mengimplementasikan konsep Sattellite Satelitte Extended Vessel (SEV) tersebut digunakan di Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda untuk menjangkau area lebih jauh, akurat dan mengatasi permasalahan terhadap keselamatan dan keamanan di ALKI I. Adapun penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisa SWOT dengan melaksanakan uji coba konsep pengembangan pada penelitian diajukan kepada expert LAPAN dan Vessel Traffic System (VTS) Merak sebagai user pemanfaatan dengan memperhatikan kondisi dan kemampuan di Indonesia dalam pengembangan satelit yang tersedia melalui wawancara dan kuisioner. Dengan hasil penelitian bahwa, Konsep SEV tersebut belum relevan di Indonesia. Karena beberapa tantangan secara realtime yaitu belum tersedianya Earth Orbit (EO) yang mencukupi data, biaya yang mahal untuk infrastruktur jaringan yang kurang, perlunya kerjasama membangun prototype mekanisme integrasi data serta kendala teknis untuk tenaga pengolahan dan perawatan konsep tersebut. Penulis melaksanakan uji coba kedua dengan revisi sebagai solusi dari penerapan konsep SEV yang tidak bisa secara realtime dengan solusi akhir yaitu menggunakan satelit sendiri yang dikembangkan oleh LAPAN yaitu LAPAN A-2 dan LAPAN A-3 dengan menggunakan based Satellite-AIS dan citra satelit. Yang memiliki kecenderungan orbit rendah dan hampir melewati khatulistiwa memungkinkan di wilayah Indonesia 14 kali per hari dengan orbit kutub yang memberikan cangkupan global.