Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Rantai Pasok Komoditi Sagu (Metroxylon Sagu) Di Kabupaten Kepulauan Meranti Subkhan Riza; Agusnimar; Saipul Bahri; Azmansyah; Selvia Sutriana
Jurnal Kebijakan Pembangunan dan Inovasi Vol. 3 No. 1 (2017)
Publisher : Badań Perencanaan Pembangunan Dearth, Penelitian dań Pengembangan Provinsi Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah penghasil sagu terbesar di Provinsi Riau.Keberadaan perkebunan sagu di daerah ini telah berdampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di daerah ini.Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui rantai pasok komoditi sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti.Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan pengamatan di lapangan. Data primer diperoleh dari observasi di lapangandan wawancara dengan responden. Data skunder dikumpulkan dari laporan yang dipublikasikan oleh lembaga pemerintah di Kabupaten Kepulauan Meranti.Luas perkebunan sagu di daerah ini kurang lebih 38.614 hektar yang terdiri dari areal perkebunan sagu rakyat dengan produksi sebanyak 108.043 ton, atau 73,59% dari total produksi sagu Provinsi Riau atau 25,46% dari total produksi sagu nasional. Sistem pemasaran bahan baku sagu(pohon rumbia) dibedakan menjadi 2 cara yaitu sistem ijon dan sistem biasa. Sistem pemasaran dengan transaksi terjadi di lokasi kebun akan memberikan keuntungan terbesar bagi pemiliki industri, yakni sebesar Rp81.000 per batang. Sedangkan sistem pembelian batang sagu dengan transaksi di lokasi industri akan memberikan keuntungan bagi petani.Produk industri sagu masyarakat dipasarkan ke 3 (tiga) sasaran lokasi, yaitu untuk masyarakat lokal, eksport ke Malaysia dan dipasarkan ke Cirebon, Jawa Barat. Permintaan tepung sagu oleh agen/distributor di Cirebon kurang lebih 400,000 ton tepung sagu per tahun.
Peningkatan Nilai Tambah Limbah Ikan Sebagai Bahan Pangan Dan Pakan Subkhan Riza; Syahrul
Jurnal Kebijakan Pembangunan dan Inovasi Vol. 3 No. 1 (2017)
Publisher : Badań Perencanaan Pembangunan Dearth, Penelitian dań Pengembangan Provinsi Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Catfish processing industry generally leaves waste products in the form of solid waste, such as bone, intestines (viscera), tethered meatand belly fat.The resulting wastes range from 20% - 60%, meaning there are about 4.8 tons - 14.4 tons of solid waste is produced by the catfish processing industry in Sentra Pengolahan Pascapanen Kampar, Kampar regency.The resulting solid waste will have a negative impact on the environment if there is no good and proper handling. This study aims to utilize catfish waste into value-added products as raw materials for food and feed. This research is done by experimental method. Production of processed catfish in Kampar regency of 382.97 tons consists of smoked fish, fish fillet, salted fish and derivatives such as abon, meatballs, nuggets, and crackers.Potential waste of catfish fillet that can be utilized are: fish bone 35%, abdominal fat 7%, tethered meat6% and offal 11%. The processing of solid waste byproducts of fish processing produces raw materials of amino acid are rich in amino acids, bone meal is rich in calcium, flour has rich protein content and fish oil is rich in omega-9.Protein content of fish meal starch 57,68%, flour 60,21%, and bone meal 12,08%. Value added production of 50 kg bone meal of Rp 200,000, - with a profit rate of 33%. Value added production of 30 kg of edible flour by Rp 75.000.- with a profit rate of 25%. Value added production of 10 kg fish meal for Rp 140.000. with a profit rate of 56%.
