Husnul Lail
English Education Program, FKIP, University of Mataram, Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengenalan Jenis dan Strategi Membaca Teks Modul Akademik IELTS bagi Guru-Guru di MAN Lombok Barat Ni Wayan Mira Susanti; Sribagus Sribagus; Sahuddin Sahuddin; Yuni Budi Lestari; Husnul Lail
DARMADIKSANI Vol 2 No 1 (2022): Edisi Juni
Publisher : Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/darmadiksani.v2i1.1297

Abstract

ABSTRAK Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan berdasarkan permintaan guru-guru MAN Gerung di Kabupaten Lombok Barat dalam upaya peningkatan skill membaca mereka dalam menghadapi The International English Language Testing System (IELTS). Karena program pengabdian masyarakat kami sebelumnya belum pernah menyentuh IELTS, padahal ada kebutuhan bagi guru-guru untuk melaksanakan program pertukaran guru ke luar negeri yang sangat membutuhkan kemampuan IELTS yang baik. Oleh karenanya kali ini kami akan memperkenalkan IELTS kepada guru-guru MAN Gerung terutama bagian Reading di dalam modul akedemik IELTS. ABSTRACT This community service program was conducted based on the request from teachers at MAN Gerung in West Lombok in order to improve the teachers’ reading skills in coping with the International English Language Testing System (IELTS). There is an urgency for the teachers under the Religion Ministry of Indonesia to be familiar with the IELTS since the Ministry offers several programes that allow teacher to go abroad either on short or long program as long as they meet the language requirement that is IELTS. However, the teachers are not only unfamiliar with the formats of IELTS, but they also have never seen one. This is the reason why our team introduced IELTS to the teachers at MAN Gerung particularly in the IELTS Reading Academic Module.
Sosialisasi Linguistic Landscape dalam Literasi Digital: Manfaat dan Tantangannya dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Lalu Jaswadi Putera; Mahyuni; Ahmad Zamzam; Andra Ade Riyanto; Amrullah; Husnul Lail
DARMADIKSANI Vol 2 No 2 (2022): Edisi Desember
Publisher : Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/darmadiksani.v2i2.1611

