Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kesenian Jaran Dor Malang sebagai Ide Penciptaan Motif Batik Tulis Sandang Wahyuningtyas, Dinda Nastiti; Ponimin, Ponimin; Sidyawati, Lisa
Journal of Language Literature and Arts Vol. 4 No. 6 (2024)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um064v4i62024p549-566

Abstract

Kesenian Jaran Dor Malang merupakan seni pertunjukan etnik yang tumbuh subur dikalangan masyarakat Kota Malang. Seni pertunjukan ini memiliki keunikan tersendiri pada bentuk visual artefak dan gerak tariannya, namun banyak anak muda jaman sekarang tidak mengetahui akan keunikan pertunjukan tersebut karena sudah jarang dipertontonkan. Kegelisahan tersebut menjadikan latar bekalang penulis dalam menciptakan karya batik tulis sandang. Tujuan penciptaan ini adalah mendeskripsikan ide dan konsep batik tulis yang terinspirasi dari Kesenian Jaran Dor Malang, mendeskripsikan proses kratif batik tulis, dan mendeskripsikan hasil karya penciptaan. Penciptaan batik tulis tersebut menggunakan metode penciptaan seni kriya SP Gustami yang terdiri dari tahapan eksplorasi, perancangan, dan perwujudan. Ketiga tahapan ini kemudian dikembangkan penulis untuk melakukan penciptaan motif batik tulis pada bahan sandang. Hasil kreatif ini terdiri dari enam karya batik tulis dengan teknik colet yang diharapkan dapat diproduksi secara masal, kemudian dapat digunakan sebagai sandang sesuai dengan aspek ergonomis. Hasil karya tersebut berjudul: Pinasthi, Adigang Adigung Adiguna, Keseimbangan, Prasaja, Solah, dan Kapanjingan. Hasil penciptaan tersebut diharapkan dapat menjadi sarana pengenalan budaya lokal dan juga sebagai pelestarian budaya nasional.
Kesenian Bantengan Malang: Memahami Makna Simbolis sebagai Kajian Budaya Lokal Wahyuningtyas, Dinda Nastiti
INVENSI Vol 10, No 1 (2025): Juni 2025
Publisher : Graduate School of the Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/invensi.v10i1.14249

Abstract

Kota Malang merupakan kota yang terkenal dengan kota pendidikan, pariwisata, maupun kebudayaan yang beragam. Salah satu kebudayaan yang saat ini berkembang di kota Malang adalah kesenian pertunjukan Bantengan. Seni pertunjukan ini pada umumnya menggabungkan seni musik gamelan dan tarian silat yang memiliki makna simbolik dan biasanya diakhiri dengan kesurupan (trance). Saat ini, masyarakat di daerah Kidal Tumpang Kabupaten Malang dihebohkan dengan adanya eksistensi Kesenian Bantengan di mana banyak sanggar yang mempertontonkan pertunjukan ini sehingga banyak pertunjukan yang berkreasi dan meninggalkan aturan yang ada. Berdasarkan persoalan tersebut penulis memiliki tujuan untuk melestarikan budaya lokal dengan mengkaji makna simbolik yang ada dalam kesenian ini dengan upaya mempertahankan aturan yang ada sehingga kesenian ini tetap sakral dan terjaga. Untuk terwujudnya tujuan tersebut maka penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui sumber primer observasi wawancara dan sekunder melalui media cetak maupun online. Penulis juga menggunakan metode pendekatan semiotika oleh C.S Pierce. Makna simbolik yang ada meliputi simbol-simbol dari atribut utama yakni topeng kepala banteng sampai prosesi puncaknya yakni kesurupan (keranjingan). Simbol tersebut memiliki makna utama yakni sebagai sarana pengajaran nilai moral dan spiritual bagi masyarakat yang perlu diketahui dan diteladani. The Bantengan Performance in Malang: Interpreting Symbolic Meanings in the Context of Local Cultural Studies ABSTRACTMalang is a city known for its diverse education, tourism and culture. One of the cultures that is currently developing in Malang is the Bantengan performance art. According to this performance art generally combines gamelan music and martial arts dances that have symbolic meanings and usually end with trance. Currently, the community in the Kidal Tumpang area of Malang Regency is excited by the existence of Bantengan art where there are so many studios that perform this performance that many performances are creative and leave the existing rules. Based on this problem, the author aims to preserve local culture by examining the symbolic meaning in this art with an effort to maintain existing rules so that this art remains sacred and maintained. To realize this goal, the author uses a descriptive skin approach method through primary sources of observation interviews and secondary through print and online media. The author also uses the semiotic approach method by C.S Pierce. The existing symbolic meaning includes symbols from the main attribute, namely the bull's head mask to the peak procession, namely trance (keranjingan). The simbol has the main meaning as a means of teaching moral and spiritual values for the community that need to be known and emulated.