Artikel ini membahas dimana realitas maraknya berjualan di media sosial kini mendisrupsi peran pasar di tengah kecanggihan teknologi dan cepatnya arus media sosial dan kedepannya akan lebih masif sehingga menimbulkan satu fenomena baru yakni kegagapan pada penjualan konvensional. Pemerintah Indonesia resmi mengambil langkah tegas dengan melarang social commerce Tiktok Shop untuk melakukan transaksi jual beli. Social commerce Tiktok hanya diperbolehkan untuk mempromosikan produk. Hal ini imbas dari banyaknya platform bisnis dan e-commerce yang menjadi ladang berjualan di tanah air sehingga berdampak kepada bisnis UMKM dan usaha tradisional yang mengalami penurunan secara drastis. Atas dasar tersebut, maka tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Hak kebebasan transaksi jual beli online berbasis media sosial dalam pandangan ekonomi Islam yang dalam hal ini mengutip problematika Tiktok Shop. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap/pandangan yang terjadi didalam masyarakat, pertentangan dua keadaaan atau lebih, pengaruh terhadap suatu kondisi ataupun hal lainnya. Regulasi atau aturan yang dibuat pemerintah menjadi hal yang baik, namun hal ini tentunya tidak hanya sebatas larangan dan diberhentikan. Pemerintah harus menyiapkan alternatif-alternatif lain seperti edukasi kepada penjual, bagaimana pola pendampingan penjual konvensional. Pemerintah juga penting melakukan evaluasi terkait keberadaan usaha UMKM hingga pusat-pusat perbelanjaan tradisional yang usianya bertahun tahun. Pemerintah juga harus mulai mengkaji ulang konsep hingga melakukan revitalisasi sehingga keberadaan usaha menjadi daya tarik para pembeli lokal maupun internasional.