Abstract

ABSTRAK Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (Abdimas) ini merupakan seri lanjutan dari kegiatan Abdimas sebelumnya pada 2021 lalu (Putera, 2021). Sedikit berbeda dengan sebelumnya, topik kegiatan Abdimas tahun ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada para guru tentang Linguistic Landscape dalam literasi digital. Sebagai sebuah pendekatan baru dalam studi kemultibahasaan dan pembelajaran bahasa Inggris, LL mendorong untuk lebih banyak menggunakan materi-materi, dan tema-tema pembelajaran otentik yang ada di sekeliling kita baik yang berasal dari sumber non-digital maupun digital. Penggunaan materi dan tema-tema otentik akan menghasilkan pembelajaran yang kontekstual, relevan dengan situasi dan kondisi siswa, dan lebih bermakna sebab siswa lebih memahami isu-isu otentik yang ada di sekitarnya (seperti masalah sampah, bahaya merokok, dll) dibandingkan dengan isu-isu non-otentik yang tidak pernah/belum pernah mereka lihat, rasakan, dan alami selama hidupnya. Berlimpahnya bahan-bahan digital (digital landscape) bisa dimanfaatkan menjadi bahan ajar pembelajaran bahasa Inggris yang efektif, murah, dan mudah didapat. Sejalan dengan itu, maka sosialisasi tentang LL dalam literasi digital menjadi sangat penting mengingat pembelajaran abad 21 saat ini mempersyaratkan para guru dan siswa untuk cakap (literate) dalam menggunakan teknologi digital, sadar (aware) dan paham dengan permasalahan yang sedang terjadi di lingkungannya sehingga mereka tidak hanya kompeten dalam menggunakan bahasa namun juga dapat memberi solusi bagi perbaikan masyarakat dan lingkungannya. Metode yang akan digunakan adalah sosialisasi 3 tahap: Pertama, memberi penyuluhan tentang konsep dan hasil studi LL dalam literasi digital; Kedua, menjelaskan tentang sumber-sumber LL dalam dunia digital; dan Ketiga, menjelaskan hasil studi tentang LL dalam literasi digital; dan Keempat, diskusi dan tanya jawab tentang manfaat dan tantangan penerapan LL dalam pembelajaran berbasis digital atau online. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa para peserta menyambut gembira kegiatan ini karna mengambil lokasi yang nyaman dan asri yakni lesehan Bebek Galih dimana mayoritas dari mereka belum pernah mendatangi dan senang dengan suasana baru yang tidak melulu di ruangan sekolah. Lokasi ini dipilih atas rekomendasi dari para guru peserta dengan mengedepankan konsep berbagi ilmu sambil bertamasya. Manfaat lainnya, para peserta mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang konsep LL, memunculkan ide-ide baru dalam menyusun bahan pembelajaran bahasa Inggris dari sumber-sumber digital/online, dan dalam merancang projek/tugas bagi siswa yang dapat dilakukan dari digital ke digital (D to D), digital ke non-digital (D to DG), atau non-digital ke digital (ND to D). Selain manfaat, adapula tantangan yang dihadapi oleh para guru Bahasa Inggris dalam menerapkan konsep LL yakni masih kurangnya literasi siswa, masih terbatasnya akses internet di sekolah khususnya yang berada di kaki gunung yang terjendala sinyal, dan aturan larangan menggunakan gawai seperti HP dan sejenisnya. Secara umum, konsep LL berbasis digital dalam pembelajaran bahasa Inggris dianggap sangat relevan dengan konsep pendidikan abad 21 dan program merdeka belajar dimana guru dan siswa dituntut untuk memiliki kecakapan/literasi dalam menggunakan teknologi, informasi, dan media. Beberapa tema yang diusulkan untuk Abdimas berikutnya adalah tindaklanjut penyusunan bahan ajar bahasa Inggris berbasis literasi digital dan perancangan soal-soal LL dari sumber digital untuk mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa. Harapan dari semua peserta, semoga kegiatan ini dapat terus dilanjutkan di tahun selanjutnya. ABSTRACT This Community Service program represents a subsequent chapter of the previous program conducted in 2021 (Putera, 2021). Diverging slightly from its previous chapter, this year's program aims to impart knowledge to educators on the topic of Linguistic Landscape within the domain of digital literacy. Functioning as a novel approach to multilingual studies and English language acquisition, the Linguistic Landscape (LL) framework advocates for the integration of authentic learning materials and themes permeating our surroundings, be they derived from non-digital or digital sources. By employing genuine materials and themes, the resultant pedagogical experience becomes contextualized, aligned with students' circumstances, and imbued with enhanced meaning, as students gain deeper comprehension of authentic issues germane to their immediate environment (e.g., waste management, smoking hazards) as opposed to contrived or unfamiliar concerns. Exploiting the proliferation of digital resources, constituting the digital landscape, offers a propitious opportunity for developing effective, cost-efficient, and easily accessible English language instructional materials. Thus, the imperative of acquainting teachers and students with the principles of Linguistic Landscape in digital literacy assumes considerable significance, considering the contemporaneous educational landscape necessitates digital proficiency, awareness of and engagement with environmental challenges, and the ability to proffer solutions for the betterment of society and the ecosystem. The methods employed for this purpose encompassed three phases of socialization: firstly, proffering guidance pertaining to the conceptual underpinnings and findings of Linguistic Landscape studies in digital literacy; secondly, elucidating the diverse sources comprising the Linguistic Landscape within the digital realm; thirdly, elucidating the research outcomes germane to the Linguistic Landscape in digital literacy; and finally, engaging in discussions and question-and-answer sessions elucidating the benefits and challenges entailed in implementing the Linguistic Landscape framework within digital or online-based learning settings. The outcomes evince participants' enthusiastic embrace of the program, attributable to its convening within an inviting and aesthetically pleasing setting, exemplified by the Bebek Galih restaurant, hitherto unexplored by the majority. The idyllic milieu distinct from the conventional classroom environment elicited their approval. The selection of this locale was based on recommendations proffered by participating educators, emphasizing the essence of knowledge-sharing amidst a sojourn. Furthermore, participants derived additional insights and knowledge concerning the Linguistic Landscape framework, fostering fresh ideas for curating English language instructional materials derived from digital and online sources, and designing projects and assignments encompassing the digital-to-digital (D to D), digital-to-non-digital (D to DG), and non-digital-to-digital (ND to D) paradigms. Nonetheless, English language instructors encountered several obstacles while implementing the Linguistic Landscape framework, notably students' limited literacy levels, inadequate internet accessibility in schools, particularly in remote mountainous regions afflicted by weak signal strength, and the proscriptions against employing electronic devices, such as mobile phones. In sum, the concept of digital-based Linguistic Landscape in English language learning evinces marked pertinence to the exigencies of 21st-century education and autonomous learning programs, mandating the cultivation of technological, informational, and media literacy among both teachers and students. The forthcoming iterations of Abdimas endeavor to address pertinent themes such as the further development of digital literacy-based English language instructional materials and the formulation of Linguistic Landscape-oriented questions derived from digital sources, conducive to fostering students' higher-order thinking skills (HOTS). Consequently, the collective aspiration of all participants is that this program perpetuates in subsequent years.
Penyuluhan Tentang Pentingnya Pelestarian Sesenggak sebagai Aset Budaya Sasak dan Potensinya sebagai Komoditas Pariwisata di Dusun Ende Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Muh. Isnaeni; Nuriadi Nuriadi; Muhammad Fadjri; Lalu Muhaimi; Eka Fitriana; Husnul Lail
DARMADIKSANI Vol 3 No 2 (2023): Edisi Desember
Publisher : Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/darmadiksani.v3i2.3711

