Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

KOSAKATA SISTEM PERTANIAN TRADISIONAL SUNDA: KAJIAN STRUKTUR DAN MAKNA Taufik Setyadi Aras
Sirok Bastra Vol 4, No 1 (2016): Sirok Bastra
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.533 KB) | DOI: 10.37671/sb.v4i1.73

Abstract

Identitas Indonesia sebagai negara agraris mulai luntur. Tidak sedikit petani tradisional beralih pekerjaan ke sektor industri sehingga berdampak pada pola perilaku masyarakat terhadap lingkungan serta mengikis pengetahuan dan keterampilan dalam tata cara bertani tradisional. Masalah yang diteliti adalah kosakata sistem pertanian tradisional berbahasa Sunda dengan menggunakan kajian struktur dan makna. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan yaitu teori Djajasudarma (2009 dan 2013), Kridalaksana (2005), dan Ramlan (1991). Berdasarkan penelitian, diketahui empat kelas kata yang ditemukan, yaitu verba(l), nomina(l), numeralia, dan adjektiva. Struktur kosakata ada dua bentuk, yaitu bentuk dasar dan turunan. Bentuk turunan ada empat, yaitu berdasarkan afiksasi, reduplikasi, akronim, dan gabungan kata. Makna kosakata mengacu pada peralatan dan perkakas, aktivitas penggarapan, keadaan dan kondisi padi, proses penanaman, nama tempat dan wadah, nama waktu, upacara tradisional, tokoh masyarakat, hama padi, serta ukuran atau takaran.
KOSAKATA SISTEM PERTANIAN TRADISIONAL SUNDA: KAJIAN STRUKTUR DAN MAKNA Taufik Setyadi Aras
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 6, No 1 (2017): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.935 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v6i1.294

Abstract

Identity of Indonesia as agrarian country begins fading. A lot of the traditional farmers change their job to industrial sectors then impacting on behavior patterns of society to the environment and reducing the knowledge and skills in the traditional farming. The issues examined are the vocabulary of Sundanese traditional agricultural systems by using study the structure and semantics. The method used in this research is a qualitative descriptive method. This research applies some theories from Djajasudarma (2009 and 2013), Kridalaksana (2005), and Ramlan (1991). The results of this study that a category of vocabulary of Sundanese traditional agriculture systems divide into four classes, verbs and verbal, nouns and nominal, numeralia, derivative formand adjectives. The structure divides into two forms; base form and derivative form. Derivative form has four types, affixation, reduplication, acronym, and the combined of word. The meaning of vocabulary referring to tools and equipment, cultivation activities, circumstances and conditions of paddy, planting, place and crock, time, traditional ceremonies, community leaders’ rice pests, and size or dosage.ABSTRAKIdentitas Indonesia sebagai negara agraris mulai luntur. Tidak sedikit petani tradisional beralih pekerjaan ke sektor industri sehingga berdampak pada pola perilaku masyarakat terhadap lingkungan serta mengikis pengetahuan dan keterampilan dalam tata cara bertani tradisional. Masalah yang diteliti adalah kosakata sistem pertanian tradisional berbahasa Sunda dengan menggunakan kajian struktur dan makna. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan yaitu teori Djajasudarma (2009 dan 2013), Kridalaksana (2005), dan Ramlan (1991) . Berdasarkan penelitian, diketahui empat kelas kata yang ditemukan, yaitu verba(l), nomina(l), numeralia, dan adjektiva. Struktur kosakata ada dua bentuk, yaitu bentuk dasar dan turunan. Bentuk turunan ada empat, yaitu berdasarkan afiksasi, reduplikasi, akronim, dan gabungan kata. Makna kosakata mengacu pada peralatan dan perkakas, aktivitas penggarapan, keadaan dan kondisi padi, proses penanaman, nama tempat dan wadah, nama waktu, upacara tradisional, tokoh masyarakat, hama padi, serta ukuran atau takaran.
Inovasi Leksikal Bahasa Sunda di Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Taufik Setyadi Aras
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2339

