Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

BATU SILINDRIS DAN BUDIDAYA TEBU DI BANTEN, BATAVIA, DAN SEKITARNYA PADA ABAD KE 1718 Inagurasi, Libra hari
Naditira Widya Vol 9, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v9i1.119

Abstract

Banten dan Batavia adalah contoh dua kota pada abad ke-17 -18 yang memproduksi gula dari bahan baku tebu.Pembuatan gula di Banten dan Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina.Tujuan dari tulisan ini adalah memberikangambaran tentang peralatan yang digunakan untuk menggiling tebu beserta lokasi-lokasinya di Kota Banten, Batavia,dan sekitarnya abad ke-17-18. Adapun tahap-tahap dalam penulisan ini adalah deskripsi terhadap data arkeologi danpenelusuran literatur. Hasil dari penelitian ialah diketahuinya alat yakni batu untuk menggiling tebu dinamakan molen diMuseum Situs Banten Lama, Museum Sejarah Jakarta, dan di Kalapadua, Tangerang. Tempat-tempat penggilingan tebudi Banten berada di pemukiman orang Cina seperti Pabean dan Pamarican, adapun di Batavia berada di Ommelanden,misalnya di tepi Sungai Ciliwung. Dalam pembahasan, batu-batu penggilingan tebu yang telah ditemukan tersebutdiperbandingkan dengan batu sejenis yang terdapat di Museum Gula di Klaten, Jawa Tengah, guna direkonstruksi carapenggunaannya. Adapun kesimpulan dari tulisan ini Banten dan Batavia abad ke-17-18 menjadi pusat produksi gula dibelahan barat Pulau Jawa menggunakan alat dibuat dari bahan batu berbentuk silindris (molen).
The Karawang Dutch Indies Waterworks in The Agriculture Context (BANGUNAN-BANGUNAN AIR MASA HINDIA BELANDA DI WILAYAH KARAWANG: DALAM KONTEKS PERTANIAN PADI) Inagurasi, Libra Hari
Naditira Widya Vol 8, No 1 (2014): April 2014
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v8i1.255

Abstract

Indonesia is an agrarian country, and ricecultivation is an important sector. Agriculture has been the main subsistence of the Indonesian up until now. Karawang is one of the ricelog regions in this country. Karawang, which is a regency of Jawa Barat Province has been located at the lowland and bordered by thenorthern cost of Java. Most of the lands in Karawang are functioned as rice fields. The development shows that rice cultivation hasbeen practiced in Indonesia since early century AD. Along with the knowledge of rice cultivation, people created several types of buildings related to rice cultivation, including waterworks. The waterworks in Indonesia consisted of traditional buildings made by the local inhabitants and European-type waterworks made by the Dutch people. This article is aimed at describing the types of European waterworks as well as examining more thoroughly their function in relation to rice cultivation in Karawang. The data are obtained from a survey carried out in 2013 and from documents from the same period, which is Memorie Residen Karawang dan Batavia (Memory of the Regent of Karawang and Batavia). This article reveals various types and functions of European (Dutch) waterworks for irrigation of rice fields in Karawang, which are dams, sluicegates, and canals at Walahar and Dawuan.Indonesia merupakan negara agraris, oleh sebab itu  pertanian padi menjadi sektor penting. Hingga saat ini bercocok tanam padi menjadi matapencaharian penduduk di Indonesia. Karawang, merupakan salah satu contoh daerah penghasil padi. Karawang, sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, posisi geografis berada di dataran rendah, berbatasan dengan pantai utara Jawa. Sebagian besar  lahan tanah di Karawang difungsikan sebagai persawahan padi.  Dilihat dari  perkembangannya, bercocok tanam padi telah dikenal di Indonesia sejak awal Masehi. Seiring dengan dikenalnya bercocok tanam padi maka manusia dengan kemampuannya menciptakan  jenis-jenis bangunan untuk pertanian padi. Dilihat dari perkembangannya, bangunan air di Indonesia terdiri atas bangunan tradisional yang dibangun oleh  penduduk  lokal dan bangunan air Eropa yang dibangun oleh orang-orang Belanda. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan jenis peninggalan bangunan air Eropa dan untuk mengetahui lebih jauh fungsi bangunan pada pertanian padi di Karawang. Data-data pada tulisan ini diperoleh melalui survei yang dilaksanakan pada tahun 2013. Penyajianpengetahuan tentang bangunan air Eropa dalam tulisan ini dilakukan pula dengan  penelusuran, pendeskripsian pada dokumen yang sezaman, yakni Memorie Residen Karawang dan Batavia. Di dalam tulisan ini telah berhasil diungkap beberapa macam dan kegunaan bangunan-bangunan air Eropa Belanda untuk irigasi dan pengairan sawah di Karawang, yakni kawasan bendung, pintu air, kanal di Walahar, dan di Dawuan.
Perkembangan Ragam Hias Pada Batu Nisan Tipe Malik As-Shaleh Abad 13 - 17. inagurasi, libra hari
KALPATARU Vol 26, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4620.821 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v26i1.259