Abstract

ABSTRAK Kegiatan pengabdian ini dilakukan dalam bentuk penyuluhan akan pentingnya Sesenggak sebagai aset buadaya Sasak dan potensinya sebagai komoditas pariwisata yang dilaksanakan di dusun wisata tradisional Ende di desa Sengkol, kecamatan Pujut, kabupaten Lombok Tengah. Penyuluhan ini dilakukan dengan memaparkan apa itu Sesenggak dan bagaimana bentuk-bentuk serta apa makna yang terkandung di dalam Sesenggak-sesenggak Sasak tersebut serta nilai budaya dan kearifan lokal apa yang terefleksikan oleh Sesenggak tersebut serta menawarkan alternatif pengemasan Sesenggak agar dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk komoditas wisata yang bisa ditawarkan atau disajikan bagi para wisatawan. Hasil dari kegiatan ini berupa peningkatan pemahaman dan kesadaran peserta akan apa itu Sesenggak dan pentingnya melestarikan pemakaian Sesenggak dalam kehidupan sehari-hari serta potensi Sesenggak sebagai komoditas pariwisata budaya yang dapat ditawarkan kepada para wisatawan. ABSTRACT This community service program was in the form of socialisation of the importance of Sesenggak as the Sasak cultural property and its potential as the tourism commodity held in Sasak traditional sub-village Ende, Sengkol village, Pujut district, Central Lombok regency. This socialisation was done by presenting the concepts of Sesenggak, its forms and meanings, the local wisdom and cultural values reflected in Sesenggak as well as offering the way to make the Sesenggak as tourism commodity. This program resulted in the increasing understanding and awareness of the participants on the so-called Sesenggak and the imoprtance of preserving Sesenggak in the daily life of Sasak community and its potentials as the tourism commodity which can be served to the tourists.