Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

HUBUNGAN PEMAKAIAN POPOK SEKALI PAKAI PADA BALITA (USIA 0–3 TAHUN) DENGAN TERJADINYA DERMATITIS ALERGI POPOK DI PURWOHARJO BANYUWANGI Naimah, Ayuk
The Indonesian Journal of Health Science Vol 11, No 2 (2019): The Indonesian Journal Of Health Science
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.055 KB) | DOI: 10.32528/ijhs.v11i2.2959

Abstract

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2009 prevalensi iritasi kulit (ruam popok) pada bayi cukup tinggi 25% dari 6.840.507.000 bayi yang lahir di dunia kebanyakan menderita iritasi kulit (ruam popok) akibat penggunaan popok. Angka terbanyak ditemukan pada usia 6-12 bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pemakaian Popok Sekali Pakai Pada Balita (Usia 0?3 Tahun)  dengan Terjadinya Dermatitis Alergi Popok di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan metode Analitik  Korelasi di mana rancangan penelitian yang di gunakan adalah Cross Sectional, populasinya adalah ibu yang mempunyai Balita (Usia 0?3 Tahun) di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Banyuwangi sebanyak 29 responden. Teknik sampling yang digunakan Total Sampling. pengumpulan data dengan observasi dan kuesioner serta di analisis menggunakan uji Korelasi Spearman Rank dengan proses SPSS denganversi17. Hasil penelitian menyatakan sebagian besar responden mempunyai frekuensi pemakaian popok sekali pakai dalam kategori lama sebanyak 16 responden (55,2%), dan sebagian besar dari responden mempunyai anak yang mengalami Dermatitis popok dengan kategori berat sebanyak 20 responden (69,0%). Hasil uji statistik di dapatkan Spearman hitung dalam penelitian ini yaitu (0,819) > (0,491) nilai spearman tabel, yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima atau Ada Hubungan Pemakaian Popok Sekali Pakai Pada Balita (Usia 0?3 Tahun)  dengan Terjadinya Dermatitis Alergi Popok wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Banyuwangi. Dari hasil penelitian, dapat di simpulkan bahwa penggunaan popok yang lama akan berdampak terjadinya dermatitis. Maka sebaiknya di sarankan bagi responden untuk mengganti popok sekali pakai pada anak dalam durasi waktu yang sebentar untuk menanggulangi terjadinya dermatitis.
Tingkat Pengetahuan Ibu Bekerja dalam Pemberian ASI berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 1 Tahun di Desa Bedewang Kecamatan Songgon Banyuwangi Tahun 2017 Naimah, Ayuk
Jurnal MID-Z (MIDWIFERI ZIGOT) Vol 2 No 2 (2019): NOVEMBER
Publisher : Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/jurnalmidz.v2i2.646

Abstract

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan ISPA adalah menyelimuti berlebihan, pemberian makanan tambahan terlalu dini, kurangnya pemberian ASI, imunisasi, polusi udara, tempat tinggal yang padat, kurangnya ventilasi dan sosial ekonomi. Desain penelitian ini adalah analitik survey sampai peneliti memenuhi target yang diinginkan dalam waktu satu bulan secara bertahap dengan menyebarkan kuesioner pada 35 responden. Subyek yang diteliti ditarik dari populasi dengan cara Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan total sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 yang ditabulasi silang diperoleh hasil hampir seluruhnya responden tingkat pengetahuan kurang sejumlah 32 responden (91.4%) terjadi ISPA, dan sebagian kecil responden tingkat pengetahuan cukup sejumlah 3 responden (8.6%) tidak terjadi ISPA. Analisis data dengan menggunakan uji Krusskal Wallis didapatkan interprestasi hasil Pearson's R = 1.000, sehingga dibanding dengan Krusskal-Wallis Correlation = 1.000. Dari hasil data tersebut dikatakan ada hubungan jika Pearson's R = Kruskal-Wallis Correlation maka H1 diterima. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan SPSS maka didapatkan hubungan koefisien korelasi 0,80 – 1,000 korelasi sangat kuat. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa tingkat pengetahuan ibu bekerja dalam pemberian ASI dengan kejadian ISPA pada bayi usia ? 1 tahun berhubung sangat kuat. Pada ibu bekerja tingkat pengetahuan dalam pemberian ASI kurang maka akan terjadi ISPA. Dalam pemberian ASI pada waktu ibu bekerja tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak memberikan ASI pada bayinya, banyak upaya yang dapat dilakukan oleh ibu dan yang terpenting adalah perubahan pikiran serta komitmen sebagai orang tua untuk mengutamakan kesehatan dan tumbuh kembang pada bayinya.Kata Kunci : Kejadian ISPA, Pengetahuan Ibu Bekerja, Pemberian ASI
Tingkat Pengetahuan Ibu Bekerja dalam Pemberian ASI berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 1 Tahun di Desa Bedewang Kecamatan Songgon Banyuwangi Tahun 2017 Ayuk Naimah
Jurnal MID-Z (MIDWIFERI ZIGOT) Vol 2 No 2 (2019): NOVEMBER
Publisher : Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/jurnalmidz.v2i2.646