Abstract

Decorative variety is a decorative element, its main function as a decoration to beautify the appearance of an object so that it becomes a work of art. The function of the decoration is shown through the integrated forms, textures, materials, and art elements. An object decorated with decorative or decorative elements is a tombstone made of stone. Decorative on the gravestone is formed by sculpting then produce certain forms adorn the headstone so it looks not plain. The development of tombstones of this type and their decorations include the dimensions of time and space. The Malik As-Shaleh type headstone originally evolved from the gravestone on the tomb of Sultan Malik As-shaleh in the 13th century. The tombs spread eastwards to Sumatra, Banten, Lombok, and Gowa in South Sulawesi in the 17th century. The variety of decoration on the gravestone Malik As-Shaleh type in its development is distinguished two groups namely the first group of ornamental fashions whose existence always persists from the beginning to the end of its development and the two groups of decoration whose existence is lost or replaced with other types of decorations. The standard Malik As-Shalh standard headstone is in the tomb of Sultan Malik As-Shaleh. All kinds of decorative elements are on the tombstone so it looks beautiful or highway. The similar type of grave on another tomb has a simple ornamental variety. AbstrakRagam hias merupakan elemen dekoratif, fungsi utamanya sebagai hiasan untuk memperindah penampilan suatu obyek sehingga menjadi sebuah karya seni. Fungsi ragam hias tersebut ditunjukkan melalui bentuk, tekstur, bahan, serta unsur seni yang terpadu. Suatu obyek yang diberi elemen ragam hias atau dekoratif ialah nisan yang dibuat dari bahan batu. Ragam hias pada nisan dibentuk dengan cara dipahat selanjutnya menghasilkan bentuk-bentuk tertentu menghiasi nisan sehingga terlihat tidak polos. Perkembangan batu nisan tipe tersebut beserta ragam hiasnya mencakup dimensi waktu dan ruang. Nisan tipe Malik As-Shaleh pada awalnya berkembang dari nisan pada makam Sultan Malik As-shaleh pada abad ke-13. Selanjunya nisan  menyebar ke arah timur ke Sumatra, Banten, Lombok, dan Gowa di Sulawesi Selatan pada abad ke-17. Ragam hias pada nisan tipe Malik As-Shaleh dalam perkembangannya dibedakan dua kelompok yakni pertama kelompok ragam hias yang keberadaannya selalu tetap ada dari awal hingga akhir perkembangannya dan kedua kelompok ragam hias yang keberadaannya hilang atau diganti dengan ragam hias jenis lainnya. Nisan tipe Malik As-Shaleh yang standar terdapat  pada makam Sultan Malik As-Shaleh. Semu jenis elemen dekoratif terdapat pada nisan tersebut sehingga terlihat indah atau raya. Adapun nisan tipe sejenis pada makam lainnya memiliki ragam hias yang sederhana.
TINGGALAN ARKEOLOGI PADA TEMPAT-TEMPAT SAKRAL DI KARAWANG, JAWA BARAT: BENTUK DAN KELETAKANNYA Inagurasi, Libra Hari
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 2, No 1 (2016): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.173 KB) | DOI: 10.24832/ke.v2i1.7

