Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MAKNA TARIAN SIALO PADA RITUAL RAMBU SOLO LUWU SULAWESI SELATAN Harlin Palanta; Tony Tampake
Jurnal Ilmu Budaya Vol. 20 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/jib.v20i1.15885

Abstract

This research discusses the meaning of sialo dance. Sialo dance is one of the traditions of the Bastem Luwu community in South Sulawesi which is performed at the death ceremony (rambu solo). Understanding the values and meanings contained in sialo dances is often neglected and lack of concern, including the millennial generation not understanding and not knowing the values and meanings of sialo dances contained therein. The focus of this research explores the meanings contained in the sialo dance at the rambu solo ceremony from the perspective of the sociology of local culture. this writing is useful to increase knowledge about the culture of Luwu South Sulawesi.The author uses qualitative method research realist ethnographic approach to describe the meanings of interaction and cultural values of sialo dance. The author's local cultural sociology study uses the perspective of Herbert Mead's thinking, Herbert Blumer, Clifford Geertz with the perspective of symbolic interactionism studies. The research location is Lalong Village, Luwu Regency, Walenrang District, South Sulawesi. This writing is focused on exploring the meanings and values of the sialo dance which is the local culture of the Bastem community at the rambu solo ceremony. The results of this study indicate the meaning of the sialo dance, which is meaningful to tell the life history of the deceased person who was celebrated. In addition, this dance also has a meaning to welcome government guests who come to share grief with the deceased family.
UKIRAN ‘PASSURA’ TORAJA SEBAGAI SIMBOL IDENTITAS KOMUNITAS KRISTEN DI BUNTAO KABUPATEN TORAJA UTARA: PERSPEKTIF CLIFFORD GEERTZ Harlin Palanta; Irene Ludji; Izak Y.M. Lattu
Jurnal Basataka (JBT) Vol. 6 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/basataka.v6i2.277

Abstract

Ukiran passura’ bagi suku Toraja menunjukkan simbol identitas, tidak hanya menjadi simbol ciri khas sampai masa kini. Namun, ukiran passura’ merupakan simbol yang menggambarkan kisah kehidupan sehari- hari berwujud pada aktivitas nyata, melalui pemahaman, pengalaman dan kepercayaan yang bersifat trasenden, kemudian dimuat dalam nilai-nilai budaya dan ritus dalam masyarakat Toraja. Selain itu, ukiran passura’ menyangkut benda, atau peristiwa para leluhur disebut dengan istilah kepercayaan Aluk Todolo, diteruskan secara historis dalam wujud simbol melalui, mitos, dan upacara keagamaan sebagai alat untuk memahami setiap tindakan sosial masyarakat. Clifford Geertz menekankan bahwa, simbol adalah suatu hal yang bersifat faktual sebab, terdapat pola makna- makna yang kemudian akan diinterpretasikan untuk mewujudkan pada suatu tindakan sosial.  Penulisan ini, fokus menganalisis makna- makna ukiran passura’ yang menjadi simbol identitas komunitas Kristen masyarakat Buntao Toraja Utara. Jenis dan model ukiran pada konteks Toraja ada 150 jenis ukiran passura’. Oleh karena itu, penulis hanya mengkaji dasar- dasar ukiran passura antara lain: ukiran passura’ pa’Barre Alllo, Pa’ Manuk Londong, Pa’ Tedong dan Pasusuk.  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis.  Dengan teknik observasi, wawancara dan studi pustaka untuk membantu penulis melihat makna ukiran passura’ sebagai simbol identitas dalam komunitas Kristen. Pada hasil penelitian, penulis menemukan makna dan nilai melalui dasar- dasar ukiran passura’ merupakan simbol mengisahkan hubungan manusia dengan Tuhan, dapat dilihat dari eksistensi manusia, menyadari sumber kehidupan berasal dari Tuhan. Kedua, hubungan manusia dengan hewan sebagai pemenuhan hidup dan sebagai penyembahan dewa bagi masyarakat Toraja. Ketiga, hubungan manusia dengan tumbuhan untuk bisa bertahan hidup.