Strategi Pengelolaan Kawasan Lubuk Larangan Yang Berkelanjutan Di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten Kuantan Singingi Subkhan Riza
Jurnal Kebijakan Pembangunan dan Inovasi Vol. 5 No. 1 (2019)
Publisher : Badań Perencanaan Pembangunan Dearth, Penelitian dań Pengembangan Provinsi Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lubuk larangan merupakan suatu wilayah tertentu di sungai yang diberi batasan oleh masyarakat, untuk tidak boleh diganggu dan diambil ikannya pada suatu kurun waktu tertentu. Salah satu kawasan lubuk larangan yang masih berjalan di Provinsi Riau terdapat di Desa Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi. Tujuan penulisan ini adalah untuk menyusun strategi pengelolaan kawasan Lubuk Larangan yang berkelanjutan di Desa Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi.. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 s/d Maret 2018. Untuk menyusun strategi pengelolaan kawasan lubuk larangan yang berkelanjuntan di Desa Pangkalan Indarung digunakan analisis Rapfish, analisis AHP (Analytic Hierarchy Process) dan Participatory Prospective Analysis (PPA). Analisis Rapfish (Rapid appraisal for fisheries) digunakan untuk menentukan status keberlanjutan kawasan lubuk larangan berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan. Analisis PPA dilakukan utuk menghasilkan skenario status keberlanjutan kawasan lubuk larangan secara berkelanjuntan di masa yang akan datang. Status keberlanjutan kawasan lubuk larangan di Desa Pangkalan Indarung berada pada kategori “cukup” dengan nilai indeks keberlanjutan 70,75. Untuk meningkatkan nilai indeks keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan Skenario-2 (Moderat) yakni melakukan perbaikan sekitar 50 % atribut kunci. Pada skenario ini diupayakan perbaikan atribut kunci yakni meningkatkan aturan pengelolaan kawasan lubuk larangan menjadi aturan adat tertulis, penggunaan jenis alat tangkap yang bersifat pasif, meningkatkan pendapatan masyarakat, menjaga plasma nutfah sehingga terjadi peningkatan jenis ikan spesifik lokal, serta penambahan luasan kawasan lubuk larangan. Dengan menggunakan Skenario-2 ini telah terjadi peningkatan nilai indeks keberlanjutan menjadi 75,47 sehingga status keberlanjutan kawasan lubuk larangan ini berada pada kondisi “baik” atau berkelanjutan.
Pemanfaatan Ikan Rucah Sebagai Bahan Baku Industri Tepung Ikan Shinta Utiya Syah; Subkhan Riza
Jurnal Kebijakan Pembangunan dan Inovasi Vol. 5 No. 2 (2019)
Publisher : Badań Perencanaan Pembangunan Dearth, Penelitian dań Pengembangan Provinsi Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ikan rucah (trash fish) adalah istilah yang digunakan untuk berbagai spesies ikan laut yang umumnya berukuran kecil, tidak disukai konsumen dan tidak mempunyai nilai komersial langsung. Untuk mengganti tepung ikan impor yang mahal maka dimanfaatkan ikan rucah yang diolah menjadi tepung ikan sebagai pengganti tepung ikan impor. Hasil tangkapan ikan rucah Meranti Tahun 2013 sebesar 842,40 ton., Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan ikan rucah sebagai hasil sampingan penangkapan ikan di Kabupaten Kepulauan Meranti dan menganalisis komposisi tepung ikan yang berasal dari ikan rucah sesuai dengan standar mutu tepung ikan. Metode penelitian yang digunakan adalag survey, interview dan studi keperpustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40,57 persen hasil produksi perikanan tangkap di kepulauan Meranti merupakan produksi dalam bentuk ikan rucah. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan protein ikan rucah sebesar 55,8 persen, total volatile base nitrogen (TVB-N) 80,2 persen, kadar air 22,9 persen, kadar garam 7,66 persen, kadar lemak 3,35 persen dan kadar abu 19,4 persen. Berdasarkan kandungan protein, ikan rucah berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri tepung ikan dengan kualitas SNI : Mutu B. Sedangkan jika dilihat dari TVB-N, kadar lemak dan kadar abu ikan rucah memenuhi standar kualitas tepung ikan SNI 2715–2013 termasuk dalam kategori mutu A. Sementara itu, kadar air yang tinggi pada tepung ikan rucah disebabkan karena proses penanganan dan pengolahan tepung ikan rucah tidak mengacu pada Standar Nasional Indonesia SNI 2715 – 2013.