Abstract

Karawang adalah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, memiliki aneka ragam tinggalan arkeologi dari yang bercorak Hindu-Buddha hingga corak Islam dan kolonial. Tinggalan tersebut adalah kompleks  Percandian Batujaya dan Cibuaya, Masjid Agung Karawang (Masjid Syekh Quro), makam-makam kuno, dan bangunan-bangunan peninggalanBelanda. Selain itu, di Karawang terdapat pula tempat-tempat yang disakralkan dinamakan dengan “keramat” yang memiliki tinggalan arkeologi berupa makam dan struktur berteras atau struktur berundak. Tinggalan arkeologi yang terdapat pada “keramat” merupakan bentuk yang khas sebagai  benda-benda memiliki nilai arkeologi. Keletakan makam dan struktur berteras yang disakralkan dibedakan pada dua kelompok yakni berada di daerah pesisir dan pedalaman. Tempat-tempat sakral oleh warga masyarakat digunakan sebagai tempat upacara adat yang berkaitan dengan bercocok tanam padi. Upacara adat tersebut adalah upacara hajat bumi dan babarit (munjung). Inti dari upacara adat adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya panen padi melimpah dan sebagai ungkapan rasa syukur atas panen yang telah diperoleh. Permasalahan yang diungkap adalah mengenai perbedaan bentuk tinggalan arkeologi pada tempat-tempat antara daerah pesisir dan pedalaman dan corak budayanya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan analisis data dengan penalaran induktif. Adapun tujuan penelitian adalah menggambarkan keberlangsungan religi masyarakat Karawang sebelum kedatangan Islam hingga masa kini yang dapat diamati melalui tinggalan-tinggalan budayanya. Melalui penelitian ini diketahui bahwa situs-situs yang dikeramatkan di daerah pesisir memiliki tinggalan arkeologi cenderung bercorak Islam, sedangkan di daerah pedalaman cenderung bercorak pra Islam.
Motif Garuda Dan Naga Pada Wayang Kulit Gaya Yogyakarta Inagurasi, Libra Hari
Buletin Al-Turas Vol 6, No 1 (2000): BULETIN AL-TURAS
Publisher : Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/bat.v6i10.6884

Abstract

Pada umumnya setiap hasil budaya manusia masa lampau, baik berupa seni bangunan, seni arca, sni relief (seni hias), maupun seni lainnya mengandung arti, fungsi, dan nilai trtentu bagi masyarakat pendukungnya. Apabila diperhatikan, pada wayang kulit gaya Yogyakarta banyak memiliki ragam hias. Ragam hias tersebut bermacam-macam motifnya, anatara lain motif fauna, flora, dan alam. Ragam hias motif garuda dan Naga yang pada awalnya banyak terdapat pada deposit arkeologi masa Hindu Budha banyak diabadikan pada  ragam hias di Indonesia, misalnya relief candi, motif fauna pada mesjid kuno, ornamen pada benda terbuat dari logam, kain yang dipakai oleh raja, bahkan diabadikan pada seni tatah-sungging wayang kulit gaya Yogyakarta.
Komoditas Perdagangan di Pelabuhan Internasional Samudra Pasai pada Masa Dulu dan Masa Kini Inagurasi, Libra Hari
Kapata Arkeologi Vol. 13 No. 1, Juli 2017
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v13i1.375