Abstract

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan ISPA adalah menyelimuti berlebihan, pemberian makanan tambahan terlalu dini, kurangnya pemberian ASI, imunisasi, polusi udara, tempat tinggal yang padat, kurangnya ventilasi dan sosial ekonomi. Desain penelitian ini adalah analitik survey sampai peneliti memenuhi target yang diinginkan dalam waktu satu bulan secara bertahap dengan menyebarkan kuesioner pada 35 responden. Subyek yang diteliti ditarik dari populasi dengan cara Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan total sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 yang ditabulasi silang diperoleh hasil hampir seluruhnya responden tingkat pengetahuan kurang sejumlah 32 responden (91.4%) terjadi ISPA, dan sebagian kecil responden tingkat pengetahuan cukup sejumlah 3 responden (8.6%) tidak terjadi ISPA. Analisis data dengan menggunakan uji Krusskal Wallis didapatkan interprestasi hasil Pearson's R = 1.000, sehingga dibanding dengan Krusskal-Wallis Correlation = 1.000. Dari hasil data tersebut dikatakan ada hubungan jika Pearson's R = Kruskal-Wallis Correlation maka H1 diterima. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan SPSS maka didapatkan hubungan koefisien korelasi 0,80 – 1,000 korelasi sangat kuat. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa tingkat pengetahuan ibu bekerja dalam pemberian ASI dengan kejadian ISPA pada bayi usia ? 1 tahun berhubung sangat kuat. Pada ibu bekerja tingkat pengetahuan dalam pemberian ASI kurang maka akan terjadi ISPA. Dalam pemberian ASI pada waktu ibu bekerja tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak memberikan ASI pada bayinya, banyak upaya yang dapat dilakukan oleh ibu dan yang terpenting adalah perubahan pikiran serta komitmen sebagai orang tua untuk mengutamakan kesehatan dan tumbuh kembang pada bayinya.Kata Kunci : Kejadian ISPA, Pengetahuan Ibu Bekerja, Pemberian ASI
OPTIMIZING HEMOGLOBIN LEVELS IN ANEMIC ADOLESCENT GIRLS: A COMPARATIVE STUDY OF GREEN BEAN AND RED BEAN PORRIDGE SUPPLEMENTATION Ayuk Naimah Naimah; Rani Fitriani
INTERNATIONAL JOURNAL OF NURSING AND MIDWIFERY SCIENCE (IJNMS) Vol 8 No 1 (2024): VOLUME 8 ISSUE 1 APRIL 2024
Publisher : Departement Research and Community Engagement Bina Sehat PPNI Institute of Health Science, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29082/IJNMS/2024/Vol8/Iss1/578

