Habib Akramullah, Ahmad
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud (Kondisi Kerajaan Islam Makassar Menjelang Pemerintahannya): (KONDISI KERAJAAN ISLAM MAKASSAR MENJELANG PEMERINTAHANNYA) Habib Akramullah, Ahmad; Hasaruddin
Rihlah : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Vol 11 No 01 (2023): History and Culture
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/rihlah.v11i01.42386

Abstract

Pada masa itu, Makassar telah berkembang menjadi kerajaan yang dipengaruhi Islam berkat upaya Karaeng Matoaya I Malingkaang Daeng Manyonri' Karaeng Katangka Sultan Abdullah, bersama penguasa Gowa ke-14, I Mangarangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin. Hal ini menyebabkan para penguasa menyebarkan agama Islam karena perjanjian yang dibuat oleh para raja (Ulu Ada'), yang merupakan “janji bersama” yang menyatakan: “Siapapun (di antara raja-raja) yang menemukan jalan yang lebih baik harus juga memberitahu raja-raja lain yang berpartisipasi dalam perjanjian itu." Melalui jalur ini, Islam menjadi agama resmi di Sulawesi Selatan pada tahun 1611. Hasilnya, Islam dimasukkan ke dalam struktur pemerintahan masing-masing kerajaan, dan didirikanlah lembaga pengawas hukum Islam (pejabat yang disebut Parewa Sarak). Keputusan ini memungkinkan Kerajaan Makassar membuka pintunya bagi masyarakat dari semua bangsa untuk melakukan perdagangan di wilayahnya tanpa membeda-bedakan bangsa yang berbeda. Pengaruh militer Makassar juga diperluas pada masa pemerintahan Karaeng Matoaya. Ekspedisi angkatan laut Makassar tercatat dikirim ke wilayah utara dan tengah Sulawesi, Buton, dan kepulauan Nusa Tenggara. Di wilayah selatan Sulawesi, pasukan darat Makassar yang kuat juga menumpas pemberontakan dan ketidakpatuhan terhadap kekuatan militer mereka.
Bissu sebagai Pemimpin Adat Pernikahan: Kajian Tentang Warisan Budaya Masyarakat di Desa Bontomatene Kecamatan Segeri Kabupaten Pangkep Jufri, Hidayat Dwitama; Nuraeni S; Arif, Muhammad; Yani, Ahmad; Habib Akramullah, Ahmad
Rihlah : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Vol 11 No 02 (2023): History and Culture
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/rihlah.v11i02.43988

Abstract

The Role of Bissu in the Wedding Customs of the Bugis Community, Sigeri District, Pangkep Regency. So the research objective that can be achieved is to describe the role of Bissu in the wedding customs of the Bugis community, Sigeri District, Pangkep Regency. This research uses historical, anthropological, sociological and religious approaches. Bissu in Bugis society, especially in Sigeri District, Pangkep Regency, has an important role and has a high status. Bissu's role before the arrival of Islam in South Sulawesi was as a spiritual advisor, such as when carrying out mass planting involving many people. Bissu will be asked to determine the right time to start, and Bissu is also the link between humans and the gods, as well as the people and the king. Bissu certainly has other roles in various customs, especially weddings in the community in Bontomatene Village, Pangkep Regency. Bissu's many roles in wedding customs are not only Indonesian botting, each stage of Bissu marriage has a role such as Ma'manu' manu', Mappasierekeng, Mappasili', Mappacci, Mappenre Botting.