Abstract

Samudra Pasai, the first Islamic kingdom in Indonesia, its existence was influenced by the discovery of the cruise line across the shores from the Red Sea to India, the Malacca Strait to China. The kingdom is located on the edge of Malacca Strait as maritime kingdom developed as a harbor, commercial city, a heaven for traders from all over the world. The center of Samudra Pasai as a commercial city, many commodities are found. This study aims to provide an overview of the various commodities of the Samudra Pasai, through its cultural expression and identification of historical records, and its continuity in the present. Data collection is done through field observation, interview, and literature study. Archaeological, historical, and ethnographic data have been collected rather then analyzed and interpreted. This research reveals types of commodities of the Kingdom of Samudra Pasai, that is foreign commodities, local commodities, and the continuity of local commodities for export in the present. The artifacts of foreign trade commodities  are ceramics, and tombstones. Local trade commodities are pottery, salt, and pepper. Samudra Pasai pottery is allegedly made for storing containers and for dosage units of trade commodities such as pepper and salt. Pepper is a local exported commodity. The making of pottery, salt, and cultivation of pepper in the surroundings Site of the Samudra  Pasai in the present, is an economic activity that is likely to be a continuation of the earlier period, which has culture relationship since the Samudra Pasai period. Samudra Pasai, Kerajaan Islam pertama di Indonesia, keberadannya dipengaruhi oleh  penemuan  jalur pelayaran melintasi pantai-pantai dari Laut Merah hingga India, Selat Malaka hingga China. Kerajaan ini terletak di tepi Selat Malaka, bercorak  maritim, berkembang sebagai  pelabuhan, kota dagang, tempat persinggahan para pedagang dari berbagai penjuru dunia. Pusat Kota Samudra Pasai memiliki   pelabuhan dan sebagai kota dagang, banyak dijumpai berbagai komoditas. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai  berbagai  komoditas masa Samudra Pasai, melalui tinggalan budayanya dan identifikasi pada catatan sejarah, serta mencermati kesinambungannya pada masa kini. Pengumpulan data dilakukan melalui tahap  observasi di lapangan, wawancara, dan studi literatur. Data arkeologi, sejarah, dan etnografi yang telah terkumpul dibandingkan, dianalisis dan diinterpretasikan. Penelitian ini telah berhasil  mengungkap jenis-jenis komoditas masa Kerajaan Samudra Pasai, yakni komoditas asing, komoditas lokal, dan kesinambungannya  komoditas lokal untuk ekspor di masa kini. Artefak-artefak komoditas perdagangan asing berupa keramik, dan batu  nisan. Komoditas perdagangan lokal adalah tembikar, garam, dan lada. Tembikar Samudra Pasai diduga dibuat untuk  wadah-wadah menyimpan dan untuk satuan takaran komoditas perdagangan misalnya lada dan garam. Lada merupakan komoditas lokal yang diekspor. Pembuatan tembikar, garam, dan budi daya lada di lingkungan situs Samudra Pasai dan sekitarnya pada masa sekarang, merupakan kegiatan perekonomian, kemungkinan masih kelanjutan dari masa sebelumnya yang memiliki akar budaya sejak  pada masa Samudra Pasai.
POLA PEMUKIMAN KAWASAN PERKEBUNAN KARET MASA HINDIA BELANDA DI BOGOR Inagurasi, Libra Hari
AMERTA Vol. 32 No. 1 (2014)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak. Tulisan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwa Bogor merupakan sebuah daerah yang kaya akan potensi perkebunan masa Hindia Belanda. Meskipun demikian belum ada tulisan yang membahas seperti apa dan bagaimanakah pemukiman di kawasan perkebunan karet masa Hindia Belanda di Bogor. Dilatarbelakangi oleh pemikiran tersebut maka tulisan ini bertujuan menampilkan kembali gambaran pola pemukiman di kawasan perkebunan karet melalui jejak-jejak yang ditinggalkan. Tulisan ini disusun melalui tahap penelusuran literatur, survei arkeologi dan lingkungan di lokasi penelitian, analisis, sintesa antara data arkeologi dan data sejarah. Gambaran pola pemukiman di kawasan perkebunan karet di Bogor dapat dibuktikan secara fisik melalui tinggalantinggalan arkeologi. Bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai rumah tempat tinggal pemilik kebun, bangunan kantor perkebunan, pengolahan getah karet, dan mausoleum, serta artefak genteng lama dan botol Eropa merupakan petunjuk keberadaan pemukiman di perkebunan karet Hindia Belanda di Bogor. Pola pemukiman perkebunan tersusun atas bangunan tempat tinggal pemilik kebun misalnya landhuis atau kantor perkebunan yang dikelilingi oleh tempat tinggal pegawai dan pekerjanya, tempat pengolahan karet. Adapun mausoleum ditempatkan berjauhan dari pusat pemukiman. Kata kunci: Bogor, Hindia Belanda, Pemukiman, Perkebunan Karet. Abstract. The Settlement Pattern of Rubber Plantation