Abstract

Anemia is a serious health problem in Indonesia, with a prevalence rate reaching 23.7%, higher in females compared to males. The prevalence of anemia in females even reached 27.2% in 2018, while in males it was 20.3%. Nutrient contents such as vitamin A, calcium, and potassium in green and red beans are believed to increase hemoglobin levels in the body. Therefore, this study aims to evaluate the effectiveness of providing green and red bean porridge in increasing hemoglobin levels in adolescent girls suffering from anemia at SMK PUSPA BANGSA BANYUWANGI. In this study, a quasi-experimental design with the randomized pre-test-post-test control group design approach was used. Out of 40 respondents receiving treatment, 20 respondents were given green bean porridge and 20 respondents were given red bean porridge, each with a dose of 200cc for 14 days. The results of the analysis showed that both types of porridge were effective in increasing hemoglobin levels in adolescent girls with anemia, as evidenced by the Paired T-Test with a P value of 0.000, which is smaller than α (0.05). Thus, it can be concluded that green and red bean porridge can be an effective alternative to increase hemoglobin levels in anemic adolescent girls at SMK PUSPA BANGSA BANYUWANGI.
EFEKTIVITAS SUSU KEDELAI DALAM MENGURANGI NYERI DISMENOREA PRIMER PADA REMAJA PUTRI: THE EFFECTIVENESS OF SOY MILK IN REDUCING PRIMARY DYSMENORRHEA PAIN IN ADOLESCENT GIRLS Naimah, Ayuk
WELL BEING Vol 9 No 2 (2024): Well Being
Publisher : LPPM STIKes Bahrul Ulum Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51898/wb.v9i2.298

Abstract

Dismenorea merupakan kondisi yang sering dialami oleh banyak wanita dan dapat berdampak signifikan pada kualitas hidup mereka. Penanganan dismenorea tidak hanya melalui pengobatan farmakologis, namun juga dapat dilakukan dengan pendekatan non-farmakologi, seperti pengompresan bagian tubuh yang nyeri dengan air hangat, konsumsi makanan bergizi seimbang, serta istirahat yang cukup. Salah satu sumber nutrisi yang penting bagi wanita saat menstruasi adalah kalsium, yang banyak terkandung dalam kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi susu kedelai terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada remaja putri. Metode penelitian yang digunakan adalah Quasy Eksperimen dengan desain Pretest Posttest with Control Group Design. Sampel penelitian terdiri dari 10 siswa pada masing-masing kelompok, dengan uji statistik yang digunakan adalah Paired Sample T-Test dan Independent T-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol diperoleh nilai p-value = 0,000, yang berarti ada perbedaan signifikan dalam penurunan skala nyeri dismenorea setelah pemberian susu kedelai dibandingkan dengan pemberian KIE. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa susu kedelai berpengaruh signifikan terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada remaja putri di SMK Puspa Bangsa Banyuwangi
COMPLEMENTARY THERAPIES FOR PREMENSTRUAL SYNDROME: A COMPREHENSIVE REVIEW OF EVIDENCE-BASED INTERVENTIONS Ayuk Naimah; Lailaturohmah; Eva Mesi Setiana
EZRA SCIENCE BULLETIN Vol. 3 No. 2 (2025): July-December 2025
Publisher : Kirana Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58526/ezrasciencebulletin.v3i2.430

Abstract

Premenstrual syndrome (PMS) and premenstrual dysphoric disorder (PMDD) are common conditions among adolescent girls, characterized by recurring physical, emotional, and behavioral symptoms that significantly affect quality of life and daily functioning. Conventional treatments, such as hormonal therapy and pharmacological agents, often have limitations in long‑term adherence and potential side effects, creating a need for holistic and non‑pharmacological alternatives. This review aims to analyze and synthesize evidence on complementary therapies that are effective in managing PMS and PMDD among adolescents. A comprehensive literature review was conducted using databases including PubMed, Scopus, ScienceDirect, ProQuest, and Google Scholar for studies published between 2018 and 2025. Search keywords included “premenstrual syndrome,” “adolescents,” “complementary therapy,” “cognitive behavioral therapy,” “mindfulness,” and “emotional freedom technique.” Inclusion criteria were randomized controlled trials (RCTs) and quasi-experimental studies evaluating non-pharmacological interventions with measurable outcomes related to PMS symptom reduction and psychological well-being. Ten studies met the criteria, highlighting the effectiveness of Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Internet-based CBT (ICBT), Emotional Freedom Technique (EFT), mindfulness-based programs, and emotion-focused therapy. These interventions significantly reduced PMS and PMDD symptoms (p < 0.05), improved emotional regulation, resilience, and quality of life, and demonstrated effects that persisted up to 1–1.5 months post-intervention. Complementary therapies offer holistic, safe, and accessible strategies for managing PMS in adolescents, addressing both physical and emotional dimensions. Integrating these evidence-based approaches into adolescent health programs could provide sustainable benefits, reduce the burden of PMS while promoting psychological well-being and adaptive coping skills.