Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pendekatan Holistik Pembayaran Uang Kembalian dengan Non-Rupiah dalam Kerangka Hukum Perjanjian Syariah, Pidana dan Implikasinya terhadap Perlindungan Konsumen Musataklima
Al-Huquq: Journal of Indonesian Islamic Economic Law Vol. 4 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/alhuquq.v4i2.7003

Abstract

Penggunaan uang koin dalam transaksi bisnis mengalami penurunan, di berbagai daerah tidak terkecuali di Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pertama, rendahnya efektivitas penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran uang kembalian; aspek pidana, penyebab dan solusinya. Kedua, Aspek hukum perjanjian syariah, dan ketiga, implikasinya terhadap hak konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis, yang bertumpu kepada data primer yang didapat melalui wawancara, selain data primer, data sekunder juga dibutuhkan dalam penelitian ini yang didapat melalui studi dokumen dan kepustakaan. Semua data ini dianalisa secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah, pertama, tidak digunakannya rupiah sebagai alat pembayaran uang kembalian merupakan tindakan pidana yang disebabkan (1) norma hukumnya mandatur, (2) kultur masyarakat yang cenderung tidak menghargai koin. Solusinya adalah sosialisasi melalui klinik konsumen cerdas dan gerakan peduli koin nasional. Kedua, pembayaran uang kembalian dengan barang dalam hukum perjanjian syariah tidak ditemukan pertemuan kehendak sehingga cacat kehendak. Ketiga, implikasinya mengakibatkan hak konsumen untuk dilayani dengan benar dan jujur tercederai. (The use of coins in business transactions has decreased in various regions, including Malang. This study aims to describe: first, the low effectiveness of using the Rupiah as a means of payment for change; the criminal aspects, causes, and solutions. Second, the legal aspects of sharia agreements, and third, the implications for consumer rights. This research is an empirical study with a sociological juridical approach, which relies on primary data obtained through interviews. Besides, this study uses secondary data obtained through documents and literature studies. All of these data were analyzed descriptively and qualitatively. The results of this study are: first, the non-use of the rupiah as a means of payment for change is a criminal act caused by (1) the mandatory legal norms, (2) the culture of people who tend not to value coins. The solution is socialization through smart consumer clinics, and movements care about national coins. Second, payment of change with goods in the Sharia agreement law doesn't meet the will, so it is defective to the will. Third, the implication is that the consumer's right to be served appropriately and honestly is harmed.)
Misi Berhadiah dalam Fitur Mal Koin pada Aplikasi Hago Perspektif Akad Ju’alah Izam Bahtiar Rahmika; Musataklima Musataklima
Journal of Islamic Business Law Vol 7 No 1 (2023): Journal of Islamic Business Law
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jibl.v7i1.2947

Abstract

Fitur Mal Koin berisi Hago Pohon Uang, Kebun Binatang, dan Pejuang Koin. Adanya unsur gharar, maysir, dan pencurian dalam fitur Mal Koin menyebabkan adanya pertentangan antara hukum Islam yang ada dalam menentukan hukum digunakannya fitur tersebut dan bagaimana perlindungan hukum Islam atas kasus pencurian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tinjauan Fatwa DSN-MUI Nomor 62/DSN-MUI/XII/2007 terhadap praktik misi pada fitur Mal Koin dan perlindungan hukum Islam terhadap harta hasil misi dalam kasus pencurian pada fitur Mal Koin. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan konsep. Bahan hukum primernya adalah Fatwa DSN-MUI Nomor 62/DSN-MUI/XII/2007. Hasil Penelitian yang didapat adalah praktik Hago Pohon Uang dan Kebun Binatang merupakan akad Ju’alah yang boleh dilakukan selama tidak melanggar ketentuan syariat Islam dan ketentuan yang dibuat developer. Apabila dilanggar, maka akad menjadi fasid. Gharar dalam misi tersebut merupakan al-gharar al-yasir yang diperbolehkan syariat Islam. Misi Pejuang Koin merupakan akad hibah dan maysir yang diharamkan oleh syariat Islam apabila pemain menggunakan koin untuk memainkannya. Pencurian dalam fitur Mal Koin tidak diperbolehkan oleh syariat Islam. Perlindungan Hukum Islam secara preventif dalam kasus pencurian tersebut berupa dalil al-Qur’an, Hadist, maupun aturan yang dibuat oleh penguasa. Sementara perlindungan hukum Islam secara represifnya berupa hukuman ta’zir.
Sertifikat Elektronik sebagai Bukti Hak Kepemilikan atas Tanah Ditinjau dari Teori Kepastian Hukum dan Maqasid Asy-Syari’ah Mishbahul Munir; Musataklima Musataklima
Journal of Islamic Business Law Vol 7 No 3 (2023): Journal of Islamic Business Law
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jibl.v7i3.3875