Abstract

ABSTRAK. Masalah dalam penelitian ini adalah mengenai status bahasa Sunda Dayeuhluhur, inovasi leksikal dalam bahasa Sunda Dayeuhluhur serta distribusi geografisnya. Penelitian ini menggunakan teori yang diungkapkan oleh Ayatrohaedi (1985), Mahsun (2005), Sibarani (2004) dan Lauder (2007). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode deskriptif-sinkronis. Data dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik cakap dan rekam. Hasil kajian menunjukkan bahwa jarak perbedaan bahasa Sunda Baku dengan bahasa Sunda Dayeuhluhur sebesar 31 persen berdasarkan penghitungan dialektometri leksikal, sehingga termasuk kategori perbedaan subdialek. Bahasa Sunda Dayeuhluhur mengalami inovasi internal yang terdiri dari inovasi fonologi dan morfofonemis, inovasi morfologi, dan inovasi leksikal. Inovasi eksternal yang berupa kata serapan dari bahasa lain juga ada dalam bahasa Sunda Dayeuhluhur. Ditemukan pula kosakata relik bahasa Sunda dan kosakata khas setempat. Dari pemetaan unsur bahasa diperoleh bahwa sebaran unsur bahasa berbeda-beda. Ada unsur bahasa yang tersebar luas di beberapa desa yang diteliti, ada pula yang hanya ditemukan di satu atau dua desa yang diteliti. KataKunci: Inovasi leksikal, Dialek, Bahasa SundaABSTRACT. The problem of this research is about the status, lexical innovation, and geographical distribution of Dayeuhluhur Sundanesse. This research applies some theories from Ayatrohaedi (1985), Mahsun (2005), Lauder (2007), Djajasudarma (2013), Wahya (2015), and Sariono (2016). The method adopted in this research was qualitative with descriptive-synchronies data. The data were collected by a methods refer to the conversation and recording techniques. The result showed the difference between Formal Sundanese and Dayeuhluhur Sundanese is 31 percent based on the Lexical Dialektometri calculation and categorized into subdialek difference. Dayeuhluhur Sundanese has been experiencing internal innovation consisting of phonological innovation and morphophonemic, morphological innovation, and lexical innovation. External innovation in the form of borrowed words from another language also exists in Dayeuhluhur Sundanese, and the researcher found Sundanese relics and special local vocabularies. From the language elements mapping, the researcher found a fact that the distribution of the language is different. There is element of language widespread in some villages studied as well as those that only found in one or two villages surveyed.Keywords: lexical innovation, dialect, Sundanese
Local Wisdom Of Kampung Naga In Achieving Sustainable Tourism Sriati Dwiatmini; Taufik Setyadi Aras
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 26, No 2 (2024): December
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jantro.v26.n2.p249-254.2024

Abstract

Kampung Naga is located in Tasikmalaya Regency, West Java, where the people still maintain and carry out the customs inherited from their ancestors in their daily lives. It is considered unique, so many tourists visit. The arrival of tourists from various cultural backgrounds has been going on for more than four decades, to some extent influencing the daily lives of the people of Kampung Naga. The aim of this research is to describe local wisdom related to tourism in the Kampung Naga community. The formulation of the problem is how do the people of Kampung Naga construct local tourism wisdom, and what form does it take? To answer this, a qualitative description method was used, through the stages of observation, interviews and interpretation. The results of the analysis show that the people of Kampung Naga construct local tourism wisdom which is the result of interactions between the culture of the community and the culture of tourists, as well as tourism development carried out in their village. Local tourism wisdom is based on harmonizing relations between tourists and local residents based on kinship and tourism management based on mutual cooperation.
REINTERPRETASI SIMBOL GARUDA DALAM TIGA LUKISAN KARYA PUTU SUTAWIJAYA Aras, Taufik Setyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi Vol 19, No 1 (2025): SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30813/s:jk.v19i1.8137

Abstract

Transformasi simbol negara dalam seni rupa kontemporer membuka ruang dialog baru untuk memaknai nilai-nilai kebangsaan. Penelitian ini mengkaji reinterpretasi simbol Garuda dalam tiga karya Putu Sutawijaya pada pameran "Lelampah" pada tahun 2023 yang menunjukkan transformasi dari simbol kenegaraan menjadi representasi humanistik. Menggunakan metode deskriptif kualitatif-interpretatif dengan analisis semiotika Charles Sanders Peirce, tiga karya - "Gaja-Kaccapa," "Cak Amerta," dan "Menjaga #2" dikaji secara mendalam. Melalui analisis tingkatan tanda Peirce, ditemukan bahwa transformasi ikon Garuda (bentuk visual) menjadi indeks (gestur dan komposisi figur) menghasilkan simbol baru yang merepresentasikan nilai-nilai Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab dalam "Gaja-Kaccapa" melalui figur yang merangkul, demokrasi dalam gestur meditatif "Cak Amerta", serta persatuan Indonesia dalam komposisi figur yang saling bertautan pada "Menjaga #2". Hasil pembacaan semiotik ini menunjukkan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah nilai yang hidup dan perlu dipraktikan melalui interaksi dan hubungan antarmanusia, tidak sekadar semboyan formal negara.
Cybertroops: Contestation and Polarization in The Perspective of Critical Discourse Analysis Aulia Sukmani, Khoirun Nisa; Setyadi Aras, Taufik
LEGAL BRIEF Vol. 13 No. 2 (2024): June: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35335/legal.v13i2.964

Abstract

The political year is approaching; every five years, Indonesia faces a contestation of democracy and political games. Cybertroops act as a volunteer force in influencing public opinion on certain topics, creating polarization that attracts the attention of the government in defending against opinions that damage and endanger Indonesia’s integration. How is it viewed? This research uses social media ethnography to observe the landscape of cybertroops and virtual police in their respective domains. Critical Discourse Analysis is used to see how cybertroops to work in cultivating public opinion, while virtual police monitor and minimize the growth of public opinion polarization.