Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Peter L. Berger and Thomas Luckmann's social construction of the institutionalization of tolerance values in the Nyadran Perdamaian tradition Pramono, Muhamad Sidik; Tampake, Tony; Lattu, Izak Y.M; Molewe, Adlan Christember
AL MA'ARIEF : Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya Vol 6 No 1 (2024): Al Ma'arief: Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya
Publisher : Program Studi Tadris IPS Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35905/almaarief.v6i1.9759

Abstract

This study aims to examine the social construction process as an effort to internalize the value of tolerance in Nyadran through the addition of the word Perdamaian which is then often referred to as Nyadran Perdamaian. This research is a qualitative study using a case study approach in Krecek Hamlet and Glethuk Hamlet. Research data were obtained through the process of in-depth interviews and literature studies. This research results in an understanding that the social construction of Nyadran Perdamaian gives rise to the internalization of the value of tolerance. The value of tolerance in Nyadran Perdamaian is lived through the creation of social reality with the dialectical triad process of Peter L. Berger and Thomas Luckmann. The appreciation of the value of tolerance by the people of Krecek and Gletuk Hamlets is also pursued through the institutionalization of tradition by changing the name to Nyadran Perdamaian. From the findings of this study, it can be understood that good values in tradition can be maximized through the creation of social reality by individuals or humans. The creation of social reality in Nyadran Perdamaian can also be a prototype for other regions to live the noble values in the tradition. This research also contributes to enriching the study of social construction and provides an understanding that values in tradition can be constructed by individuals so that they can be internalized optimally.
Negotiating Liminal Identity and Women’s Empowerment in Pesantren Salaf Nadhifah, Ayu Maun; Pramono, Muhamad Sidik
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol. 19 No. 2 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/h6f33e86

Abstract

The modernization of pesantren in Indonesia has brought significant sociological impacts, particularly in reshaping female identity amid tensions between traditional norms and modern expectations. This transformation has created a liminal space for female students (santriwati), fostering identity negotiations between adherence to traditional pesantren values and emerging aspirations as educated Muslim women. This study aims to examine how modernization processes within pesantren salaf, particularly at Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Nurul Falah Magetan, shape santriwati identity and facilitate women's empowerment. Employing a qualitative method with an ethnographic approach, data were collected through participant observation, in-depth and structured interviews with 15 informants, and reflective fieldnotes over more than two years. Data analysis was conducted using a thematic and interpretive approach based on case study methodology, supplemented by Spradley’s domain analysis to capture cultural meanings embedded in everyday practices within the pesantren. The findings reveal that santriwati identities develop within a complex liminal space, enabling negotiations between traditional structures and modern aspirations, and fostering empowerment through negotiated agency rather than overt resistance. The study implies that social change within pesantren salaf should be understood through the dialectics of tradition and modernity as experienced in women's daily lives, and highlights the importance of developing Islamic education and gender transformation models grounded in local epistemologies. Modernisasi pesantren di Indonesia telah membawa dampak sosiologis yang signifikan, khususnya dalam membentuk kembali identitas perempuan di tengah ketegangan antara norma tradisional dan tuntutan modernitas. Perubahan ini menciptakan ruang liminal bagi santriwati, yang mendorong negosiasi identitas antara kepatuhan terhadap nilai-nilai pesantren tradisional dan aspirasi baru sebagai perempuan Muslim terdidik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana proses modernisasi di pesantren salaf, khususnya di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Nurul Falah Magetan, membentuk identitas santriwati dan memfasilitasi pemberdayaan perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi, mengumpulkan data melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam dan terstruktur terhadap 15 informan, serta pencatatan lapangan reflektif selama lebih dari dua tahun. Analisis data dilakukan melalui pendekatan tematik dan interpretatif berbasis studi kasus, dengan menggunakan analisis domain Spradley untuk menangkap makna budaya yang melekat dalam praktik sehari-hari di pesantren. Temuan penelitian menunjukkan bahwa identitas santriwati berkembang dalam ruang liminal yang kompleks, memungkinkan negosiasi antara struktur tradisional dan aspirasi modern, serta membuka peluang pemberdayaan yang bertumpu pada agen negosiasi daripada resistensi terbuka. Implikasi penelitian ini menegaskan bahwa perubahan sosial dalam pesantren salaf harus dipahami melalui dialektika tradisi dan modernitas dalam pengalaman keseharian perempuan, serta pentingnya mengembangkan model pendidikan Islam dan transformasi gender yang berbasis pada epistemologi lokal.
Tawaran Ekofeminisme untuk Mengatasi Pelanggaran HAM yang Dialami Perempuan dalam Konflik Agaria di Wadas Pramono, Muhamad Sidik; Ludji, Irene
IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies Vol. 6 No. 2 (2025)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/ijougs.v6i02.9790

Abstract

Penelitian ini ditulis guna memaparkan tawaran dalam ekofeminisme untuk melihat pelanggaran HAM yang dialami oleh para perempuan pada saat konflik agraria di Wadas. Penelitian ini memakai metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka atas penelitian yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan cara etnografi digital. Kemudian, dianalisis dengan pendekatan studi kritis. Di dalam penelitian ini, teori yang dipakai ialah ekofeminisme klasik atau kultural dan ekofeminisme sosialis yang digagas oleh Vandana Shiva. Penelitian ini coba menjawab bagaimana ekofeminisme dapat menjadi salah satu tawaran atas kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap pereempuan. Setidaknya, terdapat beberapa hasil dari penelitian ini yakni pertama, perempuan di Wadas mengalami kekerasan dan pelanggaran HAM baik dalam hak sipil politik maupun hak ekonomi, sosial, budaya. Kedua, penelitian ini menunjukan bahwa ekofeminisme dapat menjadi tawaran atas adanya kekerasan fisik maupun psikis dan pelanggaran HAM karena negara abai dalam menjamin hak-hak perempuan di Wadas. Melalui ekofeminisme perempuan diposisikan setara dan menjadi subjek yang dipertimbangkan dalam setiap isu agraria atau ekologi. Dengan menggunakan ekofeminisme, pertimbangan negara dalam isu agraria tidak selalu berpihak pada kepentingan kapitalis saja, namun juga mempertimbangkan perempuan. Ekofeminisme sebagai tawaran ini dimaksudkan untuk merubah paradigma yang dipakai negara dalam isu agraria. Dengan paradigma ekofeminisme yang memiliki nilai etika kepedulian dan perdamaian, maka kekerasan terhadap perempuan dapat dihilangkan. Selain itu, negara juga akan dapat melakukan kewajibannya untuk memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect), dan menghormati (to respect) HAM.