Areas from the Dutch-Indie’s Period in Bogor. This article is based on a notion that Bogor is an area rich in potency of plantations during the Dutch-Indie’s Period. However, there has not been an article that discusses what were the settlements in the rubber plantations in Bogor during the Dutch-Indie’s period like and how were life there at that time. Based on such thought, this article will reconstruct the settlement patterns in the rubber plantations through their remains, by conducting literature study, archaeological and environmental surveys in the research area, analyses, and synthesis between archaeological and historical data. The depiction of the settlement patterns in rubber plantations in Bogor can be physically proven through their archaeological remains. Buildings that were functioned as residences of plantation owners, administration building (plantation office), rubber-latex processing building, and mausoleum, as well as artefacts in forms of old roof tiles and European bottles are indications of the presence of settlements in Dutch Indie’s rubber plantations in Bogor. The settlement pattern consists of residence of plantation owner, known as landhuis, plantation office surrounded by residences of plantation workers, and rubber-latex processing building. Mausoleum is located far from the centre of settlement. Keywords: Bogor, The Dutch-Indie, Settlement, Rubber Plantation.
TAMBANG BATU BARA ORANJE NASSAU, KALIMANTAN SELATAN, DALAM PANDANGAN ARKEOLOGI INDUSTRI Inagurasi, Libra Hari
AMERTA Vol. 33 No. 2 (2015)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak. Aktivitas pertambangan batu bara di Indonesia dimulai pada abad ke-19. Dalam tulisan ini dikemukakan tinggalan arkeologi dari situs tambang batu bara tertua di Indonesia, yakni tambang batu bara Oranje Nassau. Lokasi situs berada di Desa Pengaron, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Kronologi situs berasal dari tahun 1849 (abad ke-19). Oranje Nassau merupakan tambang batu bara yang diusahakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ketika didirikan, lokasi tambang itu menempati wilayah milik Kesultanan Banjarmasin. Tulisan ini bermaksud memberikan gambaran mengenai awal perkembangan industri di Indonesia melalui tambang batu bara tertua Oranje Nassau. Adapun tujuan tulisan ini adalah mengidentifikasi jenis,fungsi, dan hubungan antar tinggalan tambang batu bara dengan menggunakan pendekatan Arkeologi Industri (Industrial Archaeology). Metode yang digunakan adalah deskriptif, historis, dan analisis kontekstual. Hasil yang telah diperoleh yakni teridentifikasinya peninggalan-peninggalan tambang batu bara kuno berasal dari masa Hindia Belanda. Peninggalan-peninggalan tersebut merupakan fasilitas kegiatan penambangan batu bara seperti bangunan monumental untuk menempatkan mesin, sumur lubang galian batu bara, lorong, terowongan, lantai dibuat dari bahan bata, dan roda besi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tambang batu bara merupakan teknologi yang berasal dari luar atau teknologi yang diimpor dari Eropa, bukan asli Indonesia. Kata Kunci: Tambang batu bara, Oranje Nassau, Arkeologi Industri Abstract. Oranje Nassau Coal Mine, South Kalimantan, in view Industrial Archaeology. Coal mining activities in Indonesia started in the 19th century. In the paper is presented archaeological remains on the site of the oldest coal mine in Indonesia, which is the Oranje Nassau coal mine. The site is located in the village of Pengaron, District Pengaron, Banjar regency, South Kalimantan. The chronology of the site is 1849 (mid-19th century). Oranje Nassau is a coal mine operated by the Dutch government. When established, the mine occupied the territory of the Sultanate of Banjarmasin. The intent of this paper is to provide an overview of the early industrial development in Indonesia throughthe oldest coal mine, Oranje Nassau, while the purpose is to identify the type, function, and the relationship between the remains of coal mines by using the approach of Industrial Archaeology. The method used is descriptive, historical and contextual analyses. The results have been obtained by the identification of the relics of the ancient coal mine dating from the Dutch East India period. The relics of the coal mine are part of the coal mining activity facilities such as monumental building to put the machine, the coal pit wells, hallways, tunnels, floors made of brick, and iron wheels. Based on the survey results, it is revealed that coal mining is a technology that comes from outside, or technology imported from Europe, not originated in Indonesia. Keywords: Coal mine, Oranje Nassau, Industrial Archaeology
FENOMENA KLASIK PADA TINGGALAN ARKEOLOGIS DI PRAWOTO (Suatu Kajian Pendahuluan) Inagurasi, Libra Hari
AMERTA Vol. 21 (2001)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