Abstract

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kepastian hukum atas kedudukan sertifikat elektronik sebagai bukti hak kepemilikan tanah dan untuk memberikan pengetahuan mengenai pandangan maqasid asy-syari’ah terhadap sertifikat elektronik sebagai bukti hak kepemilikan tanah. Jenis penelitian ini, yaitu penelitian pustaka dengan menggunakan dua pendekatan penelitian, yaitu pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji terkait dengan kebijakan pemerintah dalam mengganti sertifikat konvensional menjadi sertifikat elektronik yang akan diidentifikasi, dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah. Hasil penelitian ini, Pertama, ditinjau dari Teori Kepastian Hukum (Gustav Radbruc dan Jan Michiel Otto) terkait kebijakan pemerintah dalam merubah sertifikat konvensional menjadi sertifikat elektronik sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik telah sesuai dengan konsep dari kedua tokoh di atas dan juga telah memenuhi asas-asas hukum seperti asas kepastian hukum, asas keadilan hukum, dan asas kemanfaatan hukum. Kedua, bahwa pemberlakuan Sertifikat Elektronik apabila dilihat dari perspektif maqasid asy-syari’ah, merupakan sebuah ijtihad dari kementerian ATR/BPN dalam mewujudkan kemaslahatan dibidang pelayanan pertanahan dan jika ditinjau dari segi maslahahnya maka, kebijakan pemerintah tersebut telah sesuai dengan konsep maqasid asy-syari’ah yaitu salah satunya penjagaan terhadap harta, dimana yang dimaksud dalam konteks ini adalah tanah.
Interlegality Perkawinan Beda Agama Vis a Vis Surat Edaran Mahkamah Agung Nomot 2 Tahun 2023 tentang Penolakan Permohonan Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Indonesia Noer Yasin; Musataklima Musataklima; Ahmad Wahidi
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 23, No 4 (2023): December Edition
Publisher : Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Repub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/dejure.2023.V23.389-402

Abstract

The polemic of interfaith marriages is not a new problem at the legal level in Indonesia, especially with the issuance of Supreme Court Circular Letter (SEMA) Number 2 of 2023 for District Courts to reject requests for registration of interfaith marriages. This has caused pros and cons in the community. The purpose of this research is to elaborate on the impact on the independence of judges and the constitutional rights of marriage actors, as well as the position of SEMA when faced with the rights of interfaith marriages conducted abroad and brought to Indonesia. This research can enrich insights into the discourse of interfaith marriage in Indonesia. This research uses a normative legal research method that relies on primary, secondary, and tertiary legal materials analyzed prescriptively. The results of this study are, First, SEMA can interfere with the independence of judicial power itself, where the Supreme Court is one of the actor of SEMA. Secondly, SEMA impacts the non-fulfillment of the constitutional rights of actors of interfaith marriages to obtain legal certainty, equality before the law, and legal protection. Thirdly, SEMA can trigger smuggling of law in interfaith marriages where the legal consequences must be recognized based on the principles of rights derived from foreign law, the principle of reciprocity, and the principle of comitas gentium. These three principles underlie the inter legality of interfaith marriages, so they have transnational legality. This research recommends that the Supreme Court revoke the SEMA that has been issued.