SARAWA, SARAWA
Jurnal Agroteknos

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Evapotranspirasi Dan Dinamika Pertumbuhan Tanaman Kedelai Pada Berbagai Interval Penyiraman Dan Takaran Pupuk Kandang Sarawa, Sarawa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGRIBISNIS PROSIDING SEMINAR NASIONAL SWASEMBADA PANGAN (Indonesia Menuju Swasembada Pangan dalam Tiga Tahun Ke
Publisher : Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.464 KB) | DOI: 10.37149/4773

Abstract

Soybean is an important commodity because it contains high fat and protein, so it is a highly nutritious foodstuff. Efficient use of water and organic fertilizer on soybean plants important in supporting increased production of soybeans.The research aims to determine various time watering and dosing manure has been implemented in Sub Anduonohu district. Poasia Kendari using plastic pots in the house. The experiment was conducted by using factorial design consisting of two factors. The first factor is the interval consisting of 4 time watering is every 2 days (A1), every 4 days (A2), every 6 days (A3), and every 8 days (A4) with the same volume of water corresponding to each treatment phase plant growth. The second factor is the dose of manure comprising without manure (Ko), 10 t ha-1 (K1) and 20 t ha-1 (K2). Each treatment was repeated 3 times so that there are 36 experimental units. Each experimental unit was placed 4 pots that are 144 pots. The parameters consist of observations: the soil before planting evaporation, evapotranspiration, high growth dynamics of the plant, stem diameter, number of leaves and leaf area.The results showed that the provision of water treatment with 2-day intervals provide a more rapid growth than the other treatments. While manure 10 and 20 t Judge gives better growth dynamics compared to no manure application (control).
Rekayasa Ekologis Ultisol Bervegetasi Alang-Alang dengan Kondisi Tercekam Biologis untuk Pengembangan Tomat Lokal Muna Kilowasid, La Ode Muhammad Harjoni; Lisnawati, Lisnawati; Nurhaida, Nurhaida; Sarawa, Sarawa; Alam, Samsu
PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGRIBISNIS PROSIDING SEMINAR NASIONAL SWASEMBADA PANGAN (Indonesia Menuju Swasembada Pangan dalam Tiga Tahun Ke
Publisher : Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.199 KB) | DOI: 10.37149/3130

