Tindak pidana korupsi di Indonesia merupakan perbuatan yang harus dipandang sebagai kejahatan extra ordinary crime atau graviora delicta (sebagai kejahatan yang sangat serius) yang memerlukan upaya luar biasa (extra ordinary effort) pula untuk memberantasnya.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau library reseach yang mencakup asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, perandingan hukum, sejarah hukum, inventarisasi hukum positif, dan penemuan hukum in concreto, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran data sekendur yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum, tersier. Lalu, setelah bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif dengan tujuan untuk menemukan jawaban atas masalah yang akan diteliti. Berdasarkan hasil penelitian menunjuk bahwa pengaruh pencabutan hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia adalah sangat berpengaruh secara psikologis dan secara sosial. Dimana secara psikologi pelaku dapat menurunkan niat jahatnya dan penjabat publik yang akan melakukan perbuatan yang sama dapat menghentikan niatnya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi, dan pencabutan hak politik oleh hakim kepada pelaku tindak pidana korupsi mendapatkan stigma atau pengucilan sosial terhadap individu atau kelompok yang melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Akibat dari pencabutan hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi, yaitu pelaku merasa malu, aibnya terbongkar (tersiar di masyarakat umum), hapusnya hak memilih dan dipilih selama waktu tertentu (berdasarkan putusan hakim yang telah Inkracht), serta mencegah terjadinya perbuatan yang sama (recividis) bagi pelakunya.