Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEKOSONGAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA UMUM YANG DIDAHULUI DENGAN PERADILAN ADAT DI PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT Effendi, Hendi; NASIR, MUH; Habeahan, Rasman
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 3 No. 1 (2023): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59635/jpk.v3i1.279

Abstract

Tujuan dari penelitian "Kekosongan Hukum Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Umum Yang Didahului Dengan Peradilan Adat Di Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat" adalah untuk untuk mengetahui dan menganalisa keadilan yang dihasilkan dari penyelesaian perkara pidana umum yang didahului dengan peradilan adat sama dengan keadilan yang dihasilkan dari penyelesaian secara Peradilan Umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak menghasilkan keadilan, 2) Akibat adanya kekosongan hukum dalam penyelesaian perkara pidana umum yang didahului Peradilan Adat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat mengakibatkan ketidakadilan baik pihak korban maupun pelaku tindak pidana; (3) Faktor yang menghambat penyelesaian perkara pidana umum yang didahului peradilan adat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yaitu tidak adanya regulasi yang mengatur mengenai mekanisme penghentian penyidikan dan penyelidikan di tingkat Kepolisian (Peraturan Kepolisian/Perkap), penghentian penuntutan di tingkat Kejaksaan (Peraturan Kejaksaan/Perja), dan peraturan Mahkamah Agung yang mengatur mengenai penghentian perkara pidana yang telah didahului oleh peradilan adat
Analisa Yuridis Terhadap Putusan Rehabilitasi Bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kritis Putusan Nomor: 43/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Brt) Effendi, Hendi; Junaidi, Junaidi
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 10, No 6 (2023)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v10i6.42411

Abstract

The repercussions or adverse consequences of narcotics might disrupt the community. The issues prompting this concern would escalate if we actively monitor the process and management of illicit narcotic drug trafficking to date. Addicts are essentially victims of substance misuse who contravene governmental restrictions, and they are all Indonesian nationals anticipated to contribute to the nation's recovery from its decline in many sectors. An intriguing aspect of narcotics legislation is the judge's jurisdiction to mandate rehabilitation for individuals proven to be drug addicts. The research employs a normative legal approach, examining the implementation of positive legal concepts or norms. The study concludes that the legal framework for drug addiction rehabilitation is founded on Article 1, number 16 of Law No. 35 of 2009 regarding narcotics. Medical rehabilitation is conducted in hospitals managed by government and private entities designated by the Minister of Health. Consequently, there is no longer any justification for addicts and victims of substance addiction to remain unrehabilitated.Keywords: Rehabilitation; Drug Addicts; Narcotics  AbstrakDampak atau akibat buruk dari narkotika dapat meresahkan masyarakat. Persoalan yang menjadi pemicu kekhawatiran ini akan semakin besar apabila kita secara aktif melakukan pengawasan terhadap proses dan penanganan peredaran gelap narkotika selama ini. Para pecandu pada hakikatnya adalah korban penyalahgunaan zat yang melanggar larangan pemerintah, dan mereka semua adalah warga negara Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemulihan bangsa dari keterpurukannya di berbagai sektor. Aspek menarik dari perundang-undangan narkotika adalah kewenangan hakim untuk memberikan mandat rehabilitasi bagi individu yang terbukti sebagai pecandu narkotika. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif, yaitu mengkaji penerapan konsep atau norma hukum positif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kerangka hukum rehabilitasi ketergantungan narkotika didasarkan pada Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Rehabilitasi medis dilakukan di rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah dan badan swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi pecandu dan korban ketergantungan zat untuk tidak direhabilitasi.Kata Kunci: Rehabilitasi; Pecandu Narkoba; Narkotika