Abstract

Memacu peningkatan laju pertumbuhan produktivitas pangan di Indoensia dilakukan melalui pendekatan peningkatan produksi per satuan luas, perluasan area pertanian, dan restorasi lahan-lahan pertanian terdegradasi. Paradigma teknologi peningkatan produksi tanaman pangan era pasca Bimas Pertanian (Green Revolution) diarahkan kepada penggunaan teknologi minimal bahan bakar, emisi gas teredusir, kesehatan petani terjaga, lingkungan sehat dan aman, serta kehilangan keanekaragaman hayati terhindarkan. Lahan pengembangan pertanian kelompok Ultisol  bervegetasi alang-alang cukup tersebar luas di wilayah Indonesia bagian Timur. Faktor fisik-kimia pembatas pertumbuhan tanaman tanah ini sering digunakan sebagai basis pendekatan pengembangan teknologi peningkatan produksi pangan pertanian. Sesungguhnya, faktor pembatas kelulus-hidupan tanaman tidak hanya dikendalikan faktor fisik-kimia tanah, tetapi juga ditentukan oleh faktor biologi tanah, yakni kelompok biota tanah yang mendapatkan makanan dengan memangsa akar tanaman, selanjutnya dalam makalah ini dirujuk sebagai cekaman biologis‖.Buah tomat sering dihidangkan dalam menu setiap hari baik bentuk buah segar ataupun hasil olahannya. Tomat lokal Muna sebagai salah satu kekayaan plasma nutfah dari Sulawesi Tenggara perlu mendapatkan perhatian untuk pengembangannya di berbagai tipe agroekologi dalam kerangka kerja teknologi produksi pangan era pasca Bimas Pertanian. Dinding sel akar tomat cukup lunak sehingga mudah diakses oleh sejumlah biota tanah pemangsa akar. Konsep yang dikembangkan pengaturan populasi pemangsa akar melalui rekayasa ekologis menggunakan fauna tanah perkayasa ekosistem dan bahan organik untuk mengatasi cekaman biologis. Makalah ini bertujuan untuk memelajari peran introduksi fauna tanah perekayasa dan bahan organik terhadap kerapatan nematoda pemakan akar pada Ultisol dan untuk mengkaji pengaruh jangka panjang hasil rekayasa in situ menggunakan fauna tanah perekayasa ekosistem dan berbagai jenis bahan organik pada Ultisol terhadap kelulus-hidupan dan hasil panen buah tomat lokal Muna.Tiga tingkatan jumlah individu cacing tanah epigeik (Lumbricus sp.), yakni 0, 20, dan 40 individu per petak dan tiga jenis bahan organik (pangkasan Chromolaena odorata, pangkasan Collopogonium sp., dan pangkasan Imperata cylindrica) diuji mengikuti prosedur rancangan acak kelompok. Benih tomat lokal yang diperoleh dari petani di Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna dikecambahkan pada media tumbuh dari campuran Ultisol dan pupuk kandang sapi dan dipelihara sampai bibit berusia 3 minggu. Bibit tomat ditanam di tiap petak dengan jarak tanam 60 cm x 50 cm. Setelah petak percobaan diberokan selama tiga bulan, ditanami kembali bibit tomat lokal Muna pada tiap petak percobaan.Hasil penelitian pada tahap pertama menunjukan kerapatan nematoda pemakan akar pada 30, 60 maupun 90 hari setelah tanam antara kombinasi jumlah individu cacing tanah dan jenis bahan organik berbeda signifikan. Kerapatan nematoda pemakan akar menunjukan kecenderungan menurun sejalan dengan bertambahnya waktu setelah aplikasi cacing tanah dan bahan organik. Dalam percobaan tahap pertama tanaman tomat di semua petak percobaan hanya dapat bertahan hidup sampai usia dua minggu setelah tanam. Percobaan tahap dua menunjukan buah tomat dari tiap petak percobaan dapat dipanen. Jumlah buah dapat dipanen bervaraisi menurut jumlah cacing tanah dan jenis bahan organik. Total buah dipanen pada bahan organik dari C. odorata tanpa introduksi cacing tanah lebih rendah dibanding dengan introduksi 20 dan 40 individu cacing tanah. Total buah dipanen pada pangkasan Collopogonium sp. tanpa cacing tanah lebih banyak dibanding dengan introduksi 20 dan 40 jumlah individu cacing tanah. Total buah dipanen pada kombinasi pangkasan I. cylindrica untuk semua jumlah individu cacing tanah relatif mirip. Berat buah segar pada pangkasan I. cylindrica dengan introduksi 20 individu cacing tanah adalah paling tinggi, sedang pangkasan I. cylindrica dengan introduksi 40 individu cacing tanah adalah paling rendah.Temuan di atas membantu kami menyimpulkan bahwa pendakatan biologis melalui rekayasa ekologi menunjukan pengaruh bermanfaat dalam jangka panjang terhadap produktivitas pangan. Waktu mendatang, kajian terkait ―Agroecological Economic” metode rekayasa ekologi kualitas dan kesuburan tanah untuk produksi pangan masih perlu dikembangkan untuk mensikronkan antara upaya-upaya percepatan capaian swasembada pangan tiga tahuan ke depan dengan paradigma pertanian era pasca Bimas Pertanian (Green Revolution).
PERTUMBUHAN PADI GOGO LOKAL PADA LAHAN ULTISOL YANG DIBERI BERBAGAI TAKARAN BOKASHI AMPAS SAGU DAN TRICHODERMA S, Hadania; Sarawa, Sarawa; Madiki, Abdul; safuan, Laode; Nurmas, Andi; Hasid, Rachmawati
Berkala Penelitian Agronomi Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (857.201 KB) | DOI: 10.33772/bpa.v7i1.6969

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian bokashi ampas sagu dan Trichoderma  terhadap pertumbuhan  padi gogo lokal pada lahan ultisol. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan II Unit Lahan Kering dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari mulai dari bulan Januari sampai Agustus 2018. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan bokashi ampas sagu, yaitu; B0= tanpa pemberian bokashi, B1= 12 ton ha-1 bokashi ampas sagu, B2= 24 ton ha-1 bokashi ampas sagu, B3= 36 ton ha-1 bokashi ampas sagu dan B4= 48 ton ha-1 bokashi ampas sagu. Factor kedua aplikasi Trichoderma, yaitu; T0= tanpa Trichoderma, T1= 1,6 ton h-1 Trichoderma, T2= 3,2 ton h-1 Trichoderma, T3= 4,8 ton h-1 Trichoderma, T4= 6,4 ton h-1 Trichoderma. Dengan demikian akan terdapat 25 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 75 unit percobaan. Data hasil pengamatan terhadap masing-masing variabel yang diamati dianalisis dengan sidik ragam. Uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan (UJBD) pada taraf nyata α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan Dosis terbaik interaksi bokashi ampas sagu dan Trichoderma yaitu B3T3 (36 ton ha-1 bokashi dan 4,8 ton ha-1 Trichoderma). Kata Kunci: Bokashi ampas sagu, Kualitas, Padi gogo lokal, Produksi, Trichoderma