Juhriati Juhriati
Universitas Muhammadiyah Bima

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Aspek Pertanggungjawaban Hukum Pemboman Ikan dengan Bahan Peledak Potasium Munir; Juhriati
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 9 No. 1 (2020): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/fundamental.v1i1.13

Abstract

Maraknya pemboman ikan dengan bahan peledak potasium diwilayah perairan pesisir Indonesia menjadi masalah yang sangat serius dan menghawatirkan banyak pihak, tanpa campur tangan pemerintah maka tinggal menunggu kerusakan yang lebih parah akibat pemboman. Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan antisipasi terhadap pemboman ikan karena dapat merusak biota laut seperti terumbu karang yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Sebab aktivitas pemanfaatan sumber daya perikanan yang tidak ramah lingkungan, dalam jangka pendek akan punah. Ekosistim laut saat ini terancam punah dan ekologi laut menjadi tercemar dengan zat yang sangat berbahaya. Salah satu bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh warga pesisir adalah melakukan pemboman ikan dengan bahan peledak jenis potasium. Metode penelitian hukum yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif. Bentuk pertanggungjawaban hukum pelaku pemboman ikan dengan menggunakan bahan peledak potasium adalah sanksi bagi pelaku penangkapan ikan dengan bahan peledak potasium diancam dengan hukuman penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.200.000.000,00
Ijin Perkawinan Terhadap Anak Dibawah Umur Yang Hamil Diluar Kawin: Study Di Pengadilan Agama Raba Bima Juhriati; Kasmar `; Sukirman; Muhammad Asad Imaduddin
NALAR: Journal Of Law and Sharia Vol 1 No 1 (2023): Nalar: Jurnal of Law dan Sharia
Publisher : Sarau Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasca revisi Undang-Undang Perkawinan, terjadi kenaikan angka yang signifikan terhadap jumlah permohonan dispensasi kawin. Hal ini disebabkan oleh batas usia kawin bagi wanita yang dinaikkan menjadi 19 tahun. Perubahan regulasi tersebut dilakukan untuk mengatasi kondisi darurat perkawinan anak yang terjadi di Indonesia. Sayangnya, kenaikan jumlah permohonan dispensasi tidak dibarengi dengan aturan yang ketat, sehingga mayoritas justru dikabulkan oleh hakim. Aturan yang telah ada, baik UU No. 16 Tahun 2019 maupun PERMA Nomor 5 Tahun 2019 memiliki celah hukum yang membuat izin dispensasi kawin masih terbuka lebar dengan menggunakan alasan apapun. Artinya, praktek perkawinan di bawah umur pasca revisi UU Perkawinan akan terus menerus terjadi jika aturan yang ada tidak melimitisasi alasan di balik pengajuan permohonan dispensasi kawin. Alasan pengajuan permohonan dispensasi harus dibatasi pada alasan yang sifatnya sangat mendesak untuk menghindari multitafsir. Oleh karena itu, perlu adanya aturan tentang dispensasi yang menyebutkan secara jelas mengenai alasan pokok yang dapat diajukan oleh para pihak dan juga yang dapat dikabulkan oleh hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kepastian hukum dan meminimalisir praktek perkawinan di bawah umur yang terjadi akibat adanya dispensasi kawin
Pelaksanaan Hubungan Kewenangan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Di Kabupaten Bima Ahmad Yasin; Ulfa Widayati; Juhriati; Dati Amaliyah
NALAR: Journal Of Law and Sharia Vol 1 No 2 (2023): Nalar: Jurnal of Law dan Sharia
Publisher : Sarau Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Daerah merupakan salah satu produk hukum yang dihasilkan oleh daerah dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari otonomi daerah tersebut. Sehingga daerah khususnya Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan daerahnya sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerahnya masing-masing yang dalam pembentukannya tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang ada. Akan tetapi, realita pembentukan perda khususnya di Kabupaten Bima sejauh ini terkesan tidak efektif dan selalu berlarut-larut serta menghabiskan waktu yang lama. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan Fakta (Factual Approach) dan Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach). Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui implementasi hubungan kewenangan antara legislatif dan eksekutif serta faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Bima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi hubungan kewenangan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Bima dalam pembentukan peraturan daerah di rentang waktu lima tahun terakhir mulai dari tahun 2018-2022 masih kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perda yang dapat dihasilkan kedua lembaga hanya mampu menghasilkan 31 perda dengan rincian 13 perda berasal dari usul eksekutif, sedangkan 5 perda dari usul inisiatif DPRD serta 13 perda wajib yang setiap tahunnya lebih didominasi penurunan atas perda yang dihasilkan