Dwi Rijaya Hakiki
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

HEGEMONI, RELIGIUSITAS, DAN SEKSUALITAS SEBAGAI REPRESENTASI PRAKTIK KUASA MASA KINI DALAM FILM QORIN (KAJIAN WACANA KRITIS-SEMIOTIK) Dwi Rijaya Hakiki; Bibit Suhatmady; Nina Queena Hadi Putri
Jurnal Pendidikan Dasar dan Sosial Humaniora Vol. 3 No. 7: Mei 2024
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini berfokus pada aspek bentuk hegemoni, religiusitas, dan seksualitas dalam film Qorin (2022). Analisis dilakukan dengan memanfaatkan interdisipliner teori wacana kritis Norman Fairclough dan teori semiotika Roland Barthes. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: (1) Bagaimana bentuk hegemoni, religiusitas, dan seksualitas oleh budaya penguasa dalam film Qorin kajian wacana kritis Norman Fairclough; (2) Bagaimana hubungan praktik kekuasaan dalam film Qorin terhadap representasi budaya penguasa masa kini di Indonesia kajian semiotika Roland Barthes; dan (3) Bagaimana dampak kepemimpinan budaya penguasa terhadap kemajuan perempuan dan keberhasilan pendidikan di Indonesia dalam film Qorin. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Data dan sumber data diperoleh melalui teknik studi dokumen. Teknik analisis meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis secara menyeluruh, unsur kebahasaan dan simbolisasi mengenai problematika praktik kuasa dalam film Qorin. Untuk kemudian dikaitkan dengan berbagai kasus penguasa yang relevan terjadi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh utama laki-laki dalam film Qorin bernama Ustadz Jaelani. Seorang pemimpin sekaligus mursyid di sebuah pondok pesantren yang didedikasikan khusus untuk santri putri. Ustadz Jaelani merupakan tokoh seorang mursyid yang merefleksikan tiga bentuk praktik kuasa dalam film Qorin. Kepemimpinan yang menganut praktik hegemoni, religiusitas, dan seksulitas untuk menguasai sistem kekuasaan di pondok pesantren secara brutal dan menyesatkan. Dikatakan secara brutal, karena Ustadz Jaelani tidak segan-segan melakukan tindak pelecehan terhadap santri putri di pesantren. Demi mengembangkan kepatuhan dan memperoleh tubuh para santri putri, Ustadz Jaelani menerapkan ritual kesesatan mistis dengan menyembah jin Qorin. Dampaknya, menempatkan perempuan pada posisi ketidakberdayaan dan menghambat keberhasilan dalam ranah kependidikan