.
PROSPEK PENELITIAN ARKEOLOGI INDUSTRI DI INDONESIA: Sebuah Pemikiran Awal Inagurasi, Libra Hari
AMERTA Vol. 29 No. 1 (2011)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak. Tulisan ini merupakan pemikiran awal bertujuan untuk memperkenalkan kajian arkeologi industri (industrial archaeology) di Indonesia. Pertimbangannya ialah arkeologi industri telah lama di kenal di Eropa khususnya di Inggris tetapi di Indonesia merupakan sebuah hal yang baru. Indonesia memiliki peninggalan industri, namun selama ini penelitian arkeologi yang menaruh perhatian pada arkeologi industri belum dilakukan secara optimal. Industri-industri tua tersebut saat ini banyak yang telah punah tenggelam oleh kemajuan zaman, namun masih ada yang bertahan. Peninggalan material industri yang berasal zaman kolonisasi oleh Belanda menjadi bukti-bukti arkeologis tentang aktivitas industri pada masa lampau. Pokok-pokok pemikiran yang tertuang di dalam tulian ini meliputi pengertian arkeologi industri dan sejarah perkembangannya di Eropa, latar belakang pertumbuhan industri di Indonesia, ranah arkeologi industri di Indonesia, prospek penelitian dan pengembangan arkeologi industri di Indonesia. Diharapkan pemikiran yang tertuang dalam tulisan tersebut menjadi langkah awal untuk memajukan arkeologi industri di Indonesia. Kata Kunci: arkeologi industry, prospek di Indonesia Abstract. The Prospect of Industrial Archaeology Reserch: a Preliminary Notion. This article is a preliminary notion, which objection is to introduce industrial archaeology in Indonesia. The reasoning is that industrial archaeology has long been known in Europe, UK in particular, but in Indonesia it is a new subject. Although Indonesia has quite many old industrial remains, thus far archaeological investigations with industrial archaeology as the main focus have not been optimally performed. Many of the old industries have now perished due to modernization. However, there are still some that survive. Remains of industrial activities from the Dutch colonial period are the archaeological evidences about the industrial activities in the olden days. The main considerations in this article include the definition of industrial archaeology and its development history in Indonesia, the domain of industrial archaeology in Indonesia, the prospect of research and development of indus- trial archaeology in Indonesia. It is hoped that the notions in this article can be the initial step to develop industrial archaeology in Indonesia. Keywords: industrial archaeology, prospect in Indonesia