Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS GOVERNANCE NETWORKING DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGANAN STUNTING DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA Rembu, Yoakim; Pionisius Minggu; Yohanes Fritantus; Hendrikus Hironimus Botha; Marthen Patiung
Kebijakan : Jurnal Ilmu Administrasi Vol. 16 No. 02 (2025): Volume 16 No. 2 Juni 2025
Publisher : Program Magister Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Pascasarjana, Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/kebijakan.v16i02.13391

Abstract

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umunya (yang seusia). Menurut World Organization Health stunting adalah suatu kondisi gagal tumbuh kembang pada anak akibat infeksi berulang dan kurangnya gizi pada 1000 hari pertama kehidupan dalam hidup seorang anak yang didasarkan pada Panjang badan dibanding umur atau tinggi badan dibanding umur. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi dengan angka penderita stunting tertinggi. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021 angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 37,8% atau 1 dari 3 anak balita di Nusa Tenggara Timur mengalami stunting. Sementara itu, Kabupaten Timor Tengah Utara menjadi salah satu kabupaten penyumbang anak stunting tertinggi kedua setelah Kabupaten Timor Tengah Selatan di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen adalah peneliti dimana peneliti tidak hanya melakukan wawancara, akan tetapi peneliti juga melakukan interaksi di lapangan berupa pengamatan terhadap proses penanganan stunting. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara memberikan perhatian yang besar dalam Upaya penanganan stunting melalui pembentukan Tim Percepatan Penanganan Stunting dengan melibatkan unsur pemerintah, swasta dan akademisi. Jaringan ini memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda, berkolaborasi serta bertukar informasi. Dalam pelaksanaanya, TPPS mampu bekerja efektif dan berhasil menekan angka stunting di Kabupaten timor Tengah Utara dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terkahir.
NA'BEOK TRADITION AND EFFORTS TO PREVENT CORRUPTION IN THE EAST T'EBA VILLAGE GOVERNMENT, BIBOKI TAN PAH DISTRICT, NORTH CENTRAL TIMOR REGENCY Pionisius Minggu; Yohanes Fritantus; Alfrido Naiheli
Multidiciplinary Output Research For Actual and International Issue (MORFAI) Vol. 4 No. 3 (2024): Multidiciplinary Output Research For Actual and International Issue
Publisher : RADJA PUBLIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/morfai.v4i3.2134

Abstract

Corruption is a crime that must be fought together because it can hamper various development processes and destroy the manners of life in society, nation and state. The most visible impacts of corruption are inequality in economic life, damage to socio-cultural life, and threats to the life of the nation (NKRI), including poverty, crime, education, health and damage to the government and political system. One of the acts of corruption that is currently widespread is corruption of village funds by individual Village Heads and other village officials. The greater the management of village funds, the greater the risk of corruption at the village level. On the other hand, as a diverse nation, Indonesia has a lot of wisdom that can ward off corrupt behavior. because it contains shame, high levels of socialism and simple living as well as strong social and customary sanctions. This research is aimed at looking at the Na'beok tradition in the Biboki traditional community, especially in East T'eba Village and how the implementation of this tradition can have an impact on efforts to prevent acts of corruption in the village. It is recommended that local wisdom traditions owned by the community be established through village regulations or regulations that are formally binding in the